25

21.8K 2.9K 355
                                    

Sorry ya, beberapa hari lagi feeling blue jadi baru bisa update. Silahkan diramaikan komennya.

***

Erwin terlihat sibuk, memastikan semua kebutuhan tantenya yang opaname tercukupi. Doni, yang selama ini mengabdi di rumahnya ikut membantu membawakan selimut, termos atau apapun yang sekiranya nanti berguna untuk Cindy yang malam ini menginap bersama Wisnu, sekaligus juga mengantar mobilnya. Berubah dari rencana awal, karena Zizi sudah oper pengasuhan. Kedua orang tua Wisnu datang dan mengambil alih balita itu, beruntung Zizi tidak drama, justru menempel erat pada Oma dan Opa-nya.

"Besok pagi biar aku yang jaga, Mbak Cindy sama Mas Wisnu bisa istirahat, malam ini aku cari Erik, sekalian ngantar Kendra pulang."

Cindy hanya mengangguk, menoleh pada Kendra yang masih duduk menemaninya. Kali ini, mereka sudah pindah posisi, berada di samping ranjang pasien, menemani Mama Erik yang masih tertidur karena pengaruh obat. Tadi sempat bangun sebentar, lalu tidur kembali.

"Sorry, jadi ikut repot dan panik ya Ken," ucap Cindy pelan.

"Enggak apa-apa Mbak, aku balik dulu ya, semoga besok Tante Yuli sudah lebih baik."

"Aamiin."

Setelah berpelukan dan saling cipika-cipiki, Kendra mengikuti langkah Erwin yang sudah keluar lebih dulu. Menunggu pria itu berbincang sebentar dengan Wisnu yang baru kembali dari toko waralaba. Lalu dengan sopan, Kendra mengangguk pelan berpamitan, menjajari langkah Erwin, menyusuri lorong rumah sakit.

Kendra tak berani memulai percakapan, Erwin terlihat masih sibuk dengan ponselnya, menghubungi beberapa orang kenalannya yang juga kenalan Erik. Namun, nihil.

Mereka sampai di parkiran. Masih dengan ponsel di telinga, Erwin memindai deretan kendaraan yang terparkir rapi, mencari keberadaan mobilnya.

"Mas."

Panggilan itu membuatnya menoleh, Kendra menunjuk toko waralaba yang ada di seberang jalan.

"Aku mau ke sana sebentar, Mas tunggu di sini."

Erwin mengangguk, Kendra bergegas keluar halaman rumah sakit. Rasa mulas membuatnya menyadari kalau persediaan pembalutnya habis, sementara kalender siklusnya sekitar dua hari lagi, jika tidak maju.

Sekalian jalan saja, dia juga bisa meminta tas spunbond yang disediakan sebagai pengganti kantong plastik, supaya tak terlihat barang apa yang dia beli. Namun, sudah sepuluh menit dia berdiri di pinggir jalan, kendaraan yang lewat padat, dan saling berkejaran, membuatnya sulit menyeberang. Takut keserempet. Malam minggu, Malang sudah menyaingi Surabaya keramaiannya.

"Sebentar Ken."

Eh? Kendra terkejut, seseorang menggamit lengannya. Masih dengan ponsel di telinga, Erwin seperti seorang Om-Om yang menyeberangkan keponakannya.

Afth. Rasanya sungguh mendebarkan. Begitu sampai di halaman toko waralaba, Erwin melepaskan tangannya, buru-buru Kendra masuk, supaya tak ketahuan kalau mukanya memerah. Sialnya, Erwin mengikuti. Mungkin mau beli rokok, atau sesuatu yang dibutuhkannya.

Kendra bergegas menuju rak kebutuhan wanita. Mencari mana yang biasanya dia pakai, mengambil dua bungkus dan berbalik. Namun, betapa terkejutnya dia, saat nyaris menabrak dada bidang seseorang.

"Kok ngikut?"

Erwin yang tengah bercakap dengan temannya di seberang telepon mengangkat alis.

"Oh, sorry gak sadar," ucapnya cepat, kakinya hanya mengikuti kemana gadis ini melangkah.

Ha?

Kendra melongo. Namun, matanya sempat melihat Erwin melirik apa yang ada di tangannya. Rasanya sungguh malu sekali, dengan cepat dia menyembunyikan belanjaannya di belakang punggung.

Bittersweet [Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang