CHAPTER 6
A DATE THREAT
Delilah menatap pantulan dirinya pada pintu elevator di hadapannya yang tertutup. Gadis itu tampak mengenakan kaus merah muda yang dipadukan dengan denim vest dan rok lipit putih di atas lutut. Kedua kaki jenjangnya ditopang oleh high tops yang senada dengan kaus yang dia kenakan. Rambut sepunggung dengan warna kecokelatannya dia biarkan tergerai dengan ikal-ikal yang menjuntai di ujungnya.Gadis itu sudah berada di gedung apartemen tempat Kara tinggal. Meski dia sudah berusaha meyakinkan dirinya bahwa penampilannya tidak ada yang salah, namun mendadak Delilah merasa tidak percaya diri.
Kara sempat mengatakan bahwa pesta yang diadakan Ben kali ini hanya sebuah pesta rumahan biasa. Jadi siapa pun tamu yang datang tidak harus berdandan ekstra. Tapi Delilah ingin berusaha terlihat sebaik dan semenarik mungkin di hadapan Kara. Karenanya, gadis itu sudah sibuk mematut diri di depan cermin sejak pukul lima sore, meski pesta yang Ben adakan baru akan dimulai pukul sepuluh malam.
Delilah sibuk memilih baju mana yang akan dia kenakan sejak sore. Dia ingin tampil semenarik mungkin, tapi dia juga tidak ingin terlihat terlalu memaksakan diri. Karena itu akhirnya dia memilih pakaian yang kini dikenakannya. Dia juga hanya memoleskan bedak dan perona bibir yang tidak terlalu tebal. Kedua mata berbentuk almond-nya dibingkai dengan eyeliner yang mencuat naik pada garis luar matanya.
Meski penampilannya bisa dibilang menarik, gadis itu tetap merasa tidak percaya diri. Dia khawatir jika penampilannya terlihat berlebihan di mata orang lain. Atau malah sebaliknya, dia justru terlihat biasa saja. Ketidakpercayaan dirinya membuat Delilah mendadak ingin melarikan diri saja dari tempat itu. Namun sebelum dia sempat bergerak untuk melangkahkan kakinya, pintu elevator yang ada di hadapannya terbuka.
Dalam kotak besi itu, sudah berdiri Kara yang tampak mengenakan denim short dan atasan berwarna biru muda dengan kerah halter. Rambutnya yang tergerai terjatuh pada salah satu sisi bahunya. Perempuan berkacamata itu tersenyum hangat saat melihat Delilah, membuat lesung pipi yang hanya ada di pipi kirinya terlihat jelas.
Melihat Kara yang tersenyum seperti itu, degupan jantung Delilah seketika melonjak naik. Ditambah dengan penampilan Kara yang ada di hadapannya saat ini. Atasan yang dikenakannya membuat kedua lengan ramping dan kencangnya terlihat. Pun ditambah celana pendek yang memeluk erat pinggul dan pahanya, yang memperlihatkan sepasang tungkai rampingnya. Hal itu membuat Delilah tidak bisa menahan kedua pipinya untuk tidak bersemu kemerahan.
"Ayo masuk, Delilah. Jangan berdiri aja di situ."
Ucapan Kara membuat kedua pipi gadis itu kian memanas. Dia baru sadar kalau sejak tadi, dia hanya berdiri terpaku di depan kotak besi itu lantaran terlalu terpesona akan penampilan Kara.
Saat memasuki lobi gedung apartemen, Delilah sempat memberi tahu Kara bahwa dia sudah sampai di sana. Karena tidak ingin membuat gadis itu kebingungan mencari unit apartemen yang dia tempati, akhirnya Kara mengatakan bahwa dia akan menjemput Delilah ke bawah.
"You look great, Delilah," puji Kara saat kotak besi itu mulai membawa mereka bergerak menuju lantai dua belas.
Pujian yang dilontarkan Kara membuat perasaan gadis itu mengembang. Meski sederhana, tapi pujian Kara membuat kepercayaan diri Delilah perlahan muncul kembali ke permukaan.
"Kak Kara juga cantik," balas Delilah dengan suara lirihnya.
"Oh ya?"
Delilah mengangguk sembari menyelipkan helaian rambut ke belakang telinganya.
"Thanks, I guess," ujar Kara sambil tertawa kecil.
Begitu elevator berdenting dan pintunya terbuka, mereka berdua segera keluar dari kotak besi itu. Delilah melangkahkan kaki-kaki jenjangnya mengikuti Kara menelusuri lorong apartemen. Hingga akhirnya, langkah-langkah mereka terhenti di depan salah satu unit.
![](https://img.wattpad.com/cover/152917614-288-k58589.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
WRAPPED AROUND YOUR FINGER
RomantizmDelilah pernah dipertemukan dengan seorang malaikat saat usianya sepuluh tahun. Pertemuan yang hanya berlangsung kurang dari tiga puluh menit itu terpatri erat dalam benaknya selama bertahun-tahun. Bagaimana bisa dia melupakan orang yang pernah meng...