Chapter|26

4.3K 546 16
                                    

Riya Humeera mengerjapkan mata indahnya berkali-kali kala terbangun. Sang gadis bangkit, sedikit tertatih walaupun tubuhnya tak lagi terasa begitu sakit. Dia menggelung rambut dan duduk di pinggiran ranjang tidur kamar inap ekslusif itu. Riya baru saja berdiri dan meneguk segelas air saat pintu kamar inapnya dibuka dengan kasar, menimbulkan bunyi menutup keras. Sang gadis meletakkan gelas dan menoleh dengan cepat, hendak memprotes dokter atau perawat yang datang dengan sikap tak sabaran.

Mata Riya melebar saat melihat yang datang justru sang suami. Seseorang yang paling ingin dia temui sejak keluar dengan selamat dari badan pesawat yang tergelincir dan mengeluarkan asap pagi tadi.

Arav berdiri di depan pintu yang baru saja menutup dengan wajah penuh kekhawatiran. Nafas laki-laki itu memburu dan bola matanya bergerak begitu cepat. Sulung keluarga Pasya itu berjalan dengan langkah-langkah lebar mendekati istrinya.

Dia meraih kedua lengan Riya, menyusuri setiap bagian tubuh perempuan itu dengan mata untuk memastikan kalau gadis bermata kelincinya tak terluka sedikitpun.

Arav menangkup wajah istrinya kemudian. Dia menarik sang gadis mendekat dan menatap lekat mata Riya Humeera yang masih terkejut karena kedatangannya.

"Aku benci padamu, Humeera. Aku sangat membencimu akhir-akhir ini" keluhnya lirih.

Nafas sulung keluarga Pasya yang belum beraturan menyapu seluruh wajah istrinya.

Sang gadis memejamkan mata. Dia mengangguk pelan kala suaminya membisikkan kata-kata itu tepat di depan wajahnya.

"Baguslah, Arav. Lebih baik bagi kau kalau mem..." ucapan pelan sang gadis terputus.

Sang gadis tak lagi bisa meneruskan kata-kata karena bibirnya dibungkam dengan pagutan bibir sang suami. Laki-laki itu melumat bibir indah sang istri yang telah lama didambakannya, masih dengan sisa-sisa nafas yang memburu karena berlari dengan sangat cepat. Sang gadis tersentak saat merasakan ciuman di bibirnya. Mata indah yang tadi membuka karena kaget lambat laun menutup, kala ciuman semakin dalam dan lembut. Tangan Arav berpindah, menarik pinggang dan tengkuk istrinya dan mengeratkan pelukan tubuh mereka.

Sang gadis tak kuasa untuk menolak. Dia pun merindukan dan menginginkan suaminya. Perempuan itu mengesampingkan perasaan takut kalau suaminya suatu saat akan bernasib sama dengan orang-orang yang ditinggalkan koleganya dan membalas ciuman laki-laki itu.

Kedua tangan sang gadis meremas erat lengan kemeja Arav saat bibir mereka saling bertautan dan menyesap rasa satu sama lain. Pasangan suami-istri itu lupa diri.

Mereka saling mengulum, mengisap, dan membelai. Mereka larut dalam ciuman intim nan panjang yang telah lama keduanya impikan. Dua insan itu saling menatap saat pagutan bibir mereka terlepas, sebelum kembali mendekat dan saling mencumbu.

*

Glen yang menyusul sahabatnya menuju ruang inap yang terletak paling atas di gedung rumah sakit itu spontan berhenti di depan pintu. Sang asisten menganga dan berbalik cepat, melihat kemesraan yang terjadi di dalam sana.

Glen mondar-mandir kemudian di depan ruang inap VVIP, didera dilema haruskah dia pergi atau berjaga dan memastikan tak seorang pun menggangu momen mesra nan intim pasangan suami-istri itu. Untungnya Glen tetap tinggal di depan kamar inap itu. Tak berselang lama, seluruh anggota keluarga Pasya berdatangan. Mereka bergegas untuk melihat kalau sang menantu kesayangan baik-baik saja.

Langkah mereka dihadang asisten sang sulung.

"Kenapa kau berdiri macam satpam? Minggirlah, Glen. Kami ingin menjenguk Riya" pinta Ben pada asisten sang abang tertua.

"Lebih baik kalian datang nanti" pinta Glen cepat, penuh permohonan.

"Jangan bercanda, minggirlah cepat" Ben menerobos.

House of KamalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang