*
"ISH SEBEL SEBEL SEBEL SEBEL BANGEETTT!!" pekik Mora sambil mendudukan diri di kursi panjang sebelah Gisell dengan kesal.
Gisell secara spontan menyikut lengan Mora pelan. "Nggak usah teriak. Malu dilihatin orang," peringat gadis classy itu yang mau-mau saja diajak ke warung biasa.
Mora jadi mengedarkan pandangan ke penjuru warung. Memang beberapa orang menoleh ke arah mereka membuat cewek itu meringis. Tapi setelah itu dirinya merengut kesal, menggerutu tidak jelas.
"Lu kenapa dah, Mor? Kusut banget mukanya," celetuk Stefa yang duduk di hadapan Mora. Cewek berambut sebahu dan pipi bulat yang sering dijuluki kembarannya Mora. Hanya karena tinggi badan mereka yang hampir sama pendeknya dan sama-sama berpipi chubby. Bedanya rambut Mora lebih dari sebahu.
"Sebel!! Sebel sama itu cowok! Pengen gue acak-acak muka songong nya kalau sampai ketemu lagi!"
Cewek di sebelah kanan Mora dengan peka menggeser es teh miliknya ke hadapan Mora. Jihan namanya, cewek paling bijak di antara mereka ber-enam. Bahkan lebih bersifat keibuan. "Siapa, Mor? Sini cerita," ucapnya.
"Iya, sok cerita. Daripada muka lu kayak orang nyimpen dendam kesumat. Rileksin aja, Mor," imbuh Rion. Cowok yang sedari tadi menyantap makanan dengan lahap.
Mora berdecak setelah meminum hampir setengah es teh milik Jihan. "Gara-gara temen lu, LANG!!" katanya sambil menggebrak meja. Tidak terlalu keras sih, tapi cukup membuat Elang menjatuhkan ponselnya.
"Buset dah! Gue dari tadi diem loh," gerutu Elang sambil mengambil ponsel. "Kan kan!! Wah! Mati gue! Anjir padahal dikit lagi menang." Elang malah berisik meratapi game di ponselnya.
"Temen Elang siapa? Anak basket?" tebak Stefa tepat sasaran.
"Dih, lu pikir temen gue cuma anak basket doang? Kalau kalian emang bukan temen gue sih, fans gue ya 'kan," celetuk Elang membuat Rion, Mora dan Stefa memasang wajah ingin muntah. Gisell dan Jihan hanya berdecih.
"Temen basket lu, Lang! Sumpah deh, rasanya pengen gue headshoot!"
"Kayak yang bisa nge-headshoot aja." Perkataan Gisell membuat Mora mendelik tak terima.
"Ooh. Iya sih anak basket emang nggak ada yang waras kecuali gue," balas Elang santai.
"Nggak ngaca anjir! Lu sendiri juga nggak ada waras-warasnya," umpat Rion mendapat anggukan setuju dari Stefa.
"Emang siapa sih, Mor? Diapain sama dia?" tanya Stefa yang mulai penasaran.
Mora pun menceritakan kejadian yang membuat dirinya kesal tadi. Dari awal hingga akhir tidak ada yang terlewat.
"ANJIRR AHAHHAHHAHA," tawa Elang meledak begitu Mora selesai bercerita. Sukses mendapat tabokan dari Gisell yang mengisyaratkan untuk tidak terlalu keras tertawa. Elang yang teriak tetapi Gisell yang malu dilihatin banyak orang.
"Lagian sih, Mor. Sembarangan banget naik ke motor orang," kata Jihan lengkap dengan kekehan ringannya di akhir.
Mora mendengus sebal, "kan gue kira dia Elang! Dari belakang aja mirip banget pas pakai jaket biru tua kayak punya Elang."
Elang menepuk-nepuk bahu Rion dengan keras, melampiaskan tawanya yang tertahan. "Nggak usah nabokin gue juga, Lang! Anjir lah!" protes Rion, menepis tangan Elang yang hendak menepuknya lagi.
"Lang, ish! Jangan ngakak mulu! Bantuin kek, itu cowok namanya siapa? Kelas mana?" Mora jadi kesal. Sedari tadi Elang hanya tertawa.
Elang berusaha meredakan tawa, berikutnya menyahut, "ya ciri-cirinya gimana? Motornya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wednesday [Haruto]
Ficção GeralMora pernah berpikir, andai saja hari Rabu kala itu dirinya langsung pulang ke rumah sehingga tidak menyaksikan kejadian yang membuat hatinya sesak. Andai saja hari Rabu kala itu hatinya cukup kuat sehingga tidak jatuh pada pesona Arlan. Andai saja...