Tepat pukul sepuluh lebih enam menit, mobil putih itu kembali masuk ke pekarangan rumah Amora. Bondan, seorang pria paruh baya beranjak keluar dari kursi kemudi dan membukakan pintu bagian belakang tempat istri dan anaknya duduk.
Iya, itu adalah Amora dan kedua orang tuanya.
Setelah tadi dibawa ke dokter dan mendapat penanganan, Amora sedikit bersyukur karena tidak perlu dirujuk ke rumah sakit ataupun rawat inap. Setidaknya ia hanya perlu memperbanyak istirahat di rumah, makan, dan meminum obat yang telah diresepkan.
"Papa gendong sampai kamar lagi yuk." Pria itu sedikit membungkuk dan membelakangi Amora yang masih di ambang pintu mobil. Mengisyaratkan putrinya untuk naik ke punggung.
Amora menurut, naik ke punggung tegap itu, melingkarkan tangan di leher papanya. Bondan menegakkan badan dan berjalan ke arah pintu rumah. Diikuti oleh Rina, sang istri yang kemudian membukakan pintu.
"Mora sebenernya udah bisa jalan sendiri sih, Pa," ujar Amora saat Bondan mulai melangkah masuk.
"Ya gapapa, lagian udah lama Papa nggak gendong kamu," balas Bondan santai.
Sebelum Bondan menaiki tangga untuk ke lantai dua, Rina lebih dulu menyahut. "Makan malam dulu, tadi 'kan belum. Sekalian habis itu Mora minum obat."
"Ooh iya." Bondan membelokkan langkahnya ke arah ruang makan. Menurunkan Amora pada salah satu kursi yang ada di sana.
Sedangkan Rina mulai memanaskan masakan yang tadi ia buat dan menyajikan di meja makan. Baru setelah itu makan malam bersama yang sebenarnya sudah lewat dari jam biasanya.
*
Pagi ini Stefa sungguhan datang ke rumah Amora sendiri. Memakirkan motornya di pekarangan rumah kemudian menuju depan pintu dengan menenteng plastik putih ukuran sedang berisi siomay.
Belum sempat Stefa mengetuk, pintu di depannya sudah lebih dulu dibuka dengan cepat dari dalam.
"Anjrit!! Kaget!" umpat Elang sedikit terlonjak ke belakang. "Lu ngapain dah berdiri di depan pintu, bukannya ketok-ketok kek atau salam gitu," gerutunya kemudian.
"Udah mau gue ketok, tapi lu tiba-tiba buka pintu!" balas Stefa yang malah jadi agak nyolot.
"Ye dah. Masuk sono," suruh cowok itu. "Mor! Temen lu dateng nih!" serunya kemudian sambil menghadap ke dalam rumah.
Berikutnya Elang keluar dari rumah Amora dan membiarkan Stefa masuk. Iya, Elang tadi memang berniat pulang ke rumahnya sebentar untuk mengambil ponsel.
Sedangkan Stefa kini melangkah pelan masuk ke rumah temannya itu. Dan dapat langsung ia lihat Amora yang duduk di sofa ruang tamu sedang memainkan ponsel.
"Amora," panggil Stefa sambil berjalan mendekat. Yang di panggil jadi menoleh, bertemu tatap dengan Stefa.
"Loh? Stef?"
Stefa melengkungkan bibirnya ke bawah. Dengan cepat memeluk Amora setelah meletakkan plastik putih yang ia bawa begitu saja di meja.
"Aaaa, Amora, maafin gue buat yang kemarin-kemarin. Maaf karena jauhin elu," rengek Stefa masih sambil memeluk temannya itu.
Stefa yang masih sedikit terkejut jadi terdiam. Walaupun tangannya tetap membalas pelukan cewek itu.
"Mor, jangan diem ajaa." Stefa melepas pelukannya untuk melihat wajah Amora. "Gue beneran minta maaf karena udah bikin lu kepikiran pasti," ujarnya. Bibir cewek itu semakin melengkung ke bawah.
"Mor, pasti lu marah ya sama gue?"
Amora yang melihat wajah Stefa semakin memelas jadi terkekeh kecil. "Enggak. Gue yang harusnya minta maaf soalnya udah bikin lu sakit hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wednesday [Haruto]
Genel KurguMora pernah berpikir, andai saja hari Rabu kala itu dirinya langsung pulang ke rumah sehingga tidak menyaksikan kejadian yang membuat hatinya sesak. Andai saja hari Rabu kala itu hatinya cukup kuat sehingga tidak jatuh pada pesona Arlan. Andai saja...