4

216 10 0
                                    

Mataku terpaku kala melihatmu
Jujur saja, hatiku masi belum menerima
bahwa dirimu kini tak lagi untukku
Asa

__________________________________________________
Tandai typo

"Guys! Gue pulang duluan ya!" pamit Asa pada para sahabatnya.

Saat ini Asa dan para sahabatnya sedang berada di parkiran sekolah. Parkiran terlihat sangat ramai, mengingat bel pertanda pulang berdentang baru lima menit yang lalu. Sehingga, banyak para siswa yang berada di parkiran untuk mengambil kendaraan mereka masing-masing.

"Hati-hati, Sa!" balas para sahabatnya.

Asa mengangguk lalu memakai helmnya kemudian melajukan motor kesayangannya yang berjenis Vespa matic bewarna biru langit itu.

Tanpa sengaja, matanya terpaku kala melihat Kafi yang berjalan dengan coolnya kearah yang berlawanan padanya. Sepertinya, pemuda itu tidak mengetahui dirinya.

Asa kembali mempokuskan pandangannya pada jalan raya. Kemudian melajukan motornya dengan kecepatan normal, ia melajukan motornya menuju salah satu Rumah Sakit swasta yang berada di kota ini.

Sesampainya di rumah sakit, ia memarkirkan motornya di parkiran khusus roda dua. Setelah memarkirkan motornya. Ia berjalan menuju ruang rawat Lita, yaitu sang Mama yang sedang terbaring koma selama 4 tahun lamanya di brankar Rumah Sakit ini.

Langkah Asa terhenti kala melihat seseorang yang dikenalnya, ia tersenyum sambil sedikit membungkukkan badannya setelah orang itu berada di hadapannya.

Orang itu tersenyum simpul melihat tingkah Asa.

Asa menurunkan pandangannya, ia tidak berani menatap orang itu. Karena sosok yang ada di hadapannya ini adalah seseorang yang bukan muhrim baginya.

"Gus Alzam kok ada disini? Siapa yang sakit, Gus?" tanya Asa.

Alzam Rayyan Faidan, akrab di sapa Alzam. Ia adalah seorang Gus di pondok pesantren Al Karim, sekaligus sahabat Adam, Abangnya Asa. Pesantren tersebut berada tak jauh dari rumahnya. Pondok pesantren Al Karim cukup terkenal di kalangan masyarakat, bahkan para santrinya banyak berasal dari luar kota, kabupaten bahkan provinsi.

Tepat dua bulan yang lalu pemuda itu baru saja menyelesaikan kuliahnya di mesir, dan kini ia memilih berprofesi sebagai guru di pesantren milik Abinya.

Pondok pesantren ini di bangun oleh Kakek Gus Alzam 48 tahun yang lalu. Orang tua Gus Alzam bernama Abi Daud dan Umi Sanum.

Gus Alzam juga memiliki Kakak laki-laki bernama Hanif Fatan El Amin, yang sudah berkeluarga dan juga di karuniai anak. Istri Gus Hanif bernama Sifa Arsana, dan anaknya bernama Ibad El Fatih yang berumur satu tahun.

"Umi. Sakit lambungnya kambuh." jawab Gus Alzam.

Asa mengangguk, "Boleh Asa jenguk Umi Sanum? Asa udah lama nggak ketemu sama Umi," ucap Asa.

Alzam mengangguk, "Boleh kok. Umi ada di ruangan 14 Al Kahfi, kebetulan cuma ada Mas Hanif dan Anak juga istrinya disana."

Asa mengangguk, "Terimakasih, Gus. Ngumung-ngumung, Gus mau nangdi?" tanya Asa ngelantur.

Gus Alzam yang mendengar itu terkekeh pelan kala mendengar penuturan Asa yang so-soan bahasa jawa.

"Saya mau keluar sebentar," jawab Gus Alzam.

"Oo ... begono ya? Yaudah, Asa mau ke ruangan Umi dulu. Mari Gus Alzam, Assalamualaikum Warrohmatullah hiwabarokatuh. " ucap Asa.

"Waalaikumsalam Warrohmatullah hiwabarokatuh," ucap Gus Alzam seraya menatap punggung Asa yang mulai menjauh darinya.

"Astagfirullah ... " ia menggelengkan kepalanya kuat setelah sadar apa yang dilakukannya barusan dosa kemudian berlalu keluar kawasan Rumah Sakit.

***

Setelah Asa menjenguk Umi Sanum, ia berjalan menuju ruang inap sang Mama. Perlahan ia membuka pintu itu.

"Assalamualaikum Warrohmatullah hiwabarokatuh, Ma ... Asa dateng ... " lirih gadis itu menatap sendu sang Mama.

Asa menggenggam tangan Lita, "Ma? Asa rindu ... banget sama Mama. Ayo dong Ma bangun, Mama gak rindu ya sama Asa? Mama gak rindu sama Papa? Kasian Papa di rumah jomblo mulu."

'Berasa berdosa banget gue jadi anak' batin Asa mengingat akhir ucapannya barusan.

Perlahan air mata Asa luruh, sekelebat kenangan indah bersama sang Mama berputar di atas kepalanya.

"Ma? Asa mau curhat. Kalo Asa masih sulit lupain dia. Asa benci, terus dan terus saja kepikiran dia. Di ingatan Asa cuma ada dia, dia, dia dan dia. Asa bosen, Ma. Tapi ya ... udahlah, lupain sejenak." cerocos Asa.

"Ma? Kalo Asa boleh egois, Asa pengen dia disini sama Asa. Bukan untuk waktu yang singkat tapi untuk dua waktu, waktu di dunia, dan waktu di akhirat kelak." Asa menarik napasnya dalam, lalu membuangnya perlahan.

Asa menopang dagunya, "Tapi, Asa nggak mau dia, Ma. Asa masih sayang sama dia, tapi terkadang Asa gak mau sama dia, dan terkadang Asa sangat menginginkan dia. Ternyata, perasaan Asa masih selabil itu ya, Ma?"

''Tapi perlahan perasaan Asa mulai redup, dan kenangan bersamanya banyak yang udah mulai terkikis.'' Asa membuang napas perlahan lalu mendongak ke langit-langit ruangan seraya memejamkan matanya. ''Maafkan hamba Ya Allah, hamba tau ini semua salah ... '' lirihnya.

~••~

ASA (Lengkap/TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang