10

195 8 0
                                    


_________________________________________________
Tandai typo

Kini ruang UKS sudah di penuhi oleh para sahabat Asa, tak lupa juga Kafi dan Uguy juga berada disana.

"Lo sakit apa sih, Sa?" khawatir Kafi menatap sendu Asa yang terbaring lemas di atas brankar UKS.

Dengan telaten, Ifa mengelap bercak darah di hidung Asa. "Gue jadi khawatir sama Asa. Sebelumnya, gue udah pernah lihat Asa mimisan, gue kira mungkin karena dia sering di bawah terik matahari sebagai akibatnya." celetuk Laras.

"Kok lo baru ngomong!" ngegas Tria.

Ririn menyentil kening Tria, "Suara lo, Soibah!" sarkasnya di balas delikan dari sang empu.

Uguy membuang napasnya kasar, "Lo pada bisa diem gak sih!"

Tria dan Ririn meringis ngeri melihat ekspresi Uguy yang marah.

Brak!

Pintu ruang UKS di buka dengan kasar. Jelas saja mereka semua terlonjak kaget yang ternyata ulah Hikam.

"Hosh hosh hosh, gimana hosh keadaan Asa?" tanya Hikam dengan napas terengah-engah.

Uguy menggeplak kepala Hikam, "Lo ngapain banting pintu hah!" marah Uguy menatap tajam Hikam. Nyali Hikam ciut kala di tatap Uguy seperti itu.

"Sorry ... " ucap Hikam lalu beralih menatap Asa yang sedang terbaring lemah dengan mata terpejam.

Mereka semua hanya memutar bola mata malas mendengar ucapan Hikam.

"Asa?" gumam Lara kala melihat jari-jemari Asa mulai bergerak, dan kini kelopak mata gadis itu perlahan mulai terbuka.

"Asa? Sa?" panggil Kafi khawatir.

Asa menatap sekelilingnya, dan matanya terpaku kala melihat Kafi yang menatapnya penuh rasa khawatir.

"Apa ada yang sakit?" khawatir Laras. Asa memutuskan pandangannya pada Kafi lalu menatap Lara kemudian menggeleng pelan.

"Kita pulang aja ya?" celetuk Uguy menatap Asa lembut.

"Iya, sebaiknya lo pulang aja, biar gue anter." timpal Hikam.

"Biar kita yang minta izin ke guru piket, Sa." sela Tria dan Ririn.

Asa menggeleng lemah lalu merubah posisinya menjadi duduk. "Lo mau apa, Sa? Biar gue belikin." ucap Fani yang di balas gelengan dari sang empu.

Fani menghela napas lelah. "Mau gue anter ke kantin?" tawar Lara.

Asa menggeleng, "Kelas."

Para sahabat Asa mengerti lalu mengangguk. Hikam mengerutkan kening, tak mengerti dengan maksud Asa.

Kafi dan Uguy diam, menyaksikan Lara dan Fani yang membantu Asa berjalan menuju kelas.

Kafi memandang sendu Asa, 'Lo sakit apa sih, Sa? Ini ketiga kalinya gue lihat lo mimisan. Gue ngerasa itu bukan hal wajar.' batin Kafi menatap sayu kepergian Asa dkk, Uguy dan Hikam.

***

Asa mengendarai motor sport milik Galang dengan kecepatan pelan. Awalnya tadi para sahabatnya memaksa untuk mengantarkannya pulang mengingat keadaannya yang masih belum pulih. Tapi Asa tetaplah Asa yang kuat pada pendiriannya. Alhasil para sahabatnya hanya mengiyakan dengan pasrah.

Tak lama kemudian Asa sampai di kediaman Albiru. Asa memarkirkan motornya di garasi kemudian ia memasuki rumah menuju kamarnya.

Rumah terlihat sepi, sepertinya para pekerja rumahnya sedang berbelanja.

Asa menaruh tasnya di samping meja belajar lalu mengganti pakaiannya menjadi pakaian rumah.

Drrt! Drrt! Drrt!

Atensi Asa beralih ke arah ponselnya yang bergetar di atas meja belajarnya. Asa menatap layar ponsel itu yang tertera nama Adam si penelepon.

"Assalamualaikum, Dek. Udah pulang?" ucap Adam di seberang sana.

"Waalaikumsalam warrohmatullah hiwabarokatuh. Udah Bang, baru aja."

"Ooh syukurlah. Oiya, Abang lupa bilang sama kamu, kalo hari ini Abang udah mulai kerja di rumah sakit tempat Mama di rawat."

"Alhamdulillah kalau udah kerja, jadi ntar bisa minta traktiran jajan banyak nih." goda Asa di balas kekehan Adam di seberang sana.

"Siap Tuan Putri! Yaudah, kalau gitu Abang cari nafkah dulu ya? Assalamualaikum ... " salam Adam lalu mematikan telepon setelah Asa menjawab salamnya.

Asa memakan silverqueen yang di berikan Ikmal kemarin. "Kok gue lupa ya pagi tadi mau bawa ini untuk mereka, " gumam Asa menatap silverqueen di tangannya.

Padahal, ia sudah berencana untuk membagikan silverqueen itu untuk para sahabatnya. Akibat tadi pagi ia terburu-buru, jadilah ia melupakan rencananya.

Asa menajamkan pendengarannya kala tak sengaja ia mendengar suara pintu utama di buka. Kemudian ia bernapas lega kala mendengar suara Mbak Olis dan Bik Tira yang sepertinya baru pulang dari pasar.

Asa membaringkan tubuhnya karena merasa lelah. Rasa pusingnya pun kini sudah hilang. Ia menatap figura yang berada di atas meja belajarnya, terlihat di figura itu ia terlihat sangat bahagia di samping Kafi.

"Udah hampir tiga tahun gue masih belum bisa lupain lo, Fi. Sampe gue bingung sama perasaan gue sendiri. Perasaan gue perlahan memang perlahan mulai memudar tetapi aku masih bingung dengan perasaan ini sendiri." gumam Asa menatap sayu figura itu.

"Gue nggak cinta lo, tapi gue belum bisa lupain dengan segala kenangan yang pernag kita lalui bersama. Cara kita berpisah mungkin baik, dan sebenarnya tidak menyakiti gue. Tapi, setelah gue tau alasan kita putus, itu yang buat gue kecewa dan sakit." jeda Asa lalu bangkit untuk meraih figura itu.

Asa kembali ke kasurnya lalu membaringkan kembali tubuhnya, "Gue nggak pernah nyesel pernah kenal lo. Karena, adanya lo di masa lalu buat gue menjadi sekarang ini. Rasa kecewa itu membuat gue bangkit untuk lebih mementingkan suatu hal yang harusnya gue prioritaskan demi masa depan gue."

Asa menghela napas lelah lalu menaruh figura itu di atas nakas samping kasurnya. "Besok kultum, gue mau ambil judul apa ya? Tapi, kan gue nggak bisa kultum." dengus Asa.

Asa merubah posisinya menghadap figura di atas nakas, "Nggak tau deh sebahagia apa perempuan yang bakal sama lo nanti. Pasti perempuan itu bersyukur banget milikin lo," gumam Asa sebelum rasa kantuk menyerangnya dan membuatnya terlelap.

~••~

ASA (Lengkap/TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang