5.

18.5K 2.7K 255
                                    

Kemarin nganggor, jadi rajin publish.
Sekarang back to reality 🤭🤭🤭
Sorry kalau gak double up, tetep ramaikan yaaaaaaaaa sama komen kalian. Aku baca kok.

Lope sekebon.

***
"Ini, kalau kamu saya turunin di depan gang, sebenarnya gak sopan, tapi gimana? Pusing juga, takut nanti Mama sama Papa kamu mikir yang enggak-enggak." 

Kendra, mulai bisa mengendalikan debar jantungnya. Malah sekarang menikmati wajah bingung dari Pria yang berada di belakang kemudi. Menyetir pelan, terlebih, gang rumahnya sudah mulai terlihat, dan sang supir masih bingung memutuskan, mau berhenti atau lanjut.

"Tadi pagi Mas Erwin nganterin saya ke kampus tuh. Papa sama Mama biasa aja." 

"Ya, tadi kan biar kamu gak telat saja, dan saya juga posisi disana, kalau sekarang lain cerita. Ini Erik juga, kenapa ngasih tugas susah bener sih." 

Wajah bingung itu terlihat menggelikan. Erwin sadar, kalau gadis di sebelahnya tidak memberi solusi sama sekali. Malah senyam-senyum memandangi buket yang mati-matian dia cari sebelum kembali ke kampus putih. 

Segitunya, dia cinta sama Erik, padahal cuma buket doang, dititipin pula, tapi sudah senang. Erik sialan! 

"Kamu suka sama hadiahnya?" pertanyaan yang disimpannya sejak tadi akhirnya keluar juga. Sebab, saat di rumah makan, Kendra dengan bangga dan antusias menceritakan bagaimana proses sidangnya. Tak ada sela sedikitpun bagi Erwin untuk bertanya, tentang buket yang dibawanya. Mereka beranjak, ketika makanan habis, dan bergantian duduk dengan pengunjung lain yang mengantri. 

"Suka." 

Damn! Erwin tidak tahu kenapa emosi mendengar jawaban itu, mengingat kalau buket itu bukan Erik yang memilih, tapi dirinya. Sepupu sialannya itu, hanya tinggal nebeng nama. 

"Syukurlah." Hanya itu yang bisa diucapkannya. Sebagai bentuk reward untuk usahanya sendiri yang mencari buket terbaik. 

"Memang Mas Erik minta tolongnya kapan? Pesan Kendra belum terbaca sampai sekarang, kami terakhir komunikasi tadi pagi, saat di meja makan."

Erwin mengerjap, refleks menoleh, menatap Kendra yang masih menunggu jawaban. 

"Tadi pagi?" 

Kendra mengangguk, "Iya, saat Mas Erwin datang." 

"Oh." Erwin menggaruk pelipisnya dengan jari telunjuk. "Sama, pagi juga." terpaksa dia berbohong, tiba-tiba saja perasaannya tak enak. Kembali dia melirik Kendra, yang menatap buket dalam pangkuannya. 

"Itu nanti coklatnya masukin kulkas aja biar awet, bisa dimakan kalau stress." Dia mengalihkan pembicaraan, takut kalau pertanyaan gadis disebelahnya berlanjut. Dia tak siap merangkai kebohongan, terlebih, dia memang tak pandai berbohong, suaranya yang bergetar, akan mudah diketahui.

"Pengennya gak kumakan, habisnya lucu." Kendra masih terus menatap buket itu, begitu mengangkat wajah, dia kaget, menoleh kanan-kiri melihat sekitarnya, "gangnya terlewat ya?" 

"Iya, masih bingung keputusannya apa, lanjut apa terus." 

Kendra tertawa,"lanjut sama terus apa bedanya Mas?" 

Sadar salah omong, Erwin tertawa. "Gini amat jalan sama tunangan orang." 

"Kayak orang lagi selingkuh ya Mas?" 

"Enak saja, saya cuma kurir, dasar Erik."

Kendra tertawa, wajah di sampingnya berubah kesal, dan saat kesal seperti anak kecil yang mengomel. Rasanya menggelikan, meskipun Pria di sampingnya terus-menerus menekan kan kata "kurir", bagi Kendra, keberadaannya saat ini, hari ini, adalah hadiah Istimewa dari Semesta. Bukan hanya sekedar kurir biasa. 

Bittersweet [Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang