22

356 13 4
                                    

Tandai typo
_______________

Saat ini Asa mengendarai motornya dengan pelan di bagian pinggir jalan seraya berzikir. Seperti biasa, setiap mengendarai ia akan berzikir atau bershalawat.

''Ponsel tadi udah di masukin tas belum ya?'' gumamnya mencoba mengingat-ingat apakah ia sudah memasukan ponselnya ke dalam slingbag atau meninggalkannya di atas meja samping sofa ruang kerja Adam.

Di sisi lain Adam menatap ponsel Asa yang tertinggal di ruangnya, ''Ini ponsel Asa? Kok bisa ketinggalan coba. Nanti aja deh aku bawak pulang.'' gumamnya lalu keluar dari ruang kerjanya.

Kembali kepada Asa yang sedang mengendarai motornya dengan berdzikir kini ia sudah ingat jika ponselnya tertinggal di meja samping sofa ruang kerja Adam.

TIN! TIN! TIN!

Suara Klakson dari arah belakang mengagetkan Asa membuatnya sedikit oleng namun dengan segera ia menetralkan rasa kagetnya.

Suara klakson itu semakin nyaring bunyinya lalu ia melihat ke arah spion. Spontan matanya membulat kala melihat truk beemuatan 60 ton itu melaju cepat ke arahnya.

''AWAS MBAK REMNYA BLONG!'' teriak seorang wanita di sebrang sana.

Asa dengan segera membelokkan stang motornya ke arah lain. Namun ...

BRAK!

Naas, semua sudah terjadi dan sudah menjadi suratan takdir dari yang maha kuasa.

Asa beserta motornya terserempet truk yang melaju kencang itu membuatnya terluka parah hingga wajahnya cantik kini tertutupi oleh darah karena ia terseret dengan wajah sebelah kanan menyentuh aspal akibat gamis yang di gunakannya tersangkut bagian motor.

Motor kesayangannya kini sudah benar-benar remuk terlindas truk bermuatan 60 ton itu, tak ada yang bisa di selamatkan atau di perbaiki, melihat motor itu benar-benar hancur.

Semua orang di sana berteriak histeris melihat kejadian naas tersebut. Orang-orang kini mulai mengerumuninya.

Dari kejauhan Alzan yang baru pulang ziarah menatap kaget melihat kecelakaan tersebut banyak orang yang membantu sopir truk itu dan ada banyak orang lagi yang berkerumung di tengah jalan.

Alzan keluar dari mobilnya lalu berjalan ke arah truk itu ia melihat sejenak ke arah sopir yang di bantu oleh warga di sana.

Kemudian ia berjalan pelan ke arah kerumunan orang dengan ekspresi penasaran. ''Maaf misi sedikit, Pak.'' ucap Alzan membelah kerumunan itu.

''Astaghfirullah! Asa!'' histeris Alzan melihat Asa yang berlumuran darah di bagian kepala dan pipinya. Kini warna hijab yang awalnya putih itu berubah warna darah.

''Masnya kenal sama adik ini?'' tanya seorang bapak-bapak.

Alzan mengangguk lalu berjongkok di depan Asa dan seorang ibu yang memangku kepala Asa.

''Ambulance sebentar lagi akan tiba,'' celetuk seorang wanita.

''Asa? Dengar saya?'' tanya Alzan dengan suara bergetar.

Dengan mata bergetar disertai perih Asa menoleh ke arah Alzan yang menangis menatapnya.

''A-Asa titip salam say-yang un-tuk Ma-ma ... Pa-pa d-dan Ba-Bang Ad-am.'' lirih Asa dengan suara bergetar.

Alzan menggeleng kuat mendengar ucapan Asa, ''Kamu bisa sampein langsung semua akan baik-baik aja, kamu jangan bicara dulu ya?'' desak Alzan merasa takut.

Asa tersenyum mendegar ucapan Alzan. ''G-Gus Al, to-tolong b-bimbing As-sa.'' lirih Asa pelan dengan suara terputus-putus.

Mata Alzan terpejam kuat mendengar permintaan Asa. ''G-Gus ... '' lirih Asa sangat pelan.

Alzan membuang napas nya perlahan lalu menguatkan hatinya menatap Asa yang tersenyum dengan darah yang terus mengalir di bagian kepala, wajah dan bagian lainnya.

"Ikutin saya, Ya? Ayshadu An-la ilaha illallah ..."

"Ayshadu An-la ilaha illallah ... " lirih Asa.

"Wa Ayshadu Anna Muhammada Rasulullah."

"Wa-Wa Ayshadu An-na Mu-muhammada Rasulul ... lah ..." ucap Asa sangat pelan sebelum akhirnya ia menghembuskan napas terakhirnya.

Orang-orang disana menangis terharu melihat kejadian itu dan senyum Asa dengan mata terpejam dan raga nya yang penuh darah, sedangkan nyawa sudah pergi dari raga itu.

Alzan menunduk membuat air matanya jatuh dengan bebas, ia bukan lah pria cengeng namun melihat perempuan yang selama ini ia langitkan namanya kini hanyalah tinggal kenangan tanpa ada kesempatan untuk ia miliki, kini semua angan-angan yang ia rangkai hanyalah tinggal angan-angan saja.

Asa yang ia bayangkan berdiri di belakang sebagai mamumnya kini hanya tinggal angan saja.

''Pergilah dengan tenang, Nak.'' ucap wanita yang memangku kepala Asa.

Semua warga yang ada di sana menangis haru menatap jenazah Asa yang pergi dengan senyuman manis yang terpatri di wajahnya.

Alzan menangis dalam diamnya lalu menelpon Adam untuk mempersiapkan segalanya di sana.

Ia tak mengatakan siapa yang kecelakaan, ia hanya menyuru Adam mempersiapkan segalanya di sana.

Mau tak may Adam menuruti permintaan sahabatnya itu walau sedari tadi ia terus merasakan perasaan ceman dan tak nyaman dalam hatinya.

o0o

ASA (Lengkap/TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang