Tok..! Tok..! Tok..! Heru-ayah Winda-mengetuk pintu.
"Silakan masuk," sahut Bagus dari dalam ruangannya. Heru kemudian memasuki ruangan Bagus.
"Oh� mari-mari, Pak Heru, silakan duduk," titah Bagus. Heru pun kemudian duduk.
"Ada apa Anda memanggil saya?" tanya Heru.
"Begini, Pak Heru, saya ingin mengundang keluarga Anda untuk makan malam bersama di rumah," ajak bagus.
"Maaf Pak, ada acara apa Anda ingin mengundang keluarga saya makan malam?" tanya Heru bingung
"Ah, hanya makan malam biasa saja, Pak. Saya ingin memperkenalkan keluarga Anda dengan keluarga saya saja. Silaturahmi begitu, Pak," jelas Bagus.
"Ohh, baiklah kalau begitu. Nanti saya akan beritahu istri saya dan Winda, anak saya," jawab Heru.
Bagus pun menggangguk. Setelah Heru keluar dari ruangan Bagus. Bagus pun langsung menghubungi Henny.
Henny bersama Riska sedang berada di ruang televisi. Ponsel Henny pun kemudian berdering. Ia langsung menerima panggilan tersebut.
"Assalamu�alaikum, Pa," ujar Henny dalam panggilan telepon.
"Wa�alaikum salam. Ma. Nanti malam papa mengundang rekan kerja papa untuk makan malam bersama di rumah kita," ujar Bagus dalam panggilan teleponnya.
"Siapa, Pa?" tanya Henny.
"Itu loh Ma, Pak Heru, ayahnya Winda. Papa ingin keluarga Pak Heru dan keluarga kita bisa saling bersilaturahmi," jawab Bagus.
"Kalo begitu mama mau nyiapin makanan yang enak buat mereka ya, Pa?"
"Iya, Ma. Jangan lupa kasih tau Riska ya, bilang saja makan malam bersama rekan kerja papa, gitu," pinta Bagus.
"Oke, Pa.� Henny pun menutup teleponnya.
"Ada apa, Ma?" tanya Riska yang sedari tadi menyimak.
"Itu loh, Sayang, papa kamu ngundang rekan kerjanya untuk makan malam di rumah kita," jawab Henny.
"Oh, gitu."
"Nanti malam kamu jangan kemana-mana ya?"
"Iya, Ma. Emangnya Riska mau kemana sih, malem-malem,� sahut Riska sewot.
"Ya kan, takutnya kamu ada janji sama Angga," ujar Henny.
"Nggak kok, Ma. Malam ini Riska free."
"Bagus deh, kalo gitu."
Malam hari pun tiba. Riska sedang bersiap di kamarnya. "Pake baju apa ya?" tanyanya seraya membongkar isi lemarinya, memilih-milih baju seolah akan pergi berkencan. Setelah selesai, ia pun keluar kamar menemui Henny yang sedang di ruang makan.
"Belum dateng ya, Ma?" tanya Riska.
"Belum, Sayang." Henny masih sibuk merapikan meja makan.
Riska pun kemudian menghampiri papanya yang sedang berada di ruang keluarga. Sembari menunggu keluarga Heru datang, Riska dan Bagus menonton televisi.
"Perut gue kok mules?" gumam Riska, "Papa, jam berapa sih rekan kerja papa datengnya?"
"Sebentar lagi sayang, sabar dong. Kenapa sih, memangnya?" tanya Bagus.
"Perut Riska mules. Riska ke kamar mandi dulu ya, Pa." Riska pun beranjak ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.
Henny kemudian menghampiri Bagus dan melihat Riska yang buru-buru ke lantai atas.
"Riska kenapa tuh, Pa, naik lagi ke atas?" tanya Henny.
"Mules katanya, Ma," jawab Bagus.
Tak lama bel pun berbunyi.
"Mungkin itu keluarga Pak Heru, Ma. Ayo kita liat," ajak Bagus. Bagus dan Henny pun beranjak untuk membukakan pintu. Ceklek!!
"Assalamu'alaikum," Heru mengucap salam.
"Wa'alaikum salam," sahut Bagus dan Henny.
"Akhirnya, yang ditunggu datang juga," ujar Bagus, "mari-mari. Silakan masuk," ajak Bagus. Keluarga Heru pun memasuki rumah Bagus.
"Kenalkan, ini istri saya," ujar Bagus.
Henny pun mengulurkan tangan bersalaman dengan Heru dan Lastri-istri Heru-seraya tersenyum.
"Apa kabar,� tanya Henny.
"Alhamdulillah, Baik," jawab Lastri.
Lalu Henny bersalaman dengan Winda. "Ini Winda ya?" tanya Henny.
"Iya, Tante," sahut Winda sembari bersalaman dengan Henny.
"Mari duduk!" ajak Henny. Heru, Lastri, dan Winda pun duduk, disusul Bagus dan Henny.
"Anak kita mana sih, Pa? Kok lama banget?" tanya Henny.
"Tunggu aja, Ma. Sebentar lagi juga turun," jawab Bagus.
"Kami juga punya anak perempuan seumuran dengan Winda," ujar Henny.
"Wah, bagus dong kalo begitu," ujar Heru.
Riska pun kemudian menuruni tangga. "Itu dia Riska." Henny menunjuk ke arah Riska. Riska pun menghampiri ruang tamu.
"Riska!?" ujar Winda seraya berdiri. Ia syok setelah melihat Riska.
"Winda!?" Riska juga terkejut saat melihat Winda ada di rumahnya.
"Jadi� rekan kerja papa itu, papanya Winda?" tanya Riska seolah tak percaya.
"Iya, Sayang," jawab Bagus.
"Papa kenapa nggak pernah cerita sama Riska?" Riska kemudian pergi ke arah taman.
Heru dan Lastri tampak bingung.
"Om, Tante, biar Winda yang susulin Riska ya." Winda pun bergegas menyusul Riska.
"Ini ada apa, Pak Bagus?" tanya Heru bingung.
"Riska dan Winda berteman di sekolah. Tapi Winda tidak tahu kalau Riska adalah anak saya. Karena Riska ingin menyembunyikan identitasnya di sekolah, Pak, agar dia bisa menemukan teman yang menerima dia apa adanya tanpa memandang seperti apa keluarganya," jelas Bagus.
"Oohh... begitu," sahut Heru.
"Inilah alasan saya mengundang keluarga Pak Heru ke rumah saya. Agar Riska tidak terlalu lama menyembunyikan siapa dirinya pada Winda," ujar Bagus lagi, "biarkan mereka berdua bicara dulu," sambung Bagus. Mereka pun melanjutkan perbincangan.
Winda menghampiri Riska yang sedang duduk di bangku taman.
"Ngapain lo kabur? Kayak abis liat hantu aja. Emangnya gue hantu apa?" tanya Winda seraya duduk di samping Riska.
"Gue malu.�
"Kalo malu, tutupin aja mukanya.�
Riska menoleh sembari menutupi wajahnya dengan telapak tangannya ke arah Winda.
"Nih, kayak gini nih!" canda Riska.
"Lagian kenapa sih, lo mesti bohong di sekolah dan sama gue?"
"Sorry.�
"Kenapa lo bilang sorry?"
"Karena gue nggak jujur sama lo."
"Buat apa lo bohong?" desak Winda.
Riska kemudian menceritakan tentang masa lalunya pada Winda dan alasan kenapa ia menyembunyikan identitasnya di sekolah.
"Jadi!?"
"Jadi apa?" tanya Riska bingung.
"Kesimpulannya!?"
"Lo nggak bakal tinggalin gue, kan? Karna gue udah bohong sama lo?"
"Gue? Ninggalin lo? Ya nggak lah! Apa lagi lo anak orang kaya," goda Winda.
"Iihh� tuh kan?"
Winda lalu tertawa kecil. "Riska, gue berteman sama lo atau siapapun itu, Insha Allah tulus. Karena, hubungan apapun kalo nggak tulus, ya� bakal putus gitu aja, cepat atau lambat. Jadi, lo nggak usah mikir aneh-aneh ya tentang gue," ujar Winda menasihati Riska.
Riska pun mengangguk.
"Karena lo udah bohong sama gue. Lo harus dapet hukuman," ujar Winda.
"Hah!? Hukuman apaan!?"
Winda pun pura-pura menangkap angin dari pantatnya lalu di sodorkan ke arah Riska. "Nih! Lo cium kentut gue." Winda kemudian berdiri.
"Ihh..Winda.. lo jorok banget sih!"
"Yee.. tapi bo'ong!" Winda kemudian langsung berlari.
Riska pun mengejar Winda. Mereka pun saling kejar-kejaran sambil tertawa. Riska pun berhenti karena kelelahan. Winda pun seketika ikut berhenti juga.
"Gue capek, sumpah!" ujar Riska.
"Sama," sahut Winda kemudian merangkul Riska.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue suka lo, tapi... [TERBIT] ✔
Teen Fiction"WOY!! KALO MAEN YANG BENER DONG!" Riska yang kesal terpaksa bangun, kemudian mengambil bola basket tersebut, lalu berjalan ke tengah lapangan mendekati Rico. Ia pun men-drible bola basket tersebut di hadapan Rico. Sorotan matanya mengarah pada cowo...