"Kamu ke Jakarta kan cuma sampai besok, kenapa bawa koper segala?"
Erwin kembali ngomel, saat landing dan bersiap turun, dia cukup dibuat terkejut ketika Kendra memintanya menurunkan koper kecil yang ada di bagasi kabin pesawat. Dia pikir, gadis ini hanya membawa tas ransel atau tas travel biasa. Nyatanya malah seperti akan bepergian beberapa hari.
Si Oppa yang hendak turun menyapa dengan senyum dan lambaian tangan, Kendra membalas dengan senyum yang sama, membuat Erwin menggeser tubuhnya, menutup akses agar Kendra yang masih di kursinya tak bisa melihat pria itu.
Ya Tuhan! Kenapa mode cemburunya justru gemesin gini sih? Kendra justru semangat memanasi.
"Mata itu dijaga."
"Dari apa?"
"Laki-laki lain." meski menggerutu, Erwin menurunkan tas mereka dan mengulurkan tangan, Kendra menerimanya dan berdiri dari kursi, senyum manisnya terkembang lebar. Saat tangannya berada dalam genggaman pria itu.
"Senyum-senyum."
Kendra masih cengengesan, tak mau berdebat di dalam pesawat, karena penumpang lain juga ingin segera keluar. Namun, begitu menyusuri gedung bandara, dia mulai mengganggu Erwin yang masih diam menyeret kopernya, sambil sibuk memainkan ponsel.
"Masih ngambek?" Kendra menjajari langkahnya. Erwin berhenti, menoleh dengan mengernyit.
"Siapa ngambek?" tanyanya.
"Mas tuh."
"Kamu kali yang ngambek." Erwin kembali berjalan menuju pintu keluar. Kendra mengekor di belakangnya.
"Salah sendiri, pakai niat mau nge prank segala, begitu Papa kolesterol sama asam uratnya kumat, ya udah, aku ganti jadwal, sekalian beberapa hari di sini, mau main dengan Martha dan Ira."
"Aku off jadwal cuma dua hari saja Ken, besok kita harus balik. Bisa di gorok Ella, aku nanti."
"Jadi, Mbak Ella juga ikutan bohong nih?"
"Enggak bohong, dia cuma kupinta bilang, kalau jadwalku full."
"Sama aja."
Erwin berhenti mendadak, tentu saja membuat Kendra yang berjalan cepat di belakangnya, terlambat mengerem, akhirnya menabrak punggung tegap itu.
Aduh! Patah gak nih hidung. Kendra menggosok-gosok hidungnya sendiri dengan jari telunjuk. Erwin sendiri cukup terkejut ketika Kendra menabrak punggungnya, tapi dia tetap bertahan untuk stay cool. Gadis ini perlu diberi ketegasan.
"Ayo masuk."
"Kemana?"
Erwin menggerakkan dagunya ke sebuah coffee shop. Lalu menyeret koper itu masuk ke sana. Kendra sumringah, mengekor langkahnya. Kapan lagi minum kopi di bandara gratis? Kalau sendirian, bakal pikir-pikir dengan harganya.
Setelah memilih pesanan, mereka mengambil duduk di sudut. Kendra masih menunggu penjelasan. Masa Papa Mama beneran diajak kongkalikong? Papa mungkin iya, Mama mana mungkin, protektif banget kalau soal urusan dirinya.
Astaga! Kendra sampai lupa mengabari kalau sudah tiba di Jakarta. Buru-buru dia mengambil ponsel di dalam tas dan menyalakan. Sambil menunggu ponselnya loading karena tadi di matikan, telinganya terusik percakapn Erwin di telepon dengan seseorang.
"Iya Ma, alhamdulillah udah sampe."
Ma? Ma siapa ini? Pria ini kan sudah gak punya Mama, masa Tante Yuli? Gak mungkin.
"Kendra bawa koper, memang sudah izin mau beberapa hari di sini?"
Matih! Jangan-jangan Ma ini Mamanya? Kendra menegakkan punggung, menatap gugup, sementara mata elang di depannya terus saja mengawasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet [Terbit)
RomanceKendra Audrya, mahasiswi Hukum semester akhir yang jatuh cinta pada sepupu tunangannya. Pria yang memiliki selisih usia 11 tahun itu bernama Erwin, si arsitek senior sekaligus mantan buaya yang tobat karena selamat dari kecelakaan maut. Kendra tetap...