Chapter|24

3.9K 496 4
                                    

Riya Humeera baru saja memarkir mobil tuanya di halaman rumah sang suami. Hari sudah malam, makan malam pun sudah pasti berakhir sejak tadi. Seharian dia di markas, mencoba memupuk informasi sebanyak-banyaknya.

Dari beberapa kolega yang juga datang hari itu, tak satupun membicarakan tentang email. Itu artinya dia mungkin satu-satunya yang mendapat email itu dari sang officer. Kecuali jika ada agen lain yang mendapat email yang sama tetapi berpikiran serupa dengannya.

Dia pun kemudian ikut mengunjungi istri Orion, sang officer yang gugur saat bertugas. Hatinya pilu melihat keadaan perempuan yang tengah mengandung tiga bulan itu.

Riya Humeera termenung lama di halaman kediaman megah suaminya.

Entah insting aneh ini menyerangnya sejak berita kematian Orion. Perempuan itu merasa kematian sang officer tak wajar. Terlebih lagi dia menghilang selama tiga bulan sebelum ditemukan. Padahal dia baru saja mendengar berita kehamilan sang istri. Laki-laki itu pun bertugas di negara yang tak bergejolak sedikitpun, dengan tugas tak begitu berbahaya. Namun faktanya Orion kembali hanya tinggal tulang belulang, meninggalkan istri tercinta dan calon anak mereka.

Bungsu House of Kamal itu berjalan masuk ke dalam rumah sang suami dengan langkah-langkah berat. Dia menemukan suaminya tengah duduk di sofa kamar mereka, dengan kaki dan tangan menyilang. Laki-laki itu menatap tajam begitu istrinya masuk. Sang suami tampak tengah menunggu kedatangan dirinya. Sang gadis bersandar pada pintu, membalas tatapan suaminya dari jarak beberapa meter. Sungguh, hatinya sakit kala melihat laki-laki itu dan dia sadar kalau dia mencintai suaminya.

Arav bangkit dan berjalan pelan, mendekat pada sang istri yang masih setia menyandar pada permukaan pintu kamar mereka. Dia berhenti tepat di hadapan istrinya yang mendongakkan kepala dan dengan intens menatapnya.

"Dari mana?" tanyanya.

Arav merasa dia telah melanggar setiap batasan dalam pernikahan mereka. Maka sekedar pertanyaan seperti saat ini bukan lagi hal besar. Dia bertanya-tanya kemana sang istri pergi karena tak menemukan perempuan itu sepulang dari kantor. Bahkan hingga waktu makan malam tiba. Hari ini dia membawa Glen, takut kalau mereka masih canggung karena ucapan dirinya tadi pagi.

Gadis bermata kelincinya tak menjawab, untuk waktu yang lama. Perempuan itu sebaliknya justru mengulurkan tangan, membelai lembut dalam diam setiap bagian wajah suaminya.

Belaian sang gadis lambat laun jatuh ke leher, pundak, hingga punggung. Arav memejamkan mata, merasakan setiap sentuhan istrinya.

Laki-laki itu membuka mata saat dirasakannya sang gadis mendekat dan memeluk tubuhnya, dengan tangan setia mengelus punggung lebarnya.

Dia menemukan mata sang gadis menatap lekat padanya. Mereka saling menatap dalam diam, hingga terdengar desah resah dari bibir sang istri.

"Berjanjilah, kau tak akan pernah jatuh cinta padaku. Kita menikah bukan untuk saling mencintai" pinta sang gadis dengan suara parau.

Arav serasa ditampar dengan permintaan istrinya. Dia tak paham arti dari semua ini. Tatapan mata dan sentuhan gadis itu seolah menampakkan kalau perasaannya tak bertepuk sebelah tangan. Tapi kata-kata dari mulut istrinya mengatakan hal yang sebaliknya. Raut muka sang gadis penuh dengan kegundahan dan penegasan di waktu yang bersamaan. Seolah cinta dari laki-laki itu begitu membebani dirinya. Arav melepas tangan sang gadis di punggungnya, sedikit mendorong tubuh istrinya hingga kembali bersandar pada pintu. Sulung keluarga Pasya itu berbalik dan berjalan cepat meninggalkan istrinya, sebelum kembali menoleh.

"Kau keterlaluan, Humeera" gertaknya.

"Aku hanya mengingatkan arti pernikahan kita, Arav. Apa kau sudah lupa?" balas sang gadis.

House of KamalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang