36

16.9K 2.4K 385
                                    

"Tante... setuju sekali Win…., kalau kamu… mau menikahi Kendra." Tante Yuli, menanggapi pengakuan keponakannya dengan senyum lembut, meski nada bicaranya pelan, dan masih patah-patah. Keduanya duduk di ruang makan, Cindy sengaja meninggalkannya berdua, memilih ikut bergabung dengan Zizi dan Suaminya di depan TV. 

"Tante…. enggak berpikir, kalau Erwin merebut dia dari Erik kan?" 

"Kamu ini, ngomong apa Win…" Wanita paruh baya itu tertawa kecil, menepuk pelan lengan ponakannya, "Tante yang merawat kalian berdua dari kecil, tante tahu kamu dan Erik seperti apa." 

Erwin menghela napas dalam. 

"Erwin juga enggak tahu, sejak kapan menyukai dia." Erwin menatap piring kotor bekas makan siangnya, "tiba-tiba saja mengalir, ada perasaan tidak rela ketika dia sedih, awalnya…  Erwin pikir, ini hanya sesaat, tapi… makin lama, makin menguat. Erwin seperti menemukan sesuatu hal yang mengimbangi hidup Erwin." 

Tante Yuli tersenyum, "Alhamdulillah, kalian bicarakan saja, tanyakan kesiapan Kendra…., jika dia belum siap, kamu yang sabar…. Tante, tak ingin… dia kecewa lagi… seperti kemarin." 

Erwin mengangguk. 

"Dulu….  Tante nikah di usia dia…. Zaman dulu, nikah di usia dia…. Sudah dianggap perawan tua… beda dengan zaman sekarang." Tante Yuli terkekeh, "Tante senang, kalau bisa menyaksikanmu menikah Win…. semoga Tante dikasih umur panjang…" 

"Aamiin, Tante juga jangan mikir aneh-aneh ya, insyaallah Erwin akan berusaha jadi suami yang baik nanti, untuk Kendra." 

Tante Yuli tersenyum, menepuk-nepuk lembut lengannya. 

"Dulu, pacar kamu gonta-ganti, sampai…  tante mikir, yang mana nanti mantu tante…" 

Erwin meringis, mengusap belakang lehernya kikuk. 

"Win." 

"Dalem Te…" 

"Besok, suruh Erik pulang ya…" 

"Oke, tapi gak boleh marah-marah ya, kalau marah-marah, nangis, gak usah, nanti pingsan lagi, ini Erwin ngomong gini bukan bermaksud jahat, ikhlas Erwin rawat tante, tapi Erwin lebih suka kalau tante tertawa dan ceria seperti dulu, enggak sedih, mbatin, akhirnya hipertensi. "

Tante Yuli tersenyum tipis, mengusap-usap lengan keponakannya. Omelan Erwin adalah bentuk kasih sayang, dia tahu itu. 

Rasanya tak percaya, bayi mungil yang dulu dititipkan Kakaknya karena sang Istri meninggal, sekarang sudah tumbuh sebesar ini, dan siap memegang tanggung jawab baru, memasuki babak baru fase kehidupan, yaitu berumah tangga. 

Anak kamu mirip banget sama kamu Mbak. Senyumnya tulus, sembari batinnya mengirim Al Fatihah untuk wanita cantik, yang sempat menjadi iparnya, sebelum Tuhan kembali memanggil pulang. 

"Win."

"Dalem Tante?"

"Kapan, kamu mau manggil tante, Mama."

Pria muda itu tertegun, tapi kemudian tersenyum. Bukan karena tak sayang, tapi di hatinya hanya ada 1 wanita dan tak ingin ada orang lain mendapat panggilan yang sama. Wanita yang sudah mempertaruhkan nyawa saat melahirkannya. Wanita yang hanya bisa dipandangnya lewat foto.

Tapi, dia sadar, ada tantenya yang selalu memberi kasih sayang berlimpah, yang kadangkala kasih sayang itu membuat sepupunya merasa iri. Padahal, dia juga yakin, adik Papanya ini, memberikan porsi kasih sayang yang sama. Rasanya, dia juga menjadi egois, jika tidak mengabulkan keinginan tantenya yang sederhana ini. Lagipula, setelah ini, dia juga akan memiliki Mama mertua, yang tak kalah cerewet dengan dirinya. Mamanya disana, tentu bahagia melihatnya bertemu orang-orang baik ini.

Bittersweet [Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang