Bab 13 Angga Come Back

50 37 4
                                    

Riska mulai mengikuti nasehat dari Winda. Riska pun duduk di meja belajarnya, mengambil secarik kertas. Lalu mencoba menulis sesuatu di kertas tersebut, ia mengungkapkan perasaannya terhadap Rico melalui barisan kata-kata.
Dear senja di sebrang sana.
Langit sebentar lagi 'kan gelap.
Tapi aku masih di sini dengan sepucuk surat ini untukmu.
Ku goreskan tinta pena ini untuk menuliskan perasaanku padamu.
Maafkan aku yang telah mengganggu waktu luangmu hanya untuk coretan hitam ini yang tak sepenting waktumu.
Apakah kau masih berdiri? Tolong duduklah dan perhatikan setiap kata yang aku tuliskan,
AKU SUKA KAMU, RICO...
Riska Nia Evelin.
Keesokan paginya, Riska melihat Rico yang tengah berjalan di koridor sekolah menuju kelas. Dengan harap-harap cemas ia kemudian memanggil Rico.
"Rico!" Riska kemudian mengampiri Rico. "Bisa ngomong bentar nggak?"
"Ngomong aja," jawab Rico datar.
Saat Riska ingin memberikan surat kepada Rico yang ia taruh di saku baju seragamnya, tiba-tiba Syira muncul menghampiri mereka. Tangan Riska yang hendak mengambil surat di saku seragamnya, perlahan menurunkannya.
"Rico, ikut gue bentar!" ajak Syira.
"Tapi gue�.,"
"Bentar aja!" Syira menarik paksa Rico. Rico pun terpaksa pergi bersama Syira.
"Ganggu aja tuh kakak kelas," Riska mendesis kesal, kemudian pergi ke kelas dengan perasaan sedih.
Saat Rico kembali ke kelas, ia pun menghampiri Riska yang sedang mengobrol dengan Winda.
"Riska, tadi lo mau ngomong apa?" tanya Rico.
Riska pun terdiam. Berpikir sejenak, jawaban apa yang harus ia berikan kepada Rico saat di koridor tadi. Winda hanya menyimak obrolan mereka dengan wajah bengong.
Riska pun melirik Winda. "Oh, nggak penting kok, cuma ada kerjaan yang di suruh sama Pak Teguh, tapi tenang aja kok, gue udah handle," jawab Riska berbohong.
"Ooh, ya udah kalo gitu," jawab Rico dengan wajah agak sedikit kecewa, berharap ada sesuatu yang ingin Riska sampaikan kepadanya atau mengatakan suka padanya, mungkin. Rico pun melangkah ke arah bangkunya.
Dengan perasaan sedih di dalam hatinya, Riska mengurungkan niatnya untuk memberikan surat yang berisi pernyataan cintanya untuk Rico.
**********
Kelas begitu hening. Hanya ada Riska dan Winda berdua saat tidak ada siapapun di kelas. Winda pun berusaha memecah keheningan dengan bertanya pada Riska, "Gimana Riska?"
"Gimana apanya?" Riska menjawab dengan wajah murung.
"Suratnya!?"
"Nggak jadi." Riska tambah lesu.
"Loh!? Kok nggak jadi?"
"Kayaknya Rico lagi deket sama kakak kelas deh, si Syira-Syira itu, anak XII IPA 1.�
"Deket belum tentu jadian kan!?"
"Baru mau maju aja gue udah takut berperang. Ya gimana nggak! Banyak cewek-cewek yang naksir sama Rico, lebih dari gue. Rico itu ibarat langit yang membentang bumi. Bumi itu, gue. Ya... lo tau kan jarak langit sama bumi... jauh!!" Riska mendramatisir.
�Eleh� lebay lo!� Winda pun kemudian berdiri. "Jangan terlalu ambil kesimpulan tentang Rico," sanggah Winda. Ia lalu mencengkram kedua bahu Riska. "Yang gue liat nih, Rico kayaknya juga suka deh sama lo," ujar Winda.
Riska kemudian menyusul Winda berdiri. "Jangan memberi gue harapan yang terlalu tinggi, Winda. Ya� awalnya emang gue mikir gitu. Tapi... makin kesini, sikap Rico tuh ngejelasin kalo dia emang nggak suka sama gue," ujar Riska yakin.
Winda pun kembali duduk. Pasrah dengan tanggapan yang di lontarkan Riska, bahwa Rico benar tidak menyukai Riska. Mungkin perkiraannya itu memang salah.
**********
Tiga hari pun telah berlalu. Riska berusaha melupakan tentang surat yang tidak jadi ia berikan kepada Rico. Riska pun mulai bersikap seperti biasanya. Riska kemudian melihat Rico dan Joko duduk-duduk di depan kelas sebelum bel masuk berbunyi. Karena Winda belum datang, Riska pun iseng menghampiri Rico dan Joko. "Pagi!?" sapa Riska.
"Pagi juga Riska," balas Joko. Sedangkan Rico tidak sekalipun membalas sapaan dari Riska. Lagi-lagi Rico tak acuh terhadap Riska. Rico pun beranjak pergi masuk ke kelas.
Riska pun duduk di sampinh Joko. "Rico kenapa sih, Jok? Ada masalah kah dia sama gue? Kok gue dicuekin mulu?" rentetan pertanyaan Riska tujukan pada Joko.
"Gu-ge nggak tau, Riska," jawab Joko yang memang tidak tahu kenapa Rico seolah menghindar dari Riska.
Saat bel istirahat pun berbunyi. Rico dan Joko pergi ke arah kantin. Riska pun berniat untuk meminta penjelasan pada Rico atas sikapnya yang selalu menghindar dari Riska.
"Winda, lo duluan ke kantin ya, gue ada urusan sebentar. Nanti gue nyusul," titah Riska.
�Jangan lama!� ujar Winda. Riska mengangguk.
Riska kemudian menyusul Rico dan Joko dengan menghadang mereka yang tengah berjalan. Rico dan Joko pun terkejut tiba-tiba Riska muncul di hadapan mereka. �Astaga!� ujar Joko kaget.
Riska lalu melirik ke arah Joko. Kepalanya menggeleng, mengisyaratkan joko untuk segera pergi.
Joko yang paham lalu mengangguk. "Gu-gue duluan ya, Co!" Joko pun  bergegas pergi meninggalkan Riska dan Rico berdua.
"Jo-Jok!" Rico yang bingung kenapa Joko meninggalkannya berdua dengan Riska.
"Ikut gue!" ajak Riska seraya menarik tangan Rico ke tempat sepi.
"Lo-lo mau ngapain?"
Riska menatap Rico dengan serius. "Rico! Lo ada masalah sama gue? Lo marah sama gue?" tuduh Riska.
"Ng-nggak!" jawab Rico kemudian memalingkan wajahnya.
"Kalo lo nggak ada masalah sama gue, kenapa lo cuekin gue? Kalo lo marah sama gue, bilang! Nggak usah ngehindarin gue!" geram Riska, tak tahan dengan tingkah Rico yang sengaja cuek dan sepertinya sengaja untuk menghindar dari dirinya.
Rico pun menoleh. Ia mulai menatap Riska. "Kalo gue cuek dan tak acuh sama lo, itu urusan gue. Bukan urusan lo! Dari awal kita ketemu emang gue udah jutek sama lo, kan? Lo selalu bikin kesel gue," tutur Rico, agar Riska tak lagi mendesaknya.
Riska tersulut emosi karena kata-kata yang keluar dari mulut Rico. "Oh... jadi ini bukan urusan gue ya? Fine! Gue nggak akan pernah ganggu atau ngusik lo lagi! Dan sorry, kalo selama ini udah bikin lo kesel sama sikap gue! Gue pikir kita udah jadi temen. Ternyata gue salah!" Riska kemudian pergi.
Kata-kata Riska begitu dalam menusuk hati Rico. "Arrrgghhh...!!!" Rico kesal dengan dirinya sendiri.
***********
Riska dan Winda sedang mengobrol di koridor sekolah. Seperti biasa Rico hanya bisa memandangi Riska dari kejauhan. Tiba-tiba datang seorang cowok menghampiri Riska dan Winda. Cowok tersebut berhenti tepat di belakang Riska.
"Riska," sapa cowok berbadan lebih tinggi dari Riska dan berhidung mancung itu.
Riska pun kemudian berbalik. Dan syok. "Angga!?" Riska tak percaya setelah melihat siapa sosok yang berdiri dihadapannya.
Joko pun melihat ke arah Riska, Winda dan juga cowok tersebut. "Co! Rico! Siapa tuh yang nyamperin Riska?" tanya Joko penasaran.
Rico pun menatap serius ke arah Riska dan Winda serta cowok yang dimaksud Joko.
Angga pun tersenyum.
"Ya Allah, ini beneran Angga!?"
Winda hanya bengong melihat sosok cowok yang membuat Riska histeris.
"Iya beneran. Tuh liat, lo cek sendiri nih!" Angga meraih tangan Riska lalu meletakkannya di pipi Angga, agar Riska bisa percaya bahwa itu benar Angga, sahabatnya yang pindah ke Amerika.
Rico dan Joko syok dengan perlakuan Angga pada Riska.
Mata Riska pun berkaca-kaca menatap sosok Angga, sampai menitikkan air mata.
"Riska, kenapa lo nangis?" tanya Angga. Kemudian menarik tubuh Riska ke dalam pelukannya.
Rico terkejut cowok tersebut tiba-tiba memeluk Riska.
"Udah ya. Malu ah, masak nangis. Diliat anak-anak lain tuh," ujar Angga sembari mengelus-elus rambut Riska untuk menenangkannya.
Murid lain pun menatap ke arah Angga dan Riska sinis dan saling berbisik.
"Cowok yang sama Riska siapa tuh?"
"Iya, pake pelukan segala."
"Kayak teletubis yang LDR aja."
"Ini sekolah, bukan tempat pacaran."
�Eh, tapi keren juga.�
Joko pun terkejut, terlebih Rico juga sangat terkejut. Seorang yang disukainya tiba-tiba dipeluk oleh cowok lain.
Angga pun melepaskan pelukannya. Riska lalu mengusap hidungnya yang meler. Angga pun mengusap air mata yang tersisa di pipi Riska.
Winda terharu sembari menepuk-nepuk pundak Riska. Riska sempat bercerita pada Winda, bahwa ia punya seorang sahabat benama Angga, namun ia pindah ke Amerika bersama kedua orang tuanya untuk urusan pekerjaan.
"Oh, iya Angga. Kenalin ini Winda."
"Angga." Angga mengulurkan tangan.
"Winda." Angga dan Winda saling berkenalan.
Rico dan Joko bertanya-tanya, siapakah sosok cowok yang tiba-tiba menghampiri Riska dan memeluknya tadi? Sepertinya cowok tersebut sudah begitu akrab dengan Riska, sehingga Riska menangis dibuatnya.
"Siapa cowok tadi Jok?" tanya Rico.
"Ya nggak tau gue Co, tiba-tiba aja nongol.�
"Kenapa pake peluk-peluk Riska segala!" Rico sedikit geram.
"Mungkin itu cowoknya Riska," sahut Joko.
Rico mengepalkan tangannya. Kecemburuan mulai merasuki dirinya.
"Anak baru tuh kayaknya, baru liat gue," ujar Rico penasaran.
"Gue akan cari tau siapa tuh cowok." Joko kemudian beranjak.
Bel pulang sekolah berbunyi. Angga menghampiri Riska di kelasnya.
"Riska, pulang bareng gue," ajak Angga, "Winda juga, ntar gue anter sampe rumah," sambung Angga yang berdiri di samping bangku Riska.
"Yuk Winda, kita bareng Angga," ajak Riska.
"Emm... boleh deh." Riska dan Winda kemudian beranjak keluar kelas. Rico memperhatikan mereka bertiga dari bangkunya.
"Yuk, pulang Co! mereka juga udah pergi," ajak Joko.
Sesampainya di parkiran, Riska terbelalak dengan kendaraan yang di bawa oleh Angga. "Gila si Angga, bawa mobil beginian ke sekolah?" batin Riska, tak percaya bahwa Angga membawa mobil sport bermerek ke sekolah.
"Itu beneran mobil Angga?" tanya Winda yang juga tak percaya.
Riska hanya tersenyum terpaksa.
"Cepetan masuk!" titah Angga pada Riska dan Winda dari dalam mobil.
"Winda lo masuk duluan." Winda pun masuk ke dalam mobil disusul oleh Riska.
"Kok gue berasa jadi supir ya?" canda Angga seraya menongok ke arah belakang tempat Riska dan Winda duduk.
"Sorry, sorry. Kan, kasian Winda duduk di belakang sendiri," jawab Riska, "nanti kita anter Winda dulu, baru deh gue pindah ke depan," lanjut Riska.
Angga pun melajukan mobil sport-nya.
Di parkiran sepeda motor, Joko menghampiri Rico. "Rico, gue tadi dapet informasi, kalo cowok yang nyamperin Riska tadi anak baru di sekolah ini, pindahan dari luar negeri. Kalo soal siapanya Riska gue nggak tau," jelas Joko. Joko kemudian menaiki sepeda motornya.
"Ya udah lah Jok, nggak usah lo pikirin." Dengan wajah lesu Rico menaiki motor sport-nya, "gue balik dulu," pamit Rico. Rico pun pergi.
"Yah, gimana sih tuh anak, nggak ngerti gue sama sikapnya. Suka, tapi kayak orang nggak semangat gitu," gerutu Joko.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Rico memikirkan tentang cowok yang bersama Riska tadi. "Mungkin sebaiknya gue nggak terlalu mikirin Riska, toh akhirnya gue juga nggak bisa biarin Riska masuk ke kehidupan gue," batin Rico.

Gue suka lo, tapi... [TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang