*
Ya, dia mencari orang yang membuatnya kesal kemarin. Bertepatan dengan itu, dua orang cowok keluar dari kelas dengan sedikit ribut. Lebih tepatnya satu orang cowok berceloteh ribut yang hanya dibalas deheman seadanya oleh cowok satunya.
Mora langsung melirik name tag milik cowok itu. 'Erico Marquez', cowok yang sedari tadi berbicara. Mora menggeleng pelan, bukan dia. Dan cowok satunya 'Arlan Rajendra G'. Mora jadi mendongak melihat wajah cowok itu, berikutnya membelalakkan mata sebelum berteriak.
"HEHH LU!"
Beberapa orang di sana jadi menoleh pada Mora termasuk Eric yang menghentikan bicaranya dan Arlan yang menatap dengan heran. Sebenarnya tidak kentara sedang keheranan, wajahnya masih datar dengan dahi mengerut samar.
Gisell yang berniat menegur Mora karena sudah membuat atensi beberapa orang di sana memusat pada mereka jadi mengurungkan diri. Karena Mora lebih dulu berjalan menuju depan pintu kelas 11 IPS 1.
Tangan Mora terulur ke atas begitu sampai di depan cowok jangkung itu. Dengan sedikit berjinjit langsung meraih rambut si cowok, menjambaknya. Arlan yang tidak siap dengan pergerakan Mora secara spontan membungkuk, karena memang cewek itu menarik rambutnya ke bawah.
"Rasain nih! Gue tuh keseelll banget sama lu!" tekan Mora sambil terus menjambak rambut Arlan. Sukses sudah disaksikan semua siswa yang berada di koridor tersebut.
Arlan meringis, cewek itu menjambaknya tidak main-main. "Apaan dah anjir?! Sakit kepala gue!" protes Arlan.
Seperti tidak mendengar protesan Arlan, Mora masih terus mengacak-acak dan menjambak rambut cowok itu. Arlan jadi sedikit melirik pada Eric, berniat meminta bantuan. "Ric! Jangan diem aja, bantuin!"
Eric tersentak, tersadar. Sedari tadi cowok itu masih kaget yang berakhir bengong, hanya menonton. Eric jadi bingung sendiri, mau memisahkan bagaimana? Jadinya dia malah mondar-mandir sendiri, hitung-hitung menambah keramaian.
"Lu tuh ya! Rasanya pengen gue botakin aslian!" geram Mora lagi, masih belum puas untuk melepaskan rambut Arlan.
"Iye anjir! Sorry! Woy rambut gue rontok ntar!" Arlan sebenarnya ingin membalas. Tapi mana mungkin ia balas menjambak atau memukul. Arlan masih ingat kalau lawannya cewek. Makanya sedari tadi ia hanya memegang pergelangan tangan Mora, berusaha menjauhkan dari kepalanya. Mana Mora menjambaknya heboh sekali, bergerak terus tangannya.
Stefa yang merasa keadaan semakin seru jadi mengangkat ponsel, merekam Mora yang dengan brutal menjambak Arlan. Sedangkan Gisell jadi berdecak, melirik sebentar pada Mega yang kini menonton Mora dan Arlan. Cewek itu jadi mengurungkan niatnya untuk menanyakan ini-itu.
Berbeda dengan Jihan, cewek itu kini panik. Ingin memisahkan dua orang itu tetapi takut kena sikut. Jihan menolehkan kepala kanan-kiri, kemudian berdecak. Heran dia, ada orang berantem malah jadi tontonan.
Jihan menoleh kebelakang. Mendapati Elang dan Rion yang berdiri di dekat tangga dengan tawa terbahak. Bahkan sampai membungkuk karena tidak bisa menahan tawanya melihat kejadian itu. Jihan jadi tambah geram.
"LANG! YON! JANGAN CUMA KETAWA KALIAN! BANTU MISAHIN KEK!"
*
Mora mengetuk-ngetukkan ujung pulpen pada meja. Pandangannya mengarah ke depan, pada papan tulis. Bukan memperhatikan guru sosiologi yang sedang menulis materi di papan, gadis itu hanya melamun. Mengantuk sebenarnya, soalnya dari tadi gurunya terus menjelaskan ini-itu tiada henti. Masih mending kalau suaranya keras, ini tidak. Mora 'kan jadi merasa dibacakan dongeng pengantar tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wednesday [Haruto]
Ficción GeneralMora pernah berpikir, andai saja hari Rabu kala itu dirinya langsung pulang ke rumah sehingga tidak menyaksikan kejadian yang membuat hatinya sesak. Andai saja hari Rabu kala itu hatinya cukup kuat sehingga tidak jatuh pada pesona Arlan. Andai saja...