17

17.6K 2.8K 365
                                    

Masih melek?
Komennya sampai berapa nih di part ini?

***

Begitu panggilan berakhir, Kendra menatap boneka pemberian Erwin yang menjadi penghuni istimewa salah satu sudut meja kamarnya. Boneka itu seolah menatap, padahal dia benda mati. 

"Dasar, Tuanmu itu kenapa bikin orang penasaran sih? Medina mulu isi kepalaku."

Kendra menertawakan dirinya sendiri. Instagram Erwin memang tak banyak memberi informasi, justru kebanyakan foto alam, gedung, dan dirinya sendiri. Tak ada foto perempuan muda yang bisa diasumsikan sebagai kekasih. 

Kalau toh ada foto lain, adalah foto rame-rame, dengan tim kerjanya yang sekarang. Caption foto itu, cukup menegaskan. Membuatnya menebak-nebak, yang mana sekretaris recehnya itu. Selain itu, juga ada foto keluarga, didominasi fotonya dengan Pak Dahlan. 

Lalu, yang mana Medina? 

Pff. 

Kendra membuka laptop, menunggu loading. Teringat kembali obrolan-obrolan dengan Erik barusan. Pria itu berkata dengan lembut, seolah tengah merayu supaya dia tak memuntahkan lahar kembali. Meyakinkan dengan sungguh-sungguh keseriusan hatinya, seolah semua fakta yang ada di twitter Iren hanyalah akal-akalan wanita itu supaya Kendra panas. 

Sayangnya, tanpa Erik tahu, Kendra sama sekali tidak merasakan panas, dia justru jengah. Meski tak banyak membantah, memilih diam, mendengarkan. Agar misi utamanya untuk putus dengan damai berjalan baik. 

Saat layar dekstop muncul, iseng, Kendra langsung membuka internet, membuka twitter melalui chrome, memasukkan ID akun fake, kembali menjelajah profil Iren. 

Ajaib, perempuan itu kembali mencuitkan hal-hal yang berhubungan dengan Erik. Setelah beberapa hari statusnya kelabu. 

"Udah damai kayaknya." Senyum Kendra menyembul geli. "Mau kamu apa sih Mas? Udah sejelas ini padahal, kalau kamu cinta sama dia, kenapa masih mempertahankan aku?" 

Kendra meraih ponsel ,mengirim pesan pada Erik. 

Lekas sembuh, kalau aku ke Surabaya, 
kita ketemu ya. Ada yang mau tak omongin. 

Boleh, apa tuh? 

Nanti saja kalau ke Surabaya.

Oke. Gak minta putus lagi kan? 
Tadi obrolan kita  baik-baik saja lho. 

Kendra hanya mengirimkan emoticon senyum, meletakkan ponsel di meja setelah merubahnya jadi mode silent. Tak berminat membuka balasan dari Erik. Tak peduli layar itu menyala pertanda notifikasi pesan dan telepon masuk. 

Kendra fokus menatap layar 11 inci di depannya. Membuka-buka internet, menata masa depannya. 

***

"Kendraaaaaaaaa!" 

Teriakan Papa dari bawah membuatnya tergopoh-gopoh datang. Menuruni tangga tergesa, dan membelalak tak percaya melihat siapa yang duduk bersila di teras dengan Papa yang masih pakai sarung dan kaos oblong.

"Sini, Mas Erwin bawa durian asli medan ini." 

Pria itu, yang beberapa hari tak ada kabar, tersenyum ke arahnya. Sialnya, senyumnya pagi ini terasa berbeda, terlihat lembut, membuat jantungnya berdebar dan hampir kepleset.

"Pagi Ibu Kendra sarjana hukum yang sedang cari pekerjaan." 

Asem! Debarannya anjlok seketika.

Papa terbahak dengan sapaan nyinyir itu. Sementara putrinya melotot sebal. Erwin tertawa kecil, melambai, memintanya mendekat. 

Bittersweet [Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang