"Hai Ken."
Hanya disapa begitu, ada denyut aneh di dada Kendra. Nyaris saja dia menjatuhkan map mika saat Pria dengan kemeja hitam yang sudah digulung hingga siku, turun dari mobil dan berpapasan di carport. Menyapa dengan seulas senyum. Setelahnya, berlalu masuk ke dalam rumah, berjalan tanpa menoleh lagi.
Tentu saja tawaran Pak Dahlan tak dianggapnya serius. Masuk kategori basa-basi. Ya kali, tiba-tiba dia merepotkan Erwin, yang berbincang saja belum pernah, lalu tiba-tiba saja menunggunya pulang dan diajak ngobrol panjang lebar, tentang masalah yang mungkin saja sudah tak ingin diingatnya lagi.
Bayu, Pram dan Sigit saling lirik. Mereka sudah berada di luar pagar rumah yang baru saja di tutup Doni.
"Anaknya Pak Dahlan kan?" tanya Sigit penasaran, kenapa Pria itu bisa mengenal Kendra.
"Iya, se—"
"Kenal gak sengaja tapi gak dekat juga, pas bimbingan pertama di rumah ini," Sela Kendra cepat, "ayok ah pulang, magriban dulu di Masjid depan sana ya."
Kendra mengibaskan tangan, naik ke atas scoopy nya, memakai helm. Para cowok tak membahas lagi, hanya mengangguk dan naik motor masing-masing.
"Kenapa sih Ken? Kan emang sepupunya tunangan kamu." tanya Sisil heran, sambil duduk di belakang boncengan.
"Gak enak Sil, takutnya mereka mikir nepotisme, kalau nanti skripsiku lancar jaya. Kan, aku pengennya senasib sepenanggungan sama kalian."
"Kampret."
Kendra tertawa, menyalakan motor matic dan berlalu meninggalkan rumah mewah dan kokoh itu. Tanpa dia tahu, dari lantai atas, ada sepasang mata yang tengah memperhatikannya dari balkon kamar.
Erwin menghela napas besar, begitu motor itu hilang dari pandangan, dia kembali masuk ke dalam kamar, menghempaskan tubuhnya yang lelah di atas tempat tidur, meletakkan lengan kanannya menutup mata.
***
"Alhamdulillah, tinggal nunggu jadwal sidang."
Kendra menghempaskan pantatnya di kursi cafetaria, bukan kantin fakultas yang biasanya jadi tempatnya nongkrong. Cafetaria letaknya lebih tinggi, sejajar dengan perpustakaan kampus yang besar, dari tempatnya duduk, dia bisa melihat lalu lalang mahasiswa yang berjalan hendak menuju gedung perkuliahan.
"Lho?" matanya membelalak tak percaya, melihat Erwin berjalan tergesa sendirian, melewati gedung administrasi, hendak menuju parkiran tamu. Kok dia di sini? Seingatnya, Erwin bukan lulusan kampus ini.
"Minumanmu." Sisil meletakkan teh dingin di meja bundar, kepalanya ikut menoleh, mengikuti kemana arah pandang Kendra.
"Lho, Mas ganteng kok di sini? Habis ngantar Pak Dahlan apa ya?" Sisil ikutan kaget.
Kendra mengangkat bahu. Dia kan juga gak tahu.
"Mungkin."
"Keluarganya Mas Erik emang kece-kece semua ya Ken? Mas Erwin juga cakepnya bikin meleyot, kamu gak gagal jantung gitu pas lamaran kemarin?"
Kendra tertawa, "yang lamaran sama aku kan Mas Erik, kenapa gagal jantung lihat Mas Erwin?"
"Ya kali aja kan? Maksudku, gagal jantung dikelilingi para cowok ganteng pas kumpul keluarga mereka, kayak di film-film."
Lagi-lagi Kendra tertawa, tapi dalam hati, dia menyimpan sebuah tanya untuk dirinya sendiri.
Debaran itu, dia tak tahu, kenapa selalu muncul tiap papasan dengan Erwin, sejak pertama kali bertemu, bahkan hanya dengan mendengar namanya disebut saja ada desiran aneh di hati. Apalagi melihat sosoknya. Apakah ada yang salah dengan hatinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet [Terbit)
RomanceKendra Audrya, mahasiswi Hukum semester akhir yang jatuh cinta pada sepupu tunangannya. Pria yang memiliki selisih usia 11 tahun itu bernama Erwin, si arsitek senior sekaligus mantan buaya yang tobat karena selamat dari kecelakaan maut. Kendra tetap...