5

245 12 0
                                    

Mengharapkan seseorang
yang mengharapkan orang lain
itu memang menyakitkan
Ikmal

__________________________________________________
Tandai typo


"Assalamualaikum waarohmatullah hiwabarokatuh ... " salam Asa saat memasuki kediaman Albiru.

"Eh, Non Asa. Waalaikumsalam," ucap Bik Tira.

Asa tersenyum menatap Bik Tira yang sedang menyapu lantai ruang tamu.

Asa berjalan menghampiri Bik Tira lalu mnciun punggung tangan Bik Tira.

"Papa udah pulang ya, Bik? Tadi Asa lihat mobil Papa di garasi." tanya Asa setelah mencium punggung tangan Bik Tira.

Bik Tira mengangguk, "Sudah, Non. Dari jam makan siang tadi."

Asa memgangguk lalu pamit menuju kamarnya. Bik Tira hanya mengangguk sebagai jawaban.

Asa melewati kamar Galang selaku Papanya. "Papa tumben pulang cepet? Apa Papa lagi nggak enak badan ya?" monolognya.

Asa tampak berpikir sejenak, lalu ia mengetuk pintu kamar Galang, "Assalamualaikum, Pa? Papa!" panggil Asa.

Karena merasa tidak ada sahutan dari sang empu di balik kamar, ia memutuskan untuk masuk saja. Asa menatap sendu Galang yang sedang tidur dengan posisi duduk di sebuah sofa single yang berada di pojok ruangan.

Asa berjalan kearah Galang yang terlihat sangat lelah. Dengan sangat hati-hati, Asa meluruskan tubuh Galang agar terbaring di sofa itu supaya pria paruh baya itu tidak terlalu merasakan pegal nantinya saat terbangun.

Asa menatap sendu Sang Papa, "Pasti Papa kesepian, Asa berharap semoga Mama cepat sembuh dan kita kembali seperti dulu lagi." lirihnya.

"Asa sayang Papa, semoga Papa di lindungi Allah di mana pun berada." Asa tersenyum tulus lalu mengecup dahi Galang.

Kemudian Asa beranjak menuju kamarnya. Sebenarnya, Galang sedari tadi hanya memejamkan matanya karena merasa lelah. Ia hanya diam saat Asa membenarkan posisi duduknya menjadi berbaring.

Ia juga mendengar semua yang di katakan Asa, tapi ia lebih memilih diam. Jujur, ia sangat tersentuh dengan yang di ucapkan Asa. Tetapi, ia enggan untuk menerima Asa.

***

Tok! Tok! Tok!

"Non! Non Asa!" panggil Bik Tira dari balik pintu kamar Asa.

Asa yang sedang membaca novel lalu beranjak membuka pintu.

"Kenapa, Bik?" tanya Asa.

"Ini Non, ada yang ngirim buket bunga, sama sekardus silverqueen." ucap Bik Tira seraya menunjuk kardus berujuran sedang yang berada di samping kakinya.

Asa menundukkan kepalanya menatap kardus itu lalu menatap Bik Tira, "Dari siapa, Bik?"

"Dari Den Ikmal, Non."

Ikmal adalah Kakak kelas Asa. Ikmal adalah mantan ketua osis di sekolahnya. Mereka memang dekat, dan bahkan Asa mengetahui jika Ikmal memiliki perasaan terhadapnya, karena Ikmal pernah menyatakan perasaannya pada Asa. Padahal ... Ia mengetahui bahwa Asa masih memiliki perasaan pada Kafi.

Hubungan pertemanan Asa dan Ikmal mulai renggang karena kesibukan masing-masing yang mengharuskan mereka menjadi jauh. Ikmal dengan urusan kuliahnya, dan Asa dengan urusan sekolahnya. Tetapi sesekali, Ikmal mengirimkan sesuatu untuknya.

"Ooo, yaudah Bik makasih ya." ucap Asa lalu mengambil alih buket bunga itu.

Bik Tira mengangguk kemudian pamit dan berlalu menuju dapur.

Asa mengangkat kardus bersisi silverqueen lalu menaruhnya di sambing meja belajarnya.

Asa memijit pelipisnya, baru satu minggu yang lalu Ikmal mengirimnya susu kotak sekardus dan sekarang mengirimnya lalu sekardus silverqueen.

"Sultan mah beda," gumamnya.

Asa meraih ponselnya yang berada di kasur lalu menelpon Ikmal.

"Assalamualaikum, Sa? Udah sampe paketnya?"

Asa membuang napas perlahan, "Waalaikumsalam warrohmatulah hiwabarokatuh. Udah sampe kok, Bang Ikmal. Tapi ... Silverqueen sekardus beneran buat Asa? Susu kotak kemarin aja belum abis loh," cerocos Asa.

Di seberang sana Ikmal terkekeh geli, "Jangankan Siverqueen sekardus, sepabriknya juga bakal Abang kasi kalo Asa mau."

Asa mendengus sebal membuat Ikmal di seberang sana tertawa, "Yaudin. Kalo gitu terimakasih silverqueennya Mas Bro!"

Begitulah panggilan khusus Asa untuk Ikmal dengan sebutan Mas Bro. Begitu pun sebaiknya, Ikmal memanggil Asa dengan sebutan Neng semongko, karena betapa cintanya Asa dengan buah yang satu itu.

Di seberang sana Ikmal terkekeh mendengar penuturan Asa, "Yaudin. Kalo gitu Abang lanjut nugas dulu. Assalamualaikum, Neng. "

"Waalaikumsalam warrohmatullah hiwabarokatuh." jawab Asa kemudian sambungan telpon terputus.

Asa melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 3 sore. "Tidur ah!" serunya lalu melompat ke kasur. Tak lama kemudian, Asa pun sudah terlelap.

~••~

ASA (Lengkap/TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang