*
Hari ini Amora berada di SMA Petra. Sesuai dengan perkataannya kemarin saat di lapangan basket.
Kemarin, Theo sebagai ketua organisasi PMR mengatakan kalau yang akan berjaga itu sukarela. Jadi siapa saja boleh mengajukan diri, asal paling tidak ada tiga orang yang ikut kesana untuk berjaga. Dalam artian, tidak hanya menonton.
Makanya Mora mengajukan diri, juga menggeret nama Stefa yang mau-mau saja. Kemudian disusul Bella yang ikut mengajukan diri.
Kini mereka bertiga memasuki lapangan indoor SMA Petra. Lengkap dengan korsa abu-abu khas anak organisasi PMR SMA Hexagon dan kotak P3K yang ditenteng Stefa. Lapangan sudah lumayan ramai karena pertandingan dimulai tiga puluh menit lagi.
"Ini Arlan kalau ketemu cowoknya Nessa bakal gelud nggak ya?" celetuk Bella membuat Amora menoleh.
"Hah?" beonya.
"Nessa sama cowoknya 'kan sekolah disini. Anak OSIS lagi, jadi kemungkinan besar juga lagi disini sekarang," jelas Bella.
Amora mengangguk saja. "Enggak sih kalau sampai berantem. Palingan sinis-sinisan doang," komentarnya diakhiri dengan kekehan membuat Bella juga ikut terkekeh.
"Elah cuy, ini anak basket sekolah kita pada di mana?!" dumel Stefa, mulai lelah berdiri. Bella jadi mengedarkan pandangan.
"Bentar, tanya Elang." Mora mengeluarkan ponselnya. Mengetikkan sesuatu di sana. Berikutnya mendongak kembali.
"Itu tuh mereka." Mora menunjuk ujung lapangan. Terlihat Elang melambaikan tangan ke arah mereka.
"Dari tadi kek." Stefa mendumel sambil mengikuti Bella dan Mora dari belakang.
"Makanya mending bareng kita aja tadi berangkatnya," ucap Elang begitu ketiganya sampai.
Mora berdecak. "Salahin tuh kotak nggak ketemu-ketemu." Mora menunjuk kotak P3K yang sudah diletakkan oleh Stefa.
"Nyari di UKS nggak ada ternyata ketemunya di lab kimia." Stefa mendengus kesal. Berikutnya mendudukan diri pada kursi panjang yang tersedia.
"Kayaknya kemarin habis dipakai anak kelas sepuluh, terus nggak dibalikin lagi deh," timpal Bella.
"Nuduh mulu hidup lu, Bel." Bella jadi mendelik pada Eric yang baru saja menyahut.
"Nggak nuduh, tapi kenyataan! Seharian kemarin yang di lab kimia itu kelas sepuluh. Padahal hari Kamis juga itu kotak masih di UKS," semprot Bella merasa tidak terima.
"Bisa aja ada guru yang sengaja naruh di lab. Lagian ya kalau kalian nggak bawa kotak P3K juga gapapa. Ini sekolah pasti punya," timpal Eric.
Bella semakin mendelik tak suka. "Orang disuruh bawa sama Kak Theo!"
"Hari ini Bella sensi banget deh kayaknya kalau sama Eric." Stefa menopang dagu, melirik Bella dan Eric bergantian.
"Dia tuh, ngeselin banget! Nggak menghargai effort kita yang udah capek-capek muterin sekolah." Bella menunjuk-nunjuk pada Eric.
"Bukan nggak menghargai, cuma—."
"Apa?! Ha? Apa?!"
"Ssttt udah. Lama-lama gelud juga kalian," lerai Juan melihat keadaan yang mulai tidak kondusif.
"Gelud aja gapapa, gue bantu jadi wasit," timpal Nathan sambil memakan chiki yang entah ia dapat dari mana.
Mora jadi mengulurkan tangannya. "Minta dong, Nath."
Nathan melirik isi dalam bungkus yang ia bawa, berikutnya memberikan bungkus itu pada Mora. "Nih, tinggal dikit."
"Yahh," desah Mora walaupun tetap menerima chiki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wednesday [Haruto]
General FictionMora pernah berpikir, andai saja hari Rabu kala itu dirinya langsung pulang ke rumah sehingga tidak menyaksikan kejadian yang membuat hatinya sesak. Andai saja hari Rabu kala itu hatinya cukup kuat sehingga tidak jatuh pada pesona Arlan. Andai saja...