Bab 10 Berterima Kasih

69 56 10
                                    

Bagus Atmojo sedang melakukan pengecekan proyek bangunan di Desa Mutiara Hati. Setelah selesai  Bagus kembali ke penginapannya. Saat dalam perjalanan ke arah penginapan, Bagus melihat seorang gadis yang mirip dengan gadis yang dicarinya selama ini, yaitu gadis yang menemukan dompetnya waktu itu, Winda.
Bagus Atmojo yang sedang mengendarai mobil, kemudian berhenti setelah melihat Winda yang sedang berjalan ke arah yang berbeda jalur dengan penginapannya. Bagus pun memanggil sosok gadis tersebut dari dalam mobil.
"Nak, Winda?" panggil Pak Bagus. Bagus pun turun dari mobilnya, kemudian menghampiri Winda.
Winda pun menoleh ke arah sosok seorang pria yang menyapanya itu. "Iya," jawab Winda.
"Syukurlah Nak, kita bertemu di sini. Bapak mencari kamu kemana-mana," ujar Bagus senang.
"Maaf, Bapak siapa ya?" tanya Winda kebingungan. Sepertinya ia pernah bertemu sosok pria di hadapannya tersebut. Namun ia lupa.
"Saya Bagus Atmojo, waktu itu Nak Winda menemukan dompet saya dan mengantarkannya langsung ke rumah saya," uangkap Bagus.
Winda kemudian mengingat-ingat kejadian tersebut. "Oohh... Pak Bagus Atmojo? Yang waktu itu saya temuin dompetnya di depan kafe," jawab Winda yang akhirnya mengingat kejadian pada waktu itu.
"Iya, Nak Winda. Saya sudah mencari Nak Winda ke sekolah tapi pihak sekolah mengatakan bahwa Nak Winda sudah pindah sekolah?" terang Bagus.
"Betul Pak." Raut wajah Winda berubah sedih.
"Nak Winda mau kemana? Biar saya yang antar," tawar Bagus. Seketika membuyarkan lamunan Winda.
"Maaf  Pak, nggak perlu. Rumah saya udah deket kok, di ujung jalan sana," jawab Winda seraya menunjuk ke arah jalan rumahnya.
"Biar saya antar, nggak apa-apa. Saya juga ingin berbincang dengan Nak Winda sekalian bertemu orang tua Nak Winda," pinta Bagus.
"Baiklah kalau Bapak memaksa, saya jadi nggak enak hati," jawab Winda tersenyum pasrah-dari pada jalan kaki kan ya.
Bagus dan Winda kemudian menaiki mobil. Bagus kemudian memutar balik ke arah rumah Winda. Setelah sampai di rumah Winda, Bagus memperkenalkan siapa dirinya kepada Ayah dan Ibu Winda, kemudian menjelaskan prihal kedatangannya.
Setelah panjang lebar percakapan Bagus dan keluarga Winda, Ayah Winda menceritakan prihal kepindahannya ke Desa Mutiara hati, bahwa dirinya difitnah oleh teman sekantornya dan membuatnya dipecat dari kantor.
Mendengar hal tersebut Pak Bagus pun iba. Bagus merasa berutang budi pada Winda, lalu menawarkan kepada ayah Winda untuk bekerja di kantornya dan menyekolahkan Winda di sekolah yang sama dengan putrinya. Dengan cara mengajukan beasiswa karena Winda adalah salah satu anak yang pintar di sekolah sebelumnya. Bagus mengetahuinya saat berkunjung ke sekolah itu.
Namun Bagus tidak mengatakan bahwa putrinya, Riska, bersekolah di sekolah di SMA Langit Biru, mengingat  janjinya kepada putrinya itu untuk menyembunyikan rapat-rapat identitasnya di sekolah. Bagus berharap semoga Riska dan Winda bisa bertemu dan Winda bisa menjadi teman untuk Riska.
************
Riska tengah mencari-cari Rico saat jam istirahat, namun ia belum menemukan dimana Rico berada. Ia pun bertanya pada salah satu murid yang sedang mengobrol di koridor sekolah,
"Silfie, liat Rico nggak?"
"Gue tadi liat Rico di lapangan basket tuh sama Joko," jawab Silfie.
"Oke, thanks ya." Riska bergegas pergi ke lapangan basket.
Riska melihat Rico sedang mengobrol dengan Joko di area tempat duduk penonton, ia kemudian menghampiri mereka berdua.
"Hai, Co," sapa Riska.
"Hai, Riska," sela Joko sambil melambaikan tangan dengan manja.
"Hai, Joko," balas Riska.
"Hai," jawab Rico malu-malu saat Riska tiba-tiba menghampirinya.
Joko menoleh ke arah Riska dan Rico secara bergantian. "Udah kayak obat nyamuk aja nih gue, mending gue pergi ajalah," batin Joko. Joko pun berpura-pura akan pergi ke toilet, karena keadaan yang membuat Joko jadi canggung berada di antara mereka.
"Emmm.. gue ke toilet dulu ya," pamit Joko. Kemudian berlari ke luar lapangan basket.
"Eh, Jok!" Rico berniat mencegah Joko yang sengaja menbiarkan ia berdua saja dengan Riska. Rico pun jadi canggung-padahal Riska santai aja.
"Rico, makasih udah nganterin gue kemaren, sampe di kejar anjing segala," ujar Riska sembari tertawa kecil.
"Iya, sama-sama.�
"Gue traktir lo makan deh," ajak Riska sebagai ucapan terima kasih.
"Traktir!?" Rico syok.
"Ke-kenapa? Nggak mau ya?" Raut wajah Riska berubah cemberut.
"Bu-bukan gitu," jawab Rico merasa bersalah. Karena bukan itu yang dia maksud, "Gue cuma takut perasaan gue lebih berarti sama lo Riska," batin Rico.
"Kalo nggak sekalian kita cari buku buat tugas dari Bu Eni, gimana?" ajak Riska, meyakinkan Rico.
Rico malah bengong. "Waduh, ada aja alasan buat gue nggak bisa nolak nih cewek," batin Rico. "Ya-ya udah deh.� Rico terpaksa menerima ajakan Riska, namun sebenarnya itu juga yang dia inginkan, yaitu dekat dengan Riska.
"Asyik," ujar Riska senang.
"Seneng banget kayaknya nih cewek, bikin jantung gue berjoget aja," batin Rico, yang tak bisa mengatur detak jantungnya sendiri.
*********
Saat pelajaran berakhir, Joko menghampiri bangku Lidya, Leora dan Luise. "Hai, Triple L!" ujar Joko sambil berdiri dan menyenderkan telapak tangannya di meja Leora.
"Hah!? 'Triple L''? Apa nih maksudnya?" tanya Luise heran. Penasaran kenapa Joko memanggil mereka dengan sebutan demikian.
"Iya, 'Triple L'. Lidya, Leora, ama Luise. Tempat duduk juga udah kayak bentuk huruf 'L', liat noh!" Bibir monyong Joko mengarah ke arah bangku mereka.
Mereka bertiga melirik satu sama lain dengan tatapan bingung.
"Jangan lupa, besok pagi giliran piket kalian bertiga. Lidya, Leora sama Luise, oke?" Joko mengingatkan. Karena memang dia adalah Seksi Kebersihan di kelas XI IPS 2.
"Ngapain sih diingetin, biarin lupa aja, kenapa?" jawab Luise dengan bibir manyunnya.
"Lo orang lupa ya, gue siapa? Seksi Kebersihan," Joko menjelaskan siapa dirinya dengan menunjuk ke arah dirinya sendiri.
"Makasih ya Joko, udah diingetin," ujar Lidya.
"Iya deh," jawab Luise pasrah.
"Iya-iya. Udah sana!" Leora mengusir paksa Joko dari bangku mereka.
"Jutek amat sih Leora. Jangan gitu dong sama Mas Joko," goda Joko.
"IHH... SANA NGGAK!" bentak Leora dengan suara sedikit manja.
"Ck, iya-iya." Joko kemudian kembali ke bangkunya.
********
Bel pulang sekolah pun berbunyi. Joko buru-buru memasukkan semua peralatan sekolahnya ke dalam tas. Rico pun heran kenapa Joko sangat terburu-buru.
�Sibuk banget Jok?� tanya Rico.
"Gue balik duluan ya Co, gue ada urusan keluarga soalnya," pamit Joko.
Rico pun mengangguk. Joko pun buru-buru pergi.
Riska pun beranjak dari bangkunya, lalu menghampiri Rico yang sedang memasukkan buku-buku ke dalam tas ranselnya.
"Rico, nggak lupa kan?"
"Oh, nggak kok," jawab Rico. Rico kemudian memasukkan sisa bukunya ke dalam tas,  "Gimana gue bisa lupa, apa lagi mau jalan sama lo, Riska," batin Rico sejenak melamun.
Riska dan Rico pun menuju ke parkiran sepeda motor. Setelah sampai, Rico kemudian memberikan helm kepada Riska, yang sengaja ia bawa untuk Riska.
"Nih helmnya, gue sengaja udah bawa dua.� Rico menyodorkan helm kepada Riska.
"Good Job.� Riska mengacungkan jempol ke arah Rico, kemudian memakainya.
Rico pun tersenyum ke arah Riska sambil memasangkan helm di kepalanya. Lalu mereka siap berangkat ke took buku.
Rico dan Riska pun sampai di toko buku. Riska mencoba membuka helm yang terpasang di kepalanya, namun helm tersebut agak macet.
"Rico, ini gimana? Helmnya kok susah dibuka," keluh Riska, "tadi lancar aja pas dipake, kenapa sekarang susah?" sambung Riska seraya mengomel.
"Bentar, sini gue bukain." Rico mencoba membantu membuka helm yang masih terpasang di kepala Riska.
Wajah Rico hampir dekat dengan wajah Riska. Membuat Riska gugup.
"Duh, kenapa pake acara macet segala nih helm, muka Rico jadi deket banget," batin Riska. Matanya berkedip-kedip menatap wajah Rico. Sementara Rico masih fokus untuk membuka helm di kepala Riska.
"Nih, udah kebuka. Nggak susah kok, lo nya aja yang nggak bisa pake helm," ketus Rico.
Rico sebenarnya juga gugup saat wajahnya begitu dekat dengan wajah Riska saat mencoba melepas helm di kepala Riska, namun ia menutupinya dengan berbicara ketus.
"Yee... ini kan helm bukan punya gue, wajah dong kalo gue nggak tebiasa," sahut Riska.
"Iya-iya. Ya udah, ayo masuk!" Rico melangkah terlebih dahulu masuk ke dalam toko buku.
"Ketus banget sih tuh cowok, gimana kalo punya cewek,� gerutu Riska. Riska kemudian menyusul Rico masuk ke dalam toko buku.

Gue suka lo, tapi... [TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang