Chapter|20

4.4K 553 1
                                    

Arav tak bisa sedikitpun tertidur setelah mendengar ucapan istrinya pada para paman dan bibi mengenai kematian baba dan mama sang gadis. Dia tahu kalau percakapan dini hari di ruang kerja sang eyang, sarat akan luka bagi istrinya.

Laki-laki itu kembali ke ruang kerja Husein Kamal setelah subuh, tak mau lagi keduluan siapapun menemui sang istri hari ini. Dia mengetuk pintu dan masuk begitu saja setelah mendengar sahutan suara gadis bermata kelincinya dari dalam. Istrinya itu sedang berdiri menatap keluar jendela, dia menoleh saat sadar kalau Arav yang datang dan tersenyum tipis.

"Kau tak istirahat sedikitpun, Humeera" keluh laki-laki itu begitu menutup pintu.

Gadis itu hanya menggeleng pelan, seolah meminta sang suami untuk tak khawatir.

Arav mendekat, berdiri tepat di hadapan Riya Humeera yang tampak sangat lelah. Paling tidak dia baru saja melihat senyuman, bukan lagi wajah emotionless istrinya seperti hari kemarin.

"Kau pasti menungguku pagi kemarin. Maafkan aku, Arav" ujarnya pelan.

Pesawat yang ditumpangi Riya Humeera baru saja mendarat dengan selamat saat dia mengirimkan suaminya pesan agar menunggu dirinya pulang dan sarapan bersama. Selain bertemu Arav, sang gadis tak terpikir hal lain setelah menyelesaikan liburannya. Perempuan itu begitu antusias, menyeret cepat koper hitamnya menuju parkiran. Sang gadis baru saja memasang sabuk pengaman saat pesan mengabarkan eyangnya, penguasa dan pelindung dirinya itu berpulang dengan tenang pagi itu.

Riya Humeera membatu untuk waktu yang lama. Bahkan eyangnya yang penuh kuasa pun menghadapi kematian. Tentu, karena sang eyang juga manusia. Hanya saja, begitu sulit untuk diterima oleh sang gadis kenyataan itu. Seolah sang eyang selama-lamanya akan ada untuk Riya Humeera.

Sang gadis kembali pada kenyataan berat yang harus dia hadapi setelah kepergian Husein Kamal. Dia kembali ke dalam bandara, menuju Yogyakarta.

Sarapan pagi dengan sang suami pun batal. Dia harus menahan diri untuk bertemu laki-laki itu dan mengantarkan eyangnya, dengan penuh ketegaran dan keberanian. Sebagaimana pewaris dari house of Kamal.

Arav Pasya tak menjawab. Dia mengulurkan tangan dan mengelus puncak kepala sang istri. Gadis bermata kelinci itu biasanya terkekeh saat diperlakukan seperti itu. Tapi hanya ada wajah penuh kelelahan saat ini. Arav semakin mendekat dan memberikan pelukan, menggerakkan pelan tubuh mereka ke kanan dan kiri. Begitu baba sang gadis melakukannya saat memeluk istrinya itu. Menurut penuturan sang gadis sendiri pada suaminya.

Riya Humeera membalas pelukan hangat suaminya dan menepuk pelan punggung laki-laki itu. Mereka saling memeluk dalam diam, selama beberapa waktu merasakan setiap detak pelan dari jantung. Mereka damai kala hanya berdua seperti saat ini.

"Ya Tuhan, Humeera. Rambutmu bau sekali. Apa mentang-mentang kau cantik, bau pun tak masalah. Begitu pikirmu?" keluh laki-laki itu berbisik.

Terdengar suara tawa kecil tertahan dari gadis mata kelincinya.

"Paling tidak kau mengatakan aku cantik sekarang, suamiku. Aku pikir selama ini penglihatanmu bermasalah, Arav" gumam gadis itu.

Laki-laki itu berdecak pelan sebelum melepaskan pelukan.

"Aku akan mencuci rambutku, tak sanggup aku dengan baunya.. Humeera" ujar Arav menggoda.

Sulung keluarga Pasya itu menggandeng tangan istrinya keluar dari ruang kerja yang baginya menyesakkan, menuju kamar lama sang gadis. Arav mendudukkan istrinya itu dalam bathub kering, berjongkok di belakang sang gadis saat mencuci rambutnya.

Sesungguhnya rambut gadis itu tak sedikitpun berbau, laki-laki itu hanya ingin mencuci rambutnya. Terakhir kali istrinya menyebutkan kalau baba sering mencuci rambut sang gadis dan Arav ingin melakukan itu, menggantikan sosok yang sudah lama tiada dalam hidup istrinya.

House of KamalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang