27.

19K 2.6K 197
                                    

"Kata Mbak Cindy, semalam Mas gak tidur." Kendra menoleh sekilas pada pria yang berjalan di sisinya. Mencoba terlihat wajar, tak ingin terlihat salah tingkah. Rasanya memang canggung, setelah semalam mereka saling mengakui perasaan masing-masing, meski di halaman parkir rumah sakit, jauh dari kesan romantis. Namun, tetap saja efek sampingnya masih terasa hingga siang begini. 

"He-em, aku coba cari ke beberapa tempat yang mungkin saja didatangi Erik." Erwin berjalan santai, sesekali juga melirik gadis yang berjalan dengan memegang tali tas slempangnya. 

"Satpam apartemen belum kasih kabar?" Kendra menoleh, dan mata mereka bertemu pandang. 

"Belum." 

Hanya sekian detik, setelahnya Kendra mengalihkan pandangan ke depan, pura-pura melihat jalan. 

"Grogi banget ya?" 

"Apanya?" 

"Mukanya merah." Erwin mendahului langkah, berdiri di depannya dan berjalan mundur, supaya bisa memperhatikan wajah Kendra. 

"Apaan sih, jalan model begitu? Nanti jungkel ke belakang  gak lucu ah." Kendra menarik pria itu supaya kembali ke posisi semula, berada di sisinya, malu juga jadi perhatian orang-orang, jelas sekali kalau Erwin tengah menggodanya. 

"Setahu aku, jungkel itu jatuh ke depan deh Ken." 

Kan! Kendra memutar bola mata, malas berdebat hal yang receh seperti ini. Buang-buang energi.

"Menurutku, gak usah nyari Mas Erik deh, dia udah gede." Kendra mengembalikan ke topik utama obrolan, "mungkin dia ngilang karena lagi butuh waktu aja buat menyendiri sebentar, lagian besok senin, kalau dia bolos kerja tanpa alasan yang jelas, pasti kena peringatan dari kantor kan? Apalagi kalau berhari-hari, udah pasti kerjaan dia jadi taruhan, gak mungkin dia mau mengorbankan jabatannya di sana kan?"

"Aku juga mikir begitu." 

"Aku tadi juga kirim pesan ke dia, kalau ponselnya aktif, pasti akan terbaca juga, Mas juga sudah kirim pesan ke dia kan? Mbak Cindy juga sudah kirim pesan." 

"Kamu kirim WA ke dia?" tanya Erwin heran.

Kendra mengangguk. 

"Bukannya akses dia, kamu blokir ya? Udah dibuka?" 

"Udah, ya tadi kubuka, biar bisa kirim pesan." 

"Untuk saat ini, mending kamu blokir lagi saja deh Ken." Mereka berhenti di depan warung nasi padang, Erwin menatap intens. "Bukannya aku cemburu, tapi…. kondisinya agak riskan saja, aku gak mau dia gangguin kamu."

Mati-matian Kendra menyembunyikan sikapnya supaya tetap terlihat wajar, tapi sia-sia, wajahnya jelas gak bisa diajak kompromi. Kata-kata itu membuatnya baper.

"Apaan sih." Kendra memukul lengannya, dan berbalik masuk rumah makan, Erwin menahan senyum geli, mengekor langkah itu. Mereka melihat deretan lauk yang ada di etalase kaca, masih lengkap. Memesan menu sesuai selera, termasuk untuk Cindy dan Mama Kendra.

"Yang Rendang sama Paru goreng satunya makan sini ya Bang, yang dua bungkus. Yang rendang tambahin agak banyak sambal ijonya." Erwin menunjuk tempat sambal hijau. 

"Makan sini?" Kendra mengernyit, Pria disampingnya mengangguk, dan berbisik pelan. 

"Masih kangen kamu, makan di sini saja dulu." Suara itu terdengar menggoda, tepat di bisikkan di telinganya, membuat jantung Kendra berdesir dan merinding.

Dasar buaya! Dicubitnya pinggang Erwin, sampai Pria itu mengaduh kaget, dan menjadi perhatian beberapa orang yang ada di dalam rumah makan. 

"Sadis banget sih??" Erwin menggosok-gosok pinggangnya, terasa panas. Kendra hanya melengos dan memilih meja. Tak menyangka, segenit ini Erwin padanya. Beberapa kepala yang memperhatikan keduanya, hanya senyam-senyum saja, termasuk lelaki yang melayani keduanya, memaklumi tingkah anak muda masa kini, meski ada juga dua wanita yang duduk di meja sudut, menatap dengan iri. 

Bittersweet [Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang