BONUS CHAPTER

318 38 0
                                    

Sore itu, Amora dan Arlan berjalan beriringan menuju lapangan yang tidak terlalu jauh dari rumah si cowok. Tangan Arlan dengan ringan mendrible bola basket, menggiringnya menuju lapangan yang dimaksud. Sedangkan Amora menenteng plastik bening berisi dua botol air mineral.

Sampai di lapangan yang memang terdapat ring basket, Arlan menyuruh Amora untuk meletakkan air mineral di kursi pinggir lapangan. Sebelum akhirnya berjalan sedikit ke tengah.

“Sini,” ajak si cowok pada Amora.

Amora memanyunkan bibirnya sejenak kemudian mendudukkan diri di kursi tempat ia meletakkan minuman. “Aku lihat kamu main dulu aja, habis itu baru aku yang coba,” ujarnya diakhiri dengan cengiran.

Arlan terkekeh sekilas sambil berjalan mendekat. “Tadi di rumah bilang mau kalau aku ajarin,” celetuk arlan kemudian mengusak gemas pucuk kepala Amora.

Iya, mereka tadi habis dari rumah Arlan. Mengobrol biasa hingga Arlan menawarkan untuk mengajari Amora bermain basket seperti yang dulu pernah cowok  itu janjikan. Mumpung saat ini juga sore hari dan matahari tidak menyengat kulit. Makanya dua orang itu sekarang berada di sini, dengan bola basket yang Arlan bawa dari rumah.

By the way, kalian sadar akan sesuatu? Yap, panggilan mereka sudah berubah menjadi aku-kamu. Sebenarnya baru tiga hari ini sih mereka menggunakan panggilan seperti itu. Itu pun karena ditegur oleh Rina sewaktu keduanya mengobrol di ruang tamu rumah Amora.

Loh, Dek. Jelek banget bahasanya manggil lu-lu an gitu sama Arlan. Udah pacaran ‘kan? Aku-kamu an dong.” Begitu celetukan Rina yang pada akhirnya dituruti juga oleh keduanya dan terbawa hingga sekarang.

“Ihh, jangan diberantakin dong rambut aku,” rengek Amora, berusaha menjauhkan tangan Arlan dari pucuk kepalanya. “Iya nanti aku mau, tapi lihat kamu main dulu. Sepuluh menit deh,” lanjut cewek itu, bernegosiasi.

“Ya udah, nih, bawain dulu.” Arlan merogoh saku celananya dan menyodorkan ponsel yang langsung diterima Amora.

Berikutnya Arlan mulai kembali ke tengah lapangan. Mengambil bola basket dan mulai memainkannya. Mulai dari mendrible-nya beberapa kali dan memasukkan ke dalam ring. Begitu seterusnya hingga beberapa kali.

Sedangkan Amora mengeluarkan ponselnya. Memotret si cowok dari tempatnya duduk. Atau bahkan mengambil video singkat dan mempostingnya di salah satu akun sosial media miliknya.

Tepat di menit ke sepuluh, Amora berdiri dan masuk ke lapangan. Arlan yang melihatnya jadi menghentikan permainan bolanya.

“Udah?” tanya Arlan, diangguki oleh Amora dengan semangat.

“Udah. Sekarang gantian aku yang main.” Amora menengadahkan tangannya, meminta bola basket agar di oper ke arahnya.

“Bisa emangnya?” tanya Arlan sambil mengoper bola ke arah si cewek.

Amora menangkapnya. “Bisa lah, kalau drible doang. Masukin ke ring-nya yang nggak bisa hehe,” jawabnya diakhiri dengan kekehan.

Arlan ikut terkekeh. “Ya udah gih, coba. Mau lihat dulu kamu nggak bisanya di mana.”

Cewek itu mengangguk saja. Mulai memantulkan bola oranye itu ke permukaan lapangan. Mendriblenya kesana kemari.

“Eh, bentar, berhenti dulu,” kata Arlan tiba-tiba.

Arlan berjalan mendekat pada Amora yang menurut untuk menghentikan permainannya. Menatap Arlan dengan pandangan bertanya. Si cowok tidak mengatakan apapun hingga ia melewati tubuh Amora dan berdiri di belakang cewek itu.

“Kenapa?” tanya Amora, hendak menoleh ke belakang tapi kepalanya ditahan oleh Arlan.

Di detik berikutnya dapat Amora rasakan tangan Arlan meraih helaian demi helaian rambutnya dan menyatukannya di belakang. Baru setelah itu Arlan ikat dengan karet yang entah cowok itu dapat dari mana.

Wednesday [Haruto]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang