Hollaaaaa... ada yang kangen gak sama author yang satu ini ??? hehe
Btw,
I would like to say thank you buat kalian yang masih nyimpen cerita ini di perpustakan kalian dan buat readers baru, terimakasih juga sudah meluangkan waktu kalian untuk baca cerita amatir ini ❤❤Pokoknya bener-bener terima kasih banyak karena kalian masih mau stay nungguin ceritaku meski udah hampir 6 bulan cerita ini hiatus.
Doain semoga aku bisa namatin cerita ini ya guys....
and buat yang lupa alur ceritanya bisa dibaca dulu ya part sebelumnya atau kalau mau baca ulang dari awal juga boleh kok 😁
----
"Aku hanya akan pergi jika dia yang memintanya"
🌹🌹🌹
Sebuah cafe di tengah London nampak sepi pengunjung. Tak banyak yang mau stay untuk menikmati secangkir cappucino ditengah cuaca yang tidak hangat itu. Mungkin kebanyakan dari mereka terlalu sibuk sehingga hanya tampak satu-dua pengunjung yang datang, memesan, lalu pergi membawa pesanan mereka dalam bentuk bungkusan.
Cafe bernuansa hitam dengan pintu kayu coklat. Ada dua meja dengan sepasang kursi dibagian teras. Bagian dalam cafe itu tidak cukup besar, hanya terdapat 5 meja dan sebuah counter untuk kasir dan rak kue. Beberapa ornamen seperti lukisan dan tanaman dalam pot juga dapat dijumpai. Paling tidak tempat ini nyaman untuk sekedar menepi dari kesibukan jalanan.
Satu-satunya meja yang terisi adalah meja yang paling dekat dengan pintu masuk. Seorang lelaki dengan rambut dirty-blonde duduk disalah satu kursi sambil sesekali menyesap espresso yang tadi dipesannya. Ia menurunkan kaki kanan yang awalnya naik ke paha kirinya dan melirik jam dinding dibelakang kasir untuk yang kesekian kali.
Lonceng cafe berbunyi menampakkan seorang laki-laki jangkung dengan jas putih bersih membungkus kemeja hitam di dalamnya. Ia menyapu pandangan keseluruh penjuru dan menemukan yang ia cari dalam waktu kurang dari 60 detik.
"Maaf terlambat" ucapnya lalu menarik kursi di depan laki-laki yang sudah lelah menunggu.
"Kau yang membuat janji namun kau yang terlambat. Lucu sekali, Malfoy" sinis lelaki itu.
Draco hanya menyeringai lalu berkata, "Rumah sakit ramai sekali, terlalu sibuk"
Lawan bicaranya hanya menganggukkan kepalanya dan membuang muka. Tanda tak tertarik pada apa yang baru saja Draco katakan.Keheningan dan kecanggungan terjadi. Sama-sama tak tau siapa yang harus memulai dan darimana.
"Watts" Panggil Draco akhirnya.
Samuel menoleh tanpa mengatakan apapun.
"Jauhi Theresia" sambungnya.
"Apa hakmu mengatakan itu ?" Balas Sam dengan tatapan meremehkan.
Draco mencodongkan badannya sedikit, raut mukanya berubah menjadi lebih serius. Ia menatap intens Samuel setidaknya sepuluh detik sebelum berkata, "Aku calon suaminya"
Reaksi tak terduga dikeluarkan oleh Samuel tepat di depan wajah Draco. Ia tertawa terbahak-bahak yang dimana itu sangat menjatuhkan harga diri lelaki pirang itu.
"Yang benar saja brother! Apa kau begitu terobsesi dengannya sehingga berhalusinasi menjadi 'calon suami'nya ?"Draco mendengus kesal. Emosi dalam dirinya seolah akan meledak sebentar lagi. Jika saja ia tak berada di dunia muggle, pastinya kutukan cruciatus sudah melayang.
"Sebenarnya aku tidak tertarik pada gadis itu" katanya lagi dan sukses merubah ekspresi Draco dari marah menjadi kaget.
"-tapi itu dulu. Awalnya aku hanya kasihan melihatnya ketika tas yang ia bawa diambil oleh pencuri di Italia. Dia hanya gadis malang, kesepian, dan kehilangan arah waktu itu. Ibunya menikah tanpa ia tau sedikit pun"
Kali ini Draco membiarkan Sam menceritakan segalanya. Ia juga ingin tahu bagaimana kehidupan gadis itu selama ia menjadi tahanan rumah.
"Aku pikir ia gadis yang manja saat aku melihatnya menangis setelah perahu kertas itu hanyut terbawa arus sungai"
Draco mulai bingung tentang 'perahu kertas' yang Samuel maksud. Namun ia tetap diam.
"Tapi aku salah. Theresia bahkan jauh lebih kuat dari yang aku perkirakan. Setelah pertemuan tak terduga kami di Italia, aku dan dia pulang ke Inggris. Ia mulai terbuka tentang kehidupannya, tentang sekolahnya dulu, tentang perang, tentang sahabatnya yang meninggal saat perang, dan masih banyak lagi. Semua itu ia ceritakan tanpa ada kesedihan. Ia gadis yang ceria."
"Aku membantunya mencari flat kecil milik teman lamaku. Flat yang kau kunjungi waktu itu. Sementara aku memilih tempat tinggal yang berbeda"
"Kenapa ?" pertanyaan pertama keluar dari mulut Draco setelah bermenit-menit Sam bercerita.
"Aku menyukai kesendirian"
Lelaki pirang itu mengangguk.
Samuel melanjutkan kembali ceritanya. "Butuh waktu baginya untuk benar-benar maju menata kehidupannya kembali. Ia bahkan tak sekalipun meninggalkan jejak kesedihan, tapi aku tau jika ia masih menyimpan sesuatu dalam hatinya."
"-dan itu adalah kau, Malfoy"
Draco tertegun saat Samuel menyebut namanya. Seribu pertanyaan spontan muncul dalam otaknya.
"Ia akhirnya mulai bercerita tentangmu. Mungkin setelah sekian lama, ia tak kuat memendamnya sendiri. Dia berceita tentang laki-laki yang menjadi pujaan hati semua wanita di sekolahnya namun pada akhirnya lelaki itu memilihnya meski mereka harus bersembunyi bahkan untuk bertegur sapa"
"Laki-laki yang memberinya makanan dan selimut saat ia menjadi tahanan rumah, laki-laki tampan yang akhirnya memilih jalan yang salah dengan bergabung pada kegelapan"
Malfoy hanya tersenyum miris menanggapi cerita Sam tentang laki-laki yang ia tahu pasti itu adalah dirinya. Theresia memang menceritakan keadaan saat itu tanpa melebih-lebihkan.
"Aku pikir laki-laki itu adalah anak yang keren tapi ternyata aku salah besar!"
"Apa maksudmu salah besar ?"
"Well, awalnya aku pikir ia sangat keren sebelum diakhir ceritanya, Thesa berkata jika laki-laki itu lebih memilih bergabung bersama pasukan kegelapan dibanding tetap bersama kebenaran. Dia bajingan sekali bukan ?"
Draco berdecih. Namun ia juga tak menyalahkan opini seorang Matthew. Bahkan ia sendiri mengakui jika dirinya adalah bajingan kecil yang tak punya pilihan saat itu.
"Baiklah-baiklah.. Kuakui aku masih terlalu muda untuk mengalami itu semua itu..."
"Dan Theresia juga sama" potong Sam.
Hening kembali menghampiri mereka.
Sesaat setelahnya, Sam kembali membuka percakapan. "Aku akan dengan senang hati menjauhi Theresia"
Ucapan itu membuat Malfoy tak dapat menyembunyikan raut keterkejutannya dan tentu saja dapat terbaca jelas oleh Sam.
"Jika dan hanya jika, Theresia yang memintanya langsung padaku" sambungnya.
"Jangan gila Watts, Theresia tak akan mau kehilangan temannya. Ia tak akan memintamu menjauhinya. Yang akan terjadi adalah kau sakit hati sendirian karena melihatnya bersamaku" jawab Draco dengan sombongnya.
"Bagini saja Dragon-"
"my name is Draco!"
"Sama saja"
Kemudian Sam kembali melajutkan kalimatnya, "Kita akan bersaing mendapatkan Theresia. Aku akan dengan senang hati menjauh dari kalian berdua jika Theresia memilihmu didepan mataku"
"O-"
"Tapi selama Theresia belum menentukan pilihannya, jangan harap kau bisa melenyapkanku. Bagaimana ? Malfoy"
Draco melirik jabatan tangan yang ditunjukan padanya. Tentu sebagai seorang Slytherin jiwa ambisiusnya mulai terpancing. Ia akan memperjuangkan kembali apa yang menjadi miliknya.
"Deal"
----
Dont forget to like and comment ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Found You [Draco Malfoy]
Novela Juvenilmemasuki tahun keempat, Draco mulai ogah-ogahan untuk kembali ke Hogwarts. setelah insiden wajah tampannya itu dipukul oleh seorang mudblood dan itu melukai harga dirinya. beruntungnya ia ketika Mr. Malfoy tidak mengetahui hal tersebut. namun siapa...