"Makan apa nih, Riska?" tanya Winda pada Riska saat di sebuah kafe.
"Seblak boleh?"
"Nggak! Nggak boleh. Lo tau kan, terakhir kali lo makan seblak, perut lo lagi nggak baik," omel Winda, "waktu lo sakit, pas gue izin nggak sekolah, karena nemenin mama jenguk nenek gue," sambung Winda.
"Boleh ya Winda," ujar Riska memohon, "gue request yang level pedasnya rendah deh." Riska menangkupkan kedua tangannya, agar Winda membiarkannya memesan seblak. Melihat wajah Riska yang memelas, akhirnya Winda pun mengizinkan Riska untuk memesan seblak minim cabai pada pelayan kafe.
Saat Riska dan Winda sedang menikmati makanan mereka. Syira dan Rere datang ke kafe tersebut. Syira dan Rere pun duduk tak jauh dari Riska dan Winda. Mereka pun kemudian memesan makanan. Pelayan pun pergi setelah mencatat pesanan Syira dan Rere.
Syira lalu memandang ke sekeliling kafe tersebut. Matanya terhenti pada sudut jam satu. "Hemm... Riska!" Syira tersenyum penuh arti. Ia pun langsung beranjak.
"Mau kemana lo, Syir?" tanya Rere.
"Bentar aja, ada kuman yang harus disingkirkan." Syira pun melangkah menuju meja Riska dan Winda.
"Eh... ada Riska juga di sini?" Syira berdiri tepat di samping meja seraya melipat kedua tangannya di bagian dada. Winda yang sedang makan pun seketika terhenti, sedangkan Riska yang sedang meminum es cappucino pun mendongak.
"Kak Syira," ujar Riska sopan, "ada apa ya, Kak?" tanya Riska polos.
"Nggak papa. Gue cuma mau ingetin lo. Jangan sok dan belagu mau deketin Rico, ngerti!" ujar Syira sinis.
Winda masih menyimak seraya memandang Syira dengan tatapan kesal.
"Emangnya kenapa, Kak?" Riska masih bersikap polos.
"Hah!? Masih nggak sadar lo? Lo nggak pantes bersanding dengan Demian El-Rico Andara, anak dari seorang pengusaha restoran ternama, Andini Wiratama," jawab Syira dengan sombongnya.
"Salahnya gue dimana ya, Kak?" bela Riska.
Syira mencondongkan sedikit tubuhnya ke arah Riska. "Lo itu anak Tukang ojek." Syira menyentuh-nyentuh bahu Riska. "sekolah paling juga pake beasiswa ataupun belas kasihan dari komite sekolah. Sekali lagi gue ingetin sama lo, jangan lagi lo deketin Rico! Ngerti nggak Lo!" bentak Syira.
"Kak! Cukup ya, jangan menghina Riska lagi. Riska itu nggak seperti yang Kakak tuduhkan. Dia itu anak....,"
. "Emangnya tau dari mana, kalo gue anak Tukang ojek?� Riska memotong ucapan Winda
"Tiap hari lo ke sekolah dianter tukang ojek, itu bokap lo kan?"
"Apa salahnya jadi anak tukang ojek? Emang gue nyusahin Kakak, nggak kan?"
"Ah, udahlah! Udah miskin, belagu lagi. Mending gue pergi aja." Syira pun kembali ke mejanya lagi.
Riska dan Winda kemudian pergi dari kafe tersebut.
"Arrrgghhh! Gereget gue sama Syira-Syira itu, kenapa lo nggak bilang aja tadi, lo itu siapa," ujar Winda kesal.
"Tempat umum, Win. Kalo kita ribut di kafe itu, kasian para pelanggan di kafe itu, nanti pada risih," jawab Riska.
"Riska, lo nggak perlu deh, bohong lagi di sekolah tentang siapa lo. Kak Syira nanti makin ngelunjak sama lo, dia udah ngerendahin lo. Masak lo mau diem aja. Sorry ya, bukannya gue mau ngehasut lo. Cuma... gue nggak pengen lo direndahin sama orang lain," saran Winda.
Riska pun terdiam. "Hmm.. Winda, malem ini lo nginep di rumah gue aja ya?" ajak Riska yang malah mengubah topik pembicaraan
Winda menatap Riska. �Nih anak malah ganti topik pembicaraan,� batin Winda. Sebab ia paham maksud dari Riska yang mengubah topik pembicaraan mereka. Riska tidak ingin membahas tentang Syira. "Emm... gimana ya?" Winda berpikir.
"Udah deh, nggak usah kelamaan." Riska pun menarik Winda. Riska dan Winda lalu menuju rumah Riska.
Riska pun meminta izin pada orang tua Winda, agar Winda bisa menginap di rumahnya.
Sebelum tidur, Riska dan Winda mengobrol terlebih dahulu. "Kayaknya... bener deh yang lo bilang tadi. Gue nggak perlu sembunyiin identitas gue lagi di sekolah, toh.. gue udah punya lo," ujar Riska.
"Ye� emangnya gue barang, hak milik lo," canda Winda.
"Gue serius, Winda."
"Oke-oke.�
Riska terus saja mengoceh. Padahal Winda sudah lelap tertidur. "Win, Winda?" Riska pun menoleh ke samping. "Dari tadi gue curhat, Winda ternyata udah tidur," ujar Riska. Riska pun kemudian menyusul tidur.
Keesokan harinya. Riska dan Winda bersiap berangkat ke sekolah. Ada yang berubah dengan penampilan Riska. Riska mengubah gaya rambut agar tampak lebih fresh. Ia pun kembali menjadi seperti dirinya yang dahulu. "Yuk Win, cap cuss!" ajak Riska.
"Kemonn..." sahut Winda.
Riska dan Winda berangkat ke sekolah diantar dengan mobil. Sampai di depan gerbang sekolah. Aura Riska yang berbeda pun muncul setelah keluar dari mobil. Murid-murid pun kemudian berbisik.
"Siapa tuh? Anak baru ya?�
"Cantik banget!"
"Anak tajir nih, pasti!"
Riska dan Winda memasuki sekolah dengan gaya bak model terkenal. Murid-murid langsung melihat ke arah Riska dan Winda yang sedang berjalan. Jalan Riska dan Winda seketika terhenti setelah melihat murid-murid sedang berkerumun di depan mading sekolah.
"Ada apaan tuh?" tanya Riska penasaran.
"Nggak tau juga gue," sahut Winda.
"Samperin yuk!" Riska berjalan menuju kerumunan disusul oleh Winda.
Riska pun mulai bertanya pada salah satu murid yang juga ikut berkerumun di depan mading.
"Ada apaan sih?" tanya Winda.
"Liat aja sendiri." Murid tersebut menunjuk ke arah mading.
Riska dan Winda pun menerobos kerumunan dan melihat papan mading. Kemudian melihat apa yang menjadi objek yang membuat murid-murid heboh.
"Apa!? Rico is mine? Ttd Syira!?" Riska syok.
"Riska, ini udah kelewatan!" ujar Winda.
Riska mengepalkan kedua tangannya. Matanya menyorot tajam. Tampak wajah Riska tersulut amarah saat melihat pengumuman di mading tersebut. Riska pun pergi menememui Syira di kelasnya.
Riska sampai di kelas Syira. Syira langsung berdiri saat Riska datang menghampirinya. "Wah..! Wah..! Wah..! Pasti udah liat pengumuman di mading ya. Pasti mau buat perhitungan sama gue, ihh.. Gue jadi takut," ledek Syira.
Riska tertawa miring. "Lo takut kalah saing? Makanya lo ngelakuin hal murahan kayak gitu?" Riska kemudian maju satu langkah mendekati Syira. "Pengecut!" Riska tersenyum dengan tatapan menantang.
Syira mendorong kecil tubuh Riska hingga mundur satu langkah. "Kalo lo berani, kita adu tanding Karate. Ini baru sportif, kan?" tantang Syira seraya tersenyum licik. Menganggap bahwa Riska tidak akan mampu menandinginya dalam adu Karate. Karena ia pernah menjuarai Karate tingkat Nasional.
"Oke. Siapa takut?"
Syira pun mendagului pergi ke lapangan basket.
Winda yang mendengar Riska akan beradu tanding Karate dengan Syira pun terkejut. "Lo yakin mau adu Karate sama Syira?" tanya Winda khawatir.
"Nggak juga sih,� ujar Riska tidak yakin. Karena memang dirinya tidak bisa karete, namun tetap harus melakukannya demi harga dirinya.
Winda menepok jidatnya.
�Udah, ayok lah!� ajak Riska.
Riska dan Winda menyusul Syira ke lapangan basket.
Riska dan Syira sudah berganti baju Karate. Mereka siap beradu tanding. Lapangan basket sudah penuh dengan murid-murid lain yang siap menonton mereka.
Adu Karate pun di mulai.
Rico baru saja sampai di sekolah. Joko yang melihat Rico, langsung berlari menghampirinya. "Rico!" panggil Joko seraya terengah-engah.
"Ngapain sih, Jok! Sampe lari-lari segala?" tanya Rico.
"I-itu," jawab Joko terbata-bata.
"Itu apa?" tanya Rico tidak mengerti.
"Riska sama Syira adu Karate di lapangan basket," jawab Joko.
"Apa!?" Rico yang syok langsung berlari ke lapangan basket, disusul oleh Joko.
Rico sampai di lapangan basket. Melihat Riska dan Syira sedang adu tanding Karate. Riska yang sadar bahwa Rico datang seketika menoleh. Itu memberi Syira kesempatan untuk menlumpuhkannya. "Aww!!" Syira berhasil menjatuhkan Riska.
"Baru aja mulai, udah kalah." Syira tertawa mengejek.
Riska kemudian bangun. "Ini baru permulaan, nggak usah seneng dulu," sahut Riska.
Riska dan Syira mulai beradu lagi. Membuat Rico khawatir. Ia hanya bisa berdiri cemas menonton mereka.
Kali ini Riska tidak lengah. Ia pun berhasil menjatuhkan Syira. Riska pun tersenyum. Syira bangun kemudian mulai menyerang Riska. Riska berusaha menangkis pukulan dari Syira, namun Syira berhasil melumpuhkan Riska lagi dan siap memukul wajah Riska. "SYIRA STOP!!" teriak Rico yang melihat Syira nyaris memukul wajah Riska.
Kepalan tangan Syira yang hampir menyentuh wajah Riska, ia urungkan. "Sayang banget kalo muka mulus lo gue tonjok," bisik Syira. Riska kemudian bangun, ia ingin segera pergi dari tempat itu.
"Lo adu karate kayak gini karna gue?" tanya Rico.
Langkah Riska pun terhenti. Ia pun melanjutkan langkahnya namun menghampiri Rico. "Sorry, gue adu karate gini bukan buat lo. Ini demi harga diri gue. Untuk apa gue capek-capek tanding kayak gini buat cowok kayak lo. Pecundang!" Riska kali ini meluapkan kekesalannya terhadap Rico yang tidak bisa mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Riska pun beranjak pergi.
Rico merasa tertampar dengan ucapan Riska tersebut. Tersadar, selama ini ia memang bersikap seperti seorang pengecut. Ia pun mengejar Riska, meraih tangannya dan menariknya ke dalam pelukannya. "Maaf, maafin gue," ujar Rico lirih. "gue sayang baget sama lo, Riska. Jangan pergi dari gue." Rico memeluk Riska dengan erat.
Syira pun tercengang. Ia tampak kesal melihat Riska dan Rico tengah berpelukan. Ia pun langsung berjalan menghampiri mereka dan menarik tangan Riska agar lepas dari pelukan Rico.
"HEH, ANAK TUKANG OJEK. Lo tu nggak pantes buat Rico!" bentak Syira.
"Trus yang pantes buat Rico siapa? Cewek uler kayak lo?" tampik Riska.
"Syira stop! Lo nggak usah ganggu gue sama Riska lagi. Udah cukup lo neken gue selama ini," sela Rico.
Bagus Atmojo tiba-tiba datang ke lapangan basket dan melihat Riska sedang berseteru dengan Syira.
"Riska!?" panggil Bagus.
Riska seketika menengok ke arah Bagus. "Papa!?" Riska terkejut.
"Hah!? Papa!?" ujar Syira dan Rico berbarengan. Bagus pun menghampiri Riska.
"Ada apa ini, Sayang?" tanya Bagus.
"Nggak ada apa-apa, Pa," jawab Riska. Semua yang ada di sana juga tercengang. Termasuk Rico dan Joko, terlebih Syira.
"Papa? Maksudnya, Pak Bagus Atmojo ini bokap lo!?" tanya Syira syok.
Riska menjawab dengan mengangkat kedua bahunya. Riska ternyata adalah anak dari Bagus Atmojo. Ketua yayasan sekaligus pemilik SMA Langit Biru.
"Ya udah, Pa, Riska mau ganti baju dulu, gerah." Riska pun pergi diikuti Rico.
Winda lalu menjulurkan lidah pada Syira seolah meledeknya. "Wellkk!! Kasian deh lo." Winda menyusul Riska dan Rico, diikuti oleh Joko.
***********
Riska sedang duduk di pinggir danau seperti sedang piknik. Ia memakai jam tangan yang Rico berikan untuknya. Memandangi pemandangan danau yang menyejukkan mata. Tak lama, Rico pun datang. Duduk di samping Riska, lalu menyandarkan kepalanya dibahu Riska. Matanya jauh memandang ke danau yang luas dan pepohonan hijau. Ia pun berkata, "Apapun yang terjadi, please� jangan pernah tinggalin gue," ujarnya lirih.
Riska meraih tangan Rico, lalu memasukkan jarinya ke sela-sela jarinya,menggenggam erat tangan cowok di sebelahnya itu. "Don't be afraid. I don't leave you. Never," ujar Riska.
Aku tak pernah merasakan suka sedalam ini.
Apa ini cinta?
Aku tak pernah merasakan luka sedalam ini.
Apa ini juga karena cinta?
Dua jam aku berdiri di depan cermin.
Hanya menatap diriku sendiri.
Meyakinkan hatiku
Bahwa rasa ini benar tentang cinta.
Jika aku bisa merengkuh hatimu.
Aku tak kan biarkan kamu pergi dariku, Demian. Never.
Terima kasih sudah membaca cerita ini. Sampai jumpa pada cerita Gue Suka Lo, Tapi� season kedua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue suka lo, tapi... [TERBIT] ✔
Teen Fiction"WOY!! KALO MAEN YANG BENER DONG!" Riska yang kesal terpaksa bangun, kemudian mengambil bola basket tersebut, lalu berjalan ke tengah lapangan mendekati Rico. Ia pun men-drible bola basket tersebut di hadapan Rico. Sorotan matanya mengarah pada cowo...