*
Amora mengambil salah satu buku novel dari rak. Membaca sekilas sinopsis yang berada di sampul belakang buku lalu menyodorkan ke arah Jihan.
"Nih, tentang friendzone," ucapnya lalu terkekeh di akhir. Jihan mengernyit walaupun tetap menerima novel yang disodorkan Mora. "Kan lu dulu friendzone sama Bara hehehe," lanjut Mora.
"Dih, padahal lu dulu juga gitu." Jihan sedikit mencibir, berikutnya meletakkan membali buku di rak dan melihat-lihat buku lainnya.
Memang dulu sebelum resmi berpacaran, Jihan dengan Bara hanya sebatas teman. Walaupun masing-masing menyimpan perasaan.
Kalau Mora friendzone waktu masih SMP. Sama sahabatnya sendiri, sahabat Elang juga. Tapi setelah Mora menyatakan perasaan padanya, cowok itu malah menghilang entah kemana. Sampai sekarang tidak ada yang tahu.
"Ish, padahal gue udah lu—," dumelan Mora terpotong karena bunyi ponsel.
Merasa ponselnya lah yang berbunyi tanda telepon, Mora segera merogoh benda itu dari dalam tas. Belum sempat menggeser tombol hijau untuk mengangkat, telepon sudah lebih dulu mati.
Jihan yang penasaran jadi menoleh. "Siapa, Mor?" tanyanya.
"Elang nih. Belum juga gue angkat udah dimatiin aja," jawabnya. Mora kembali mengecek ponselnya. "Ooh spam chat dari tadi ternyata dia," lanjut Mora. Berikutnya membalas pesan dari cowok itu.
"Ekhem, boleh pinjem Mora bentar?"
Suara husky dari samping Jihan membuat kedua cewek itu menoleh, mendapati cowok yang tidak asing bagi mereka, Arlan.
"Ooh iya boleh. Bawa aja," jawab Jihan akhirnya setelah terdiam beberapa saat untuk memahami situasi. Walaupun tetap tidak menemukan penjelasan yang pasti atas keadaan barusan.
Mora sedikit melotot, tidak setuju dengan jawaban temannya. Sedangkan Arlan hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada Jihan. Berikutnya menarik Mora untuk menjauh dari situ.
"Apa sih? Gue belum jawab mau? Main tarik aja, sok kenal banget dih," cerocos cewek itu kini memberhentikan langkahnya.
Arlan jadi ikut berhenti, menghela napas. Malas dia tuh sebenarnya kalau menghadapi orang yang banyak bicara. Padahal mantannya dulu juga banyak bicara.
"Apa?! Minta dijambak lagi?" sewot Mora. Tangannya sudah terulur ke atas tetapi Arlan lebih gesit kali ini. Menangkap kedua tangan Mora dan menahannya agar tetap di bawah.
"Ck, bantuin bentar. Pura-pura jadi cewek gue di depan mereka," ucap Arlan to the point. Dagu nya menunjuk ke arah tiga cewek yang berada di dekat pintu masuk.
Mora menoleh ke arah yang dimaksud Arlan. "Oohh, siapa emangnya mereka?" Jiwa kepo cewek itu mulai menguar.
"Mantan," jawab Arlan singkat.
Mora tidak habis pikir, kenapa harus mengajak dirinya untuk menemui mereka? Dari sekian banyak cewek yang berada di toko ini, kenapa harus dirinya? Sama Jihan kan bisa. Biar sekalian kalau ketahuan pacar Jihan, minimal kena tonjok lah.
Lagipula kalau tidak ingin terlihat jomblo di depan mantan, harusnya Arlan tidak menemuinya. Sembunyi-sembunyi lalu keluar dari sini kan bisa. Tidak perlu repot-repot seperti sekarang ini.
Kesal Mora tuh, ditarik sembarangan sama Arlan. Apalagi disuruh ikut campur urusan cowok itu. Mora memang orang yang kepo-an, tapi kalau sudah masuk dalam urusan orang lain yang menurutnya tidak perlu, jelas ia tidak suka.
Belum sempat Mora kembali melontarkan protesnya, Arlan sudah menggenggam tangan cewek itu dan menariknya untuk berjalan ke arah pintu.
Kan, sekarang Mora jadi harus berpikir how to look like Arlan's girlfriend. Karena pada dasarnya dia tidak pernah berpengalaman soal begitu. Hanya sering melihat ketika temannya berpacaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wednesday [Haruto]
Ficção GeralMora pernah berpikir, andai saja hari Rabu kala itu dirinya langsung pulang ke rumah sehingga tidak menyaksikan kejadian yang membuat hatinya sesak. Andai saja hari Rabu kala itu hatinya cukup kuat sehingga tidak jatuh pada pesona Arlan. Andai saja...