Cowok itu menghentikan motornya di lampu merah. Mengeluarkan ponsel dari saku celana kemudian mengetikkan sesuatu di sana.
Gw udh di jalan
Nanti mau mampir bntar ke SPBU
Sorry klo nunggu ny jadi lama
Ia mengantongi kembali ponselnya setelah mengirim pesan itu. Dia, Arlan, kembali menghadap depan menunggu lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau.Arlan menarik gas motornya begitu lampu sudah berganti warna menjadi hijau. Melajukan motor sekitar lima ratus meter kemudian berbelok ke arah kiri masuk ke area SPBU yang sayangnya sedang antre lumayan panjang.
Mengeluarkan ponsel lagi hendak mengecek mungkin saja Amora telah membalas pesan yang ia kirim barusan.
“Lah mati?” gumam Arlan ketika tidak berhasil menghidupkan ponsel. Ia berdecak, baru ingat jika dirinya lupa tidak sempat mengisi daya ponsel selama di rumah Eric tadi malam. Lagi-lagi ia masukkan ponsel itu di saku celana.
Beberapa menit setelahnya, Arlan selesai dengan urusan isi bensinnya. Cowok itu melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Kemudian menambah sedikit kecepatannya mengingat ia sudah terlambat beberapa menit dari waktu yang telah ia janjikan. Dan untungnya jalanan sedang tidak terlalu ramai.
Hingga,
CKIIITTTT
Arlan menarik rem motornya dengan keras saat mobil di depannya berhenti mendadak dengan suara gedebuk yang lumayan keras dari arah depan mobil. Ia mengumpat sekilas karena motornya nyaris menabrak bagian belakang mobil itu.
“MAMAAA!”
Pekikan yang sangat Arlan kenal menambah kebisingan jalan yang kini jadi sedikit macet. Dapat Arlan lihat orang-orang mulai berkerumun di bagian kiri jalan tidak jauh dari mobil yang tadi berhenti mendadak.
“MAMAA!! TOLONGIN!!!” pekikan yang sama kembali terdengar. Kini dengan suara tangis yang terdengar jelas.
Tersadar dari keterkejutannya, Arlan menepikan motor kemudian bergegas menuju kerumunan. Ia juga sempat melihat si pengendara mobil turun setelah seorang bapak-bapak mengetuk kacanya dengan kasar.
Arlan menerobos kerumunan itu. Hingga didapatinya seorang wanita paruh baya telah tergeletak tak berdaya dan darah yang mengucur dari area kepala. Dengan seorang cewek yang tidak meleset dari dugaan cowok itu tadi, tengah memeluk wanita itu lengkap dengan tangis keras yang memilukan.
Arlan mendekat dan bersimpuh di samping si cewek. Merangkul bahu-nya untuk menguatkan.
“Ness—“ Arlan tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Hatinya ikut sakit melihat mama Nessa tak sadarkan diri dengan bersimbah darah.
Cowok itu kemudian menoleh pada orang-orang yang masih berkerumun. “Udah ada yang telpon ambulance?” tanyanya dengan gusar.
Belum sempat ada yang menjawab, si pengendara mobil mendekat dan berkata, “maaf, Mas. Dibawa ke rumah sakit pakai mobil saya saja. Saya benar-benar minta maaf, Mas, Mba. Saya akan ta—“ ucapan pria itu terpotong.
“Minta maaf-nya nanti aja. Sekarang bantu bawa ke rumah sakit,” ucap Arlan mutlak.
Arlan kemudian menoleh pada Nessa yang masih memeluk mamanya. “Ness, di bawa ke rumah sakit dulu,” kata Arlan pelan. Meminta Nessa untuk melepaskan pelukannya sebentar.
Nessa menurut, dengan perlahan mengurai pelukan dari tubuh mamanya. Arlan bergegas menggendong tubuh mama Nessa dan mengikuti si pengendara mobil yang sudah membukakan pintu. Nessa juga mengikuti mereka dengan tangis yang sedari tadi tidak reda.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wednesday [Haruto]
General FictionMora pernah berpikir, andai saja hari Rabu kala itu dirinya langsung pulang ke rumah sehingga tidak menyaksikan kejadian yang membuat hatinya sesak. Andai saja hari Rabu kala itu hatinya cukup kuat sehingga tidak jatuh pada pesona Arlan. Andai saja...