LUNCH DATE

871 71 9
                                    

PART 31
LUNCH DATE


Kara tengah menyandarkan diri pada kap mobilnya, menunggu Delilah selesai berkuliah. Sesuai janji, dia menjemput gadis itu di kampus dan akan membawanya untuk makan siang bersama setelah ini.

Di tengah penantiannya, Kara menemukan sesosok laki-laki dengan warna rambut super mencolok yang akan memasuki gedung tempat Delilah berkuliah. Sepasang pelantang telinga bertengger di puncak kepalanya. Dia tampak berjalan menaiki tangga lobi dengan pandangan tertunduk pada ponsel di tangannya.

Kara tentu mengenal sosok laki-laki mungil itu. Ya, Naren. Sejenak perempuan itu ragu apa dia harus menemui Naren atau tidak. Tapi mengingat Ben yang belakangan jadi kian senewen menjelang hari peragaan busana solonya, Kara akhirnya memutuskan untuk menghampiri Naren.

Dengan setengah berlari, Kara menghampiri Naren yang telah berada pada ambang pintu gedung. Begitu sudah berada dalam jangkauannya, Kara menepuk bahu laki-laki yang masih menutupi kedua telinganya dengan headphones itu. Naren yang semula fokus pada alunan lagu di telinga serta ponsel di tangannya dibuat terperanjat. Kedua matanya melebar saat dia menoleh dan mendapati Kara sudah berada di sisinya.

“Kara? Kok di sini? Ngapain?” tanya Naren sembari melepas headphones dan membiarkan benda itu tergantung pada lehernya.

“Mau jemput Delilah,” jawab Kara yang membuat Naren mengangguk-anggukkan kepalanya. “Lo apa kabar, Ren?”

“I'm okay,” sahut Naren singkat.

“Can we talk?” pinta Kara.

“Is this about your dearest friend? That asshole? If it's about him, I'm not interested.”

He needs you, Ren,” ujar Kara. “Sejak lo berhenti, udah sekian kali dia mengeluh dan bilang, ‘Coba ada Naren.’ Dia kewalahan mengurus segala pekerjaannya. Dia butuh lo.”

“Butuh gue buat apa? Jadi orang yang bisa dia salah-salahin? He can find someone else. Gue udah capek berurusan sama dia,” ucap Naren. “He's a reckless moron and stubborn as hell. I wonder why you can stand him for this long.”

Kara tidak tersinggung akan pendapat Naren soal sahabatnya. Dia justru terkekeh singkat.

Hey, I know that he's a reckless moron and stubborn as hell. I'm not going to defend him about that. Dia memang suka nggak pikir panjang tiap melakukan suatu hal. Impulsif. Ceroboh. Dia juga suka ngomel tanpa jeda tanpa sempat menyaring kalimatnya tiap dia mulai kewalahan sama sesuatu. Gue bisa paham kalau lo lelah menghadapi dia. Bahkan sakit hati karena omongan dia yang nggak ada saringannya itu.”

“But?”

Kara tersenyum tipis. “He's not that bad, Ren. Really, he's not.”

“Lo bisa bilang gini karena dia teman baik lo kan?” Naren melipat kedua lengannya di depan dada. “Lo bisa memaklumi sikap dia yang menyebalkan karena kalian punya ikatan pertemanan yang kuat. Dan gue tau gimana pedulinya dia sama lo. Makanya lo bisa bilang kalau dia nggak seburuk itu. Tapi bagi gue? He's that bad. He never appreciates me enough. And you know damn well why I had to deal with him in the first place, right? I didn't accept his offer willingly. I ended up being his PA because I was desperate for money and he used me for that. He's an asshole. And I'm sorry that I have to say that.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WRAPPED AROUND YOUR FINGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang