Tandai typo
_________________Asa tersenyum puas menatap dua bekal di hadapannya. Siang ini ia berencana untuk mengantarkan makan siang Galang dan Adam.
Ia sudah s makanan kesukaan untuk keduanya.Ia keluar dari rumahnya menuju motornya dengan menenteng tas bekal.
Asa melajukan motornya menuju kantor Galang, dengan kecepatan normal akhirnya ia sampai di parkiran kantor Galang.
Ia tersenyum kala beberapa karyawan Galang menyapanya lalu ia mempokuskan langkahnya ke resepsionis.
''Selamat datang, Nona Asa.'' sapa resepsionis bernama Mawar itu.
Asa tersenyum mengangguk, ''Papa ada, Mbak?'' tanyanya.
''Waaah Pak Galang baru saja pergi meeting bersama klien di ruang rapat, mungkin akan selesai sekitar satu jam setengah lagi.'' ucap Mawar.
Asa mengangguk paham lalu melihat jam tangannya, jika menunggu Galang selesai rapat sepertinya tidak mungkin karena ia harus mengantarkan bekal makan siang juga untuk Adam karena dua puluh menit lagi adalah waktu istirahat pemuda itu.
''Mbak? Boleh titip bekal makan siang untuk Papa nggak?'' tanya Asa.
Mawar tersenyum seraya mengangguk, ''Boleh banget dong. Nanti akan saya antar kan ke ruang beliau.''
Asa mengangguk lalu menaruh tas bekal milik Galang di depan Mawar. ''Mbak, bilang sama Papa habisin bekalnya dan titip salam sayang dari Asa ya.''
Mawar tersenyum lembut seraya mengangguk, ''Baik, Nona. Apakah anda tidak ingin duduk dan minun terlebih dahulu?'' tawar Mawar di balas gelengan dari sang empu.
Kemudian Asa pamit dari sana dan melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit tempat Adam bekerja.
Sesampainya di parkiran Asa langsung menuju ruang kerja Adam.
Tok!
Tok!
Tok!Asa mengetuk ruang kerja Adam. ''Masuk!'' teriak Adam dari dalam.
''Assalamualaikum ...'' salam Asa masuk ke ruang Ada.
Adam mendongak menatap Asa yang sedang menutup pintu.
''Waalaikumsalam ... Kok nggak bilang mau ke sini?'' tanya Adam seraya menuntun Asa ke arah sofa di dalam ruang itu.
Asa tersenyum mengusap tangan Adam yang memegang lengannya, ''Maaf ya, Bang. Tadi Asa lupa karena keasikan nyiapin makan siang untuk Papa dan Abang.''
''Benarkah!?'' antusias Adam lalu meraih tas bekal itu.
''Waaah kebetulan Abang lagi laper banget belum sempat ke kantin. Makasih loh udah buatin Abang makan siang.'' ucap Adam menjawil hidung Asa.
''Iya ... iya, yaudah gih abisin.''
Adam mengangguk dan menatap penuh nikmat masakan di hadapanya, ''Tau aja makanan kesukaan Abang. Besok-besok Abang minta buatin bekal ya, Dek. Biar nggak capek-capek ke kantin.''
''In syaa Allah, nanti Asa siapin bekal untuk Abang.''
''Kamu udah makan, Dek?'' tanya Adam sebelum menyuapkan nasi ke mulutnya.
Asa mengangguk, ''Udah kok, Bang. Tadi Asa makan dulu sebelum kesini.''
Asa tersenyum bahagia melihat kebahagiaan Adam namun ia sedih melihat Adam di usia yang hampir memasuki kepala tiga ini belum juga memiliki pendamping.
Tak lama kemudian Adam selesai memakan bekalnya. ''Alhamdulillah ... '' ucap Adam merasa kenyang.
''Bang?'' panggil Asa membuat Adam menoleh ke arahnya.
''Kenapa, Dek?'' tanyanya.
Asa terdiam sejenak menatap Adam, ''Abang kapan nikah? Asa mau lihat Abang nikah. Nanti kalau nggak ada Asa siapa yang masakin dan temenin Abang?''
Raut wajah bahagia Adam langsung berubah, ''Dek? Jangan bicara gitu Abang jadi sedih loh. Ada waktunya nanti Abang nikah tapi tidak untuk sekarang, Abang belum siap membagi kasih sayang selain kamu, dan takut kalau istri Abang nanti nggak sayang sama kamu, Dek. Abang takut istri Abang nanti cemburu sama kamu. Biarlah seperti ini dulu, ada waktunya nanti Abang nikah.''
Asa tersenyum lalu menggenggam tangan Adam, ''Abang nggak perku khawatir perihal kasih sayang. Nanti, kalau ada perempuan baik menurut Abang, lamarlah. Percayalah, perempuan baik ajan menyayangi keluarga kita. Asa takut kalau nggak Asa nanti Abang gimana? Yaudah kalau giu Asa mau ke tempat Mama dulu.''
''Abang jangan capek-capek kerjanya jangan lupa makan tepat waktu walaupun jadwal operasi padat. Asa nggak mau lihat Abang sakit.'' ucapnya.
''Asa boleh peluk nggak?'' lanjut Asa.
Adam terkekeh mendengar penuturan Adiknya itu dengan gemas ia mengecup kening Asa.
''Apa sih yang nggak untuk Adik manisnya Abang ini ... '' gemas Adam lalu membawa Asa dalam pelukannya.
Di dalam dekapan Adam, Asa tersenyum seraya mendusel-duselkan wajahnya di dada bidang Adam, ''Asa sayang banget sama Bang Adam, Papa dan Mama.'' ucap Asa pelan.
Adam tersenyum seraya mengusap kepala Asa yang di baluti hijab berwarna putih, ''Abang juga sayang ... Banhet sama Asa, Mama dan Papa. Kalian adalah segalanya bagi Abang, kalian denyut nadi Abang dan jangan pernah tinggalin Abang.'' ucap Adam lalu mengecup lama puncak kepala Asa sebelum melepas pelukan mereka.
''Asa sayang Bang Adam kalau gitu Asa pamit dulu, Abang jangan lupa makan tepat waktu jaga kesehatan juga. Asa ke tempat Mama dulu nanti zuhur Asa sholat di rumah aja.'' pamit Asa mencium punggung tangan Adam.
''Iya ... iya Asa juga jangan telat makan, nanti pulangnya hati-hati loh, Dek.''
Asa mengangguk, ''Assalamualaikum ... '' salam Asa sebelum berlalu.
''Waalaikumsalam ... '' jawab Adam lalu berjalan menuju meja kerjanya.
***
Asa mengusap tangan sang Mama ketika sang Mama meresponnya dengan gerakan pelan jarinya.
''Mama kapan bangun? Mama nggak capek tidur terus? Mama nggak kangen sama Asa, Bang dan Papa? Ayo bangun, Ma. Asa kangen masakan Mama. Asa takut nggak bisa rasain masakan Mama lagi.'' keluhnya dengan menahan air matanya agar tak jatuh.
Ia merogoh slingbagnya lalu menaruh selembar kertas di laci meja samping brankar Lita.
''Kalau Mama bangun jangan lupa baca surat sayang dari Asa.'' ucapnya lalu memeluk Lita erat menumpahkan air mata dan segala keluh kesahnya selama ini.
Ia melepas pelukannya lalu mengecup lama kening sang Mama lalu mencium bolak balek punggung tangan dan telapak tangan sang Mama lalu terakhir mencium lama punggung tangan Lita.
''Asa bangga lahir dari rahim Mama, makasih udah besarin Asa. Asa sayang Mama, Asa pamit ya udah adzan Ashar, mau sholat di rumah. Mama cepet bangun. Yaudah kalau gitu Asa pulang dulu, assalamualaikum ... '' salam Asa lalu mencium pipi kanan dan kiri sang Mama.
o0o
KAMU SEDANG MEMBACA
ASA (Lengkap/TERBIT)
Teen FictionAsa menatap sendu sang Mama, perlahan tangannya menggenggam Lita sang Ibunda. "Asa lelah, Ma. Seperti halnya nama Asa, yang berarti harapan. Asa memiliki satu harapan untuk Mama. Asa pengen Mama bangun dari koma, di saat Asa sedang putus asa dan yan...