CHAPTER 23
HER LITTLE SECRET
Delilah terbangun karena sinar mentari yang menyusup melalui sela tirai jendela. Gadis itu bergerak untuk duduk, namun segera terbaring lagi saat merasakan denyutan hebat di kepalanya. Dia berusaha terlelap kembali dengan membenamkan wajahnya pada permukaan bantal. Namun suara derai tawa di luar membuatnya mengurungkan niatnya.Gadis itu berusaha membuka kedua matanya. Dia lalu mengerjap beberapa kali, kemudian mengedarkan tatapannya ke seisi ruangan. Keningnya berkerut. Baru disadarinya dia tidak sedang berada di kamarnya sendiri.
Dalam temaram ruangan karena tirai yang belum sepenuhnya tersibak, Delilah mendapati kamar yang didominasi warna abu-abu itu tampak familier. Baru setelah matanya tertuju pada kumpulan foto polaroid yang tergantung pada kabel fairy lights, gadis itu mengetahui bahwa dia tengah berada di kamar Kara. Tapi bagaimana dia bisa berada di sana, dia sama sekali tidak mengingatnya.
Delilah memicingkan mata untuk membaca angka pada jam digital di atas nakas. Begitu menyadari waktu sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh pagi, gadis itu terperenyak duduk. Gerakannya yang tiba-tiba membuatnya meringis sembari memegangi kepalanya yang terasa nyeri.
'Aku kenapa sih?' tanya Delilah pada dirinya sendiri.
Tidak biasanya dia bangun kesiangan, meski di akhir pekan. Selain itu, dia juga tidak mengingat hal apa saja yang telah terjadi semalam hingga membuatnya tertidur di tempat Kara dan terbangun dalam keadaan pusing bukan main. Hal terakhir yang diingatnya adalah...
Delilah menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Tapi dia segera menyesali hal yang baru dilakukannya karena membuat denyutan di kepalanya bertambah parah. Sambil meringis menahan nyeri, gadis itu membenamkan kepalanya di atas kedua lutut.
Dia ingat Kara yang dipeluk begitu saja oleh seorang perempuan berambut pendek saat mereka tiba di apartemen. Dia ingat kedua perempuan itu yang saling mengeratkan bibir masing-masing di dapur. Dia ingat Kara yang tampak khawatir dan berusaha mengobati kaki perempuan yang dipanggil Emmy itu saat kakinya menginjak pecahan gelas. Dia ingat Kara yang meninggalkannya tanpa berkata apa-apa untuk pergi bersama Emmy.
Mengingat itu semua, kedua mata Delilah memanas. Dia tidak ingin menangis. Namun air matanya luruh tanpa bisa dia cegah.
Di tengah isakannya, gadis itu mendengar suara pintu yang terbuka. Delilah mengangkat kepalanya dan melihat Kara memasuki kamar. Perempuan itu berjalan ke arah meja kerjanya untuk mengambil sesuatu dari sana. Tapi gerakannya terhenti seketika saat menyadari Delilah yang sudah bangun dan terduduk di atas tempat tidur.
Kara lekas melangkahkan kaki menghampiri gadis itu. Kekhawatiran segera terbit di wajahnya begitu menyadari pipi gadis itu basah oleh air mata.
"Delilah, hey. Kenapa?" tanya Kara sembari menempatkan diri di samping Delilah. Dia kemudian menyentuh wajah gadis itu yang mulai menunduk untuk menyembunyikan tangisnya. "Pusing ya?" tanya perempuan itu lagi.
Delilah mengangguk sambil berusaha menghapus air matanya sendiri.
Kara mendesah seraya mengusap pelan puncak kepala gadis itu. "Mandi dulu gih. Habis itu makan, lalu minum obat supaya pusingnya mendingan. Setelah itu gue antar lo pulang. Ya?"
Lagi-lagi, Delilah hanya memberikan anggukan pelan untuk menanggapi ucapan Kara.
Perempuan berkacamata itu beranjak berdiri. Kemudian disodorkannya sebelah lengannya pada gadis itu.
Delilah menyambut uluran tangan Kara dan bergerak meninggalkan tempat tidur. Dia lalu mengikuti Kara yang berjalan menuju kamar mandi. Perempuan itu menyerahkan handuk pada Delilah yang diambilnya dari dalam lemari kecil di depan kamar mandi.

KAMU SEDANG MEMBACA
WRAPPED AROUND YOUR FINGER
RomanceDelilah pernah dipertemukan dengan seorang malaikat saat usianya sepuluh tahun. Pertemuan yang hanya berlangsung kurang dari tiga puluh menit itu terpatri erat dalam benaknya selama bertahun-tahun. Bagaimana bisa dia melupakan orang yang pernah meng...