Bab 20 Pernyataan Cinta Riska

28 12 1
                                    

Sementara Rico bersembunyi di ruang kosong yang tak terpakai di sekolah. Selama ini, ruang tersebut menjadi tempat Rico di kala kekalutan menghantui dirinya. Berusaha menenangkan diri dari perasaannya terhadap Riska.
Satu persatu Riska memasuki ruangan, namun tidak ada Rico di sana. Sampai matanya tertuju pada suatu ruangan yang asing baginya. Ia berlari cepat ke arah ruangan tersebut. Ia pun membuka pintu. Cleeekkk!! Rico sedang duduk dengan wajah tertunduk di dalam sana. "Rico!?"
Rico pun terkejut. "Ri-Riska?!"
Riska telah berhasil menemukannya. Riska pun masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Mau ngapain lo ke kesini?" tanya Rico ketus.
"Gue cari-cari lo dari tadi, ternyata lo ada di sini," jawab Riska.
Mata Riska mengarah pada luka di tangan Rico. "Ta-tangan lo kenapa?" tanya Riska penasaran.
"Keluar lo!" usir Rico secara halus namun masih terduduk.
"Nggak!" tegas Riska yang tak menghiraukan. Kali ini ia tak akan mendengarkan titah dari Rico.
"GUE BILANG, KELUAR!!"
"NGGAK!!"
Rico lalu berdiri. "Kalo lo nggak keluar, gue yang keluar." Rico beranjak, melangkah ke arah pintu. Dengan sigap, Riska langsung menutup pintu. Brakkk!! Seketika menguncinya, Ceklek!!
"Lo ngapain!?" tanya Rico bingung.
Riska lalu melemparkan kunci tersebut keluar jendela. Ruangan tersebut berada di lantai dua. Mata Rico terbelalak melihat kunci tersebut meluncur bebas. Plungg. "Ku-kuncinya!?"
Riska menaikkan alisnya, seolah mengejek Rico, yang takkan bisa mengambil kunci tersebut.
"Aaarrggghhh!!!" teriak Rico kesal, lalu duduk kembali.
"Rico! Lo kenapa ngehindar dari gue?" desak Riska.
"Lo gila ya!? Ku-kuncinya? Kita terkurung di sini, lo sadar nggak!" bentak Rico.
"Gue nggak peduli!" Riska lalu sedikit mendekati Rico. "Rico, gue mau tau, tangan lo kenapa?"
"Emang lo peduli?"
Riska heran dan bingung, Rico melontarkan pertanyaan seolah Riska yang bersalah dalam hal ini.
"Apa lo... yang udah pecahin kaca di ruang laboratorium?" selidik Riska.
"Ngapain lo tanya? Nggak penting juga kan buat lo?"
Riska terdiam. Tak ingin lagi bertanya. Karena, apapun pertanyaan yang Riska ajukan pada Rico, Rico selalu memojokkannya. Riska memandangi cowok angkuh yang ada di hadapannya. Ingin sekali ia ucapkan, sekali saja, bahwa ia suka pada Rico. Riska tak tahan lagi. "Lakukan, Riska! Nyatain perasaan lo sekarang!" batin Riska. Lalu melangkah ke arah Rico yang tengah terduduk lesu. Riska mengikis jarak diantara mereka, lalu menggamit wajah Rico, menatap matanya begitu dalam. Lalu berbisik ke telinga Rico, "Gue suka lo, Rico."
Mata Rico terbelalak, terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Riska. "Ri-Riska barusan bilang suka sama gue?" tanyanya dalam batin tak percaya.
Setelah berbisik, Riska menatap mata Rico lagi. Mata mereka bertatapan satu sama lain. Rico mengedipkan kedua matanya. Ia gugup. Riska kemudian melepaskan tangannya. Memecahkan situasi yang sekejap hening. Suasana pun membuat mereka menjadi canggung.
Lalu Riska pun duduk. "Emmm... gue mau liat luka lo, boleh ya," pinta Riska lembut. Rico pun mulai luluh.
Perlahan, Riska meraih tangan Rico. Melihat secara detail luka yang ada di punggung tangan Rico yang terbalut oleh perban. Rico masih tersipu malu. Ia biarkan Riska melihat lukanya. Namun memalingkan wajahnya.
Riska lalu meniup-niup luka Rico. Hujan pun tiba-tiba turun dengan deras. Zrasss..zrass..!!
"Yah� ujan.�  Riska kemudian beranjak menuju ke arah jendela. Menutup jendela yang sebelumnya terbuka. Angin mulai memasuki celah-celah jendela membuat hawa dingin terasa di tubuh mereka. Riska pun melepaskan jaket hoodie berwarna hitam berukuran jumbo yang ia pakai sedari tadi hasil menodong dari Angga kemarin. Lalu memakaikannya ke tubuh Rico.
"Nggak usah! Lo aja yang pake," tolak Rico.
"Jangan keras kepala!" ujar Riska dengan tatapan tajam ke arah Rico.
Rico pun bergeming, seakan pasrah saat Riska melekatkan jaket hoodie tersebut ke tubuhnya. Rico pun menelan ludah.  Menahan kegugupannya saat berada di dekat Riska. Mereka pun hanya terdiam menikmati alunan suara derasnya hujan.
�Soal kemaren� Angga suka cama cewek, jadi gue sama Angga praktekin saat dia nanti nembak cewek itu,� tutur Riska, menjelaskan soal kemarin agar Rico tak salah paham.
Rico terkejut. Namun ia hanya menahannya.
Tak sadar sudah berapa lama mereka berada dalam ruangan kosong tersebut. Joko dan Winda memikirkan mereka berdua. Joko akhirnya menghampiri Winda.
"Riska sama Rico kemana? Nggak ikut pelajaran Bu Eni?" tanya Joko.
"Gue juga nggak tau. Tadi Riska nyusulin Rico. Trus nggak tau kemana?" sahut Winda.
"Ayo, kita cari aja," ajak Joko.
Joko dan Winda pun bergegas mencari Riska dan Rico sebelum pelajaran kedua dimulai. Joko dan Winda pun kemudian berpencar.
"Gu-gue mau cari pertolongan dulu ya," ujar Riska.
Rico pun mengangguk.
"Eh, gue nggak bisa telepon Winda, Winda sekarang di dalam kelas," gumam Riska. Riska pun mengeluarkan bukunya. Menyobek kertas dan menuliskan sesuatu di kertas tersebut. Setelah itu, ia pergi ke arah jendela. Berharap ada teman mereka melintasi ruang kosong tersebut yang berada di lantai dua itu. Lama Riska berdiri di samping jendela. Menunggu seseorang lewat.
"Gimana?" tanya Rico.
"Belum ada yang lewat," jawab Riska.
Tak lama, Joko pun lewat.
"Joko!" panggil Riska.
Joko seketika menoleh ke asal suara. Ia terkejut saat melihat Riska. "Riska!?�
"Joko bantuin gue!" teriak Riska. Kemudian melemparkan bulatan kertas ke arah Joko.
"Apaan nih?" Joko penasaran.
"Baca!" teriak Riska.
Joko mengangguk, dan langsung membaca tulisan tersebut. "Tolong, kunci jatuh di bawah. Gue ke kunci di ruang kosong."
Lalu Riska menunjuk ke bawah tempat kunci tersebut terjatuh.
Joko pun mengerti. "Oke-oke." Joko langsung mengambil kunci tersebut dan langsung berlari untuk membukakan pintu tempat Riska terkunci.
Joko segera membuka kunci pintu ruangan kosong tersebut. Pintu pun terbuka. Riska lalu keluar dari raungan tersebut. "Lo kok bisa ke kunci di sini sih, Ka?" tanya Joko.
Setelah Riska keluar, Rico pun keluar dari ruang kosong tersebut. "Loh, Rico juga?" Joko terkejut setelah melihat Rico. "Jadi, lo berdua....,"
"Joko, gue mau minta tolong sama lo," sela Riska, "bawa Rico ke UKS. Kalo nanti guru tanya soal Rico. Bilang, tangan Rico luka ya," pinta Riska. Ia pun kemudian bergegas pergi ke kelas.
Rico hanya memandangi Riska yang menjauh pergi.
"Rico, ayo cepet ke UKS," ajak Joko.
Mereka pun menuju ke ruang UKS.
Riska kemudian berpapasan dengan Winda yang sedari tadi mencarinya.
"Riska, lo kemana aja sih?" tanya Winda cemas.
"Nanti gue ceritain ya," jawab Riska.
Winda pun mengangguk.
Riska dan Rico pun di akhirnya panggil ke ruang guru untuk bertemu Bu Eni.
"Riska! Rico! Kenapa kalian bolos pelajaran saya tadi pagi?" tanya Bu Eni marah.
"Ma-maaf, Bu, saya ketiduran di perpustakaan," jawab Riska terpaksa berbohong.
"Memangnya perpustakan tempat untuk tidur?"
"Maaf, Bu. Iya, saya salah," jawab Riska.
Pandangan Bu Eni beralih pada Rico. "Kalau Rico, kenapa kamu nggak ada saat pelajaran saya?"
"Saya tadi di UKS Bu, untuk ganti perban." Rico menunjukkan tangan kanannya yang dibalut perban.
"Tangan kamu kenapa, Rico?" tanya Bu Eni prihatin.
"Tangan saya terluka, saat membantu ibu saya di restoran," jawab Rico yang juga berbohong.
"Ya sudah kalau begitu. Untuk Riska, saya tidak bisa mentolerir perbuatan kamu yang dengan sengaja membolos pelajaran saya. Jadi saya akan berikan kamu hukuman," ujar Bu Eni.
"Baik Bu," jawab Riska.
Rico dan Riska kemudian keluar dari ruang guru dan kembali ke kelas mereka.
Riska menyapu halaman setelah sekolah selesai, sebagai hukuman membolos di pelajaran Bu Eni.
"Riska, gue bantuin ya?" tawar Winda.
"Jangan Winda. Ini kan hukuman buat gue, masak lo juga yang nanggung," tolak Riska.
"Lo duduk aja sana!" titah Riska.
"Gue beli minuman dulu kalo gitu, ya?"
"Ya udah, sana!"
Winda pun pergi untuk membeli minuman dan beberapa camilan.
Rico dan Joko melihat Riska yang sedang menyapu taman sekolah.
"Rico, tuh liat Riska lagi dihukum sama Bu Eni, bantuin yuk!" ajak Joko.
"Nggak Jok," tolak Rico.
"Lah! Kenapa? Riska kan cewek yang lo suka, kok lo nggak mau bantuin sih!"
Tiba-tiba perut Riska terasa mulas. "Duh, perut gue,� ujar Riska seraya memegangi perutnya, "ke toilet dulu kali ya." Riska pun pergi ke toilet.
Rico menarik Joko untuk bersembunyi saat Riska melintas.
"Kok malah ngumpet sih!"
Rico langsung bergegas setelah Riska masuk ke dalam toilet.
"Ayo Jok!" perintah Rico. Rico berlari ke taman. Disusul Joko. Rico pun langsung menyapu.
"Tadi katanya, nggak usah. Gimana sih!"
"Udah cepet bantuin gue!" titah Rico.
"Iye."
Rico dan Joko dengan cepat menyapu taman hingga bersih. Setelah taman bersih, mereka buru-buru pergi.
"Capek juga ya, nyapu. Kasian emak gue berarti tiap hari nyapuin rumah," ujar Joko merasa kasian pada Ibunya-nggak nyambung banget sih lu Jok.
"Ayo, gue traktir," ajak Rico.
"Serius nih!?"
"Serius."
"Yuk, cap cus..!"
Winda tidak melihat Riska di taman setelah dari kantin. "Loh, Riska kemana?" tanyanya.
Kemudian Riska pun sampai di taman setelah dari toilet.
"Riska, lo tadi kemana?"
"Toilet. Mules gue. Loh! Ini udah bersih? Lo bantuin gue ya, Winda?"
"Nggak. Gue aja barusan dateng."
"Trus, siapa?" tanya Riska heran.
"Nggak usah dipikirin. Yang penting hukuman lo udah selesai. Yuk kita pergi," ajak Winda.
�Ta-tapi�.,�
"Udah lah, yuk." Mereka pun pergi.

Gue suka lo, tapi... [TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang