Chapter|11

4.5K 594 16
                                    

"Dengar Chad. Satu-satunya cara agar kau bisa selamat hanya dengan memberikan jawaban yang diinginkan kejaksaan selatan" ujar sang gadis.

Chad berdiri terpaku, menelan kasar ludahnya sendiri.

"Apa maksudnya Riya? Katakan pada baba nak" pinta Saif Pasya yang tampak gusar.

Sang gadis menoleh pada mertuanya.

"Baba, mereka mengincar posisi Jaksa Agung. Cuma nama satu orang yang diinginkan kejaksaan selatan" balas gadis itu.

Mulut Saif Pasya menganga. Dia baru mengerti, sekarang benar-benar tak ada yang bisa sang otoriter lakukan. Tak peduli berapa banyak uang yang mereka miliki, tak mungkin bisa mengeluarkan putranya dari lingkaran permainan politik itu. Sang otoriter satu-satunya yang mengerti ucapan cucu bungsu house of Kamal. Anggota keluarga lain hanya terdiam dan membeku dalam kebingungan.

Riya Humeera balik menoleh kembali pada Chad dan menatap tajam.

"Kau mengerti kan Chad, nama siapa yang harus keluar dari mulutmu?" ucap sang gadis.

"Kau ingin aku mengkhianati Abiyasa, Riya?" tanya putra ketiga itu dengan wajah memucat.

"Iya, kecuali kau mau keluarga kita terseret dan mendekam dalam penjara. Ini tentang human trafficking. Bukan pesta seks dan narkoba biasa yang kalian lakukan selama ini! Laporan kasus ini langsung dikirim ke istana, saudaraku" balas sang gadis tegas.

Kali ini Serena yang meradang mendengar ucapan Riya Humeera.

"Apa maksud tuduhanmu, Riya?" teriak perempuan itu.

"Diam" bentak Saif Pasya pada Serena yang dia pikir buang-buang waktu dengan marah untuk saat ini.

Riya Humeera tak peduli. Dia masih menatap tajam pada Chad, menunggu kata iya dari putra ketiga keluarga Pasya itu.

"Lagipula, bukankah memang benar dia pemilik sebenarnya Night of Wall? Kau dan teman-teman yang lain hanya tamu. Temanmu itu hanya akan mendekam dalam penjara mewah, saudaraku" ujar sang gadis.

"Lakukan apa kata istri abangmu, Chad" perintah Saif Pasya tegas.

Chad mengangguk pelan, dia pasrah. Air mata sudah mengalir di kedua pipi Serena, perempuan itu merasa dikhianati sang suami yang bersenang-senang di luar dengan pesta liar selama ini. Perempuan itu duduk lesu di kursi pada ruang makan mewah yang mendadak menjadi sedingin ruang peradilan.

"Jangan mengatakan apapun di hadapan penyidik kepolisian. Bersabarlah..kalian akan segera dipindahkan ke kejaksaan. Kau mengerti maksudku kan, Chad?" ujar sang gadis mengakhiri.

"Baiklah, Riya" balas laki-laki itu pelan.

Bertepatan dengan itu dua petugas polisi masuk kembali ke dalam ruang makan megah kediaman Saif Pasya. Mereka tak lagi bisa menunggu. Mereka membawa Chad, tanpa surat perintah penangkapan dan tanpa borgol.

"Baba, kirimkan pengacara keluarga kita pada Chad. Katakan pada mereka agar menegaskan kalau Chad hanya datang sebagai saksi. Media sudah berada di kepolisian dan kejaksaan sejak kemarin, baba" pinta sang gadis pada mertuanya.

"Baiklah nak" ujar sang otoriter, masih penuh kegusaran.

Seisi ruangan kemudian hanya bisa terdiam. Tak satupun kata keluar dari mulut mereka. Suara dering telpon genggam Riya menghentikan kesunyian dalam ruang makan itu. Sang gadis menerima panggilan dengan wajah datar. Cucu bungsu house of Kamal itu tersenyum sinis setelah mendengar suara seseorang di seberang sana.

"Arif Rahmawan, dengar baik-baik. Kalau sebegitu mudah memberikan posisi padamu dan atasanmu itu, sesungguhnya lebih mudah lagi bagi kami mengambilnya kembali. Pastikan saudaraku pulang dan makan malam di rumah besok, kau mengerti?" gertak sang gadis.

House of KamalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang