Bab 27 Tugas Kelompok

17 3 0
                                    

Saat pelajaran Bahasa Indonesia. Bu Eni memberikan tugas kelompok untuk Kelas XI IPS 2. Riska, Rico, Winda, Joko, Lidya, Leora, dan Luise tergabung dalam satu kelompok.
"Asyik, kita satu kelompok sama Riska, sama Winda, gue bisa PDKT sama Winda," ujar Joko senang, "Lo seneng kan, Co, bisa satu kelompok sama Riska, kebetulan banget ya?"
Rico hanya tersenyum terpaksa. Ia senang satu kelompok dengan Riska karena bisa dekat dengan gadis yang ia suka. Namun disisi lain, ia merasa canggung saat nanti bersama Riska.
Rico dan Joko pun duduk bersama Riska, Winda, Lidya, Leora, dan Luise untuk membahas tugas kelompok mereka. Riska bersikap seperti tidak ada apa-apa saat di dekat Rico.
"Riska kenapa bisa biasa aja sih sikapnya? Padahal gue canggung banget deket-deket sama dia?" batin Rico.
Saat Riska menjelaskan masing-masing tugas mereka, Riska tak sengaja menyentuh tangan Rico. Seketika mereka berdua saling menatap. Rasa canggung makin menghantui Rico. Tidak tau cara menghadapi perasaannya sendiri saat itu. Riska pun kemudian melanjutkan penjelasannya.
Riska membacakan tugas yang ada di buku pelajaran Bahasa Indonesia. Tak sengaja tangan Rico malah menutupi tulisan yang akan dibaca oleh Riska, karena memang, Rico sedari tadi tidak fokus kepelajaran malah fokus memandangi Riska.
Riska pun tertegun melihat tangan Rico yang tak sengaja menutupi tulisan yang tengah ia baca. "Geser dulu ya tangannya, tangan lo nutupin tulisan yang mau gue baca," ujar Riska seraya menggeser tangan Rico ke sisi lain.
"Allahu Akbar! Jantung gue udah ser-seran gini dari tadi, si Riska malah sengaja pegang tangan gue," batin Rico kikuk. Wajahnya tampak tersipu malu.
Pelajaran Bahasa Indonesia pun berakhir. Bu Eni pun siap-siap keluar dari kelas XI IPS 2.
"Anak-anak, tugas di presentasikan saat pelajaran Bahasa Indonesia selanjutnya, ya!" titah Bu Eni sebelum keluar dari kelas.
"Baik, Bu..." jawab murid-murid serentak. Anak-anak pun bersiap-siap untuk pulang.
Karena tugas kelompok itu di kumpulkan lusa, yang mana mereka mendapat giliran presentsi pertama. Maka Joko berinisiatif mengajak Riska, Rico, Winda, Lidya, Leora, dan Luise untuk mengerjakan tugas kelompok tersebut mereka di rumahnya.
"Eh... kerjain tugasnya di rumah gue aja?� tawar Joko.
"Wah... boleh tuh!" sahut Riska senang.
"Asyik!" sahut Luise.
"Mantap!" Lidya senang.
"Tempatnya kumuh nggak tuh!?" tanya Leora.
"Sorry, merry, dorry yey� kalian liat aja nanti," sanggah Joko.
"Gimana, Co?" tanya Joko di sebelahnya.
"Terserah," jawab Rico datar.
Setelah pulang sekolah mereka pun langsung ke rumah Joko. Sampailah mereka di daerah rumah Joko. Walau daerah pinggiran. Tapi rumah Joko nampak asri dan sejuk, karena rumah Joko melewati area persawahan.
"Wow... jadi seger mata gue liat pemandangan hijau begini," decak kagum Winda.
"Buat foto-foto keren nih," sahut Leora.
"Tuh kan, gue bilang apa. Rumah gue jauh dari kata kumyuh!" ujar Joko dengan bibir monyongnya.
"Iya-iya," sahut Leora.
Mereka pun selesai mengerjakan tugas.
�Woy, mau ke sungai nggak. Pemandangannya bagus banget loh,� ajak Joko.
�Ayok, butuh penyegaran nih. Otak gue rasanya butuh oksigen,� sahut Leora.
Mereka pun pergi ke sungai bersama-sama. Riska agak ragu untuk ikut pergi bersama mereka.  Sebenarnya ia tidak mau. Karena ia phobia dengan sungai atau pun kolam yang dalam. Karena ia memiliki trauma. Ia pernah belajar berenang saat masih kecil, namun kakinya keram, dan ia hampir tenggelam. Semenjak saat itu ia tidak pernah mau masuk ke dalam air. Ia pun terpaksa ikut, karena tidak mau membuat teman-temannya kecewa, toh... mereka hanya bermain di pinggiran sungai.
Sesampainya disana. Aliran deras dan gemericik air sungai membuat paduan suara yang khas di telinga. Bebatuan beraneka ragam ukuran di pinggiran sungai di tapaki mereka yang sengaja untuk memilih tempat duduk di atas bebatuan tersebut. Lidya, Leora, dan Luise duduk di bebatuan dengan mencelupkan sebagian kaki mereka ke dalam sungai. Riska dan Winda duduk di atas bebatuan tak jauh dari mereka. Sementara Rico dan Joko berdiri di atas bebatuan besar, menikmati pemandangan sungai.
"Rico, lo mau mancing nggak?" tawar Joko
"Boleh."
"Ambil pancingan di rumah gue kalo gitu, yuk," ajak Joko. "Woy, kalian tunggu di sini dulu ya, gue sama Rico mau ambil alat pancing, mau mincing kita," ujar Joko.
"Iya, jangan lama-lama ya!" teriak Leora.
"YA!" sahut Joko sembari berjalan.
Rico dan Joko kemudian kembali ke rumah Joko, yang jaraknya tidak jauh dari sungai itu berada. Lidya, Leora, dan Luise pun bercanda ria, mereka saling menyiprat-nyipratkan air ke satu sama lain. Sementara Riska dan Winda hanya menonton mereka.
"Seneng amat mereka, kayak nggak pernah liat air aja," ejek Winda. "Lo nggak mau ikutan?" tanya Winda.
"Ng-nggak," tolak Riska.
Saat saling mencipratkan air ke satu sama lain, Leora tak sengaja terdorong ke sungai. Leora pun masuk ke dalam air.
"Aaaa...!! Leora berteriak histeris. "Tolong! Tolong!"
Lidya dan Luise pun panik. Riska dan Winda menghampiri mereka. "To-tolongin itu... Leora tenggelem! Takutnya dia nggak bisa berenang," ujar Luise khawatir.
"I-iya, gu-gue takut masuk ke sungai," kata Lidya. Riska panik, namun tak berpikir panjang. Ia langsung masuk ke dalam air untuk menolong Leora.
Rico dan Joko pun sampai di sungai kembali dan melihat kejadian yang membuat mereka syok. Riska dan Leora masuk ke dalam air. Riska yang mempunyai phobia pun nafasnya langsung sesak, walaupun begitu ia mencoba menolong Leora. Namun ia tak dapat mengendalikan rasa takutnya ia pun pingsan dan tenggelam.
Leora yang tadinya berteriak kemudian panik melihat Riska. "Ri-Riska!"
Ternyata Leora hanya bercanda. Leora sebenarnya bisa berenang. Ia pun mencoba menolong Riska. Namun saat bersamaan Rico menceburkan diri ke dalam air dan langsung menggendong Riska. Rico meletakkan Riska di pinggiran sungai. Rico mencoba menyadarkan Riska sebisa mungkin. Mereka semua ketakutan.
"Uhuk! Uhuk!� Riska pun akhirnya tersadar, membuat yang lainnya merasa lega.
"Riska! Lo apa-apaan sih! Kalo nggak bisa berenang ngapain lo nolongin gue! Gue, kan cuma becanda!" bentak Leora.
"Leora, lo yang becandanya kelewatan!" sentak Winda. Leora langsung memeluk Riska. Ia merasa bersalah kepada Riska. Leora akhirnya menganggap Riska sebagai temannya mulai saat itu.
*********
Saat jam pertama berakhir. Setelah guru keluar dari kelas XI IPS 2, Leora tiba-tiba maju ke depan kelas.
"Woy..! Woy..! Woy...! Gue ada pengumuman!" teriak Leora.
"Pengumuman apa?" tanya Kucluk alias Edo.
"Gue mau undang kalian semua di acara ulang tahun gue. Eitz� tapi nggak di rumah gue," ujar Leora.
"Trus di mana? Kalo nggak di rumah lo?" sahut Joko.
"Di pantai...!" Leora kemudian Bertepuk tangan. Murid-murid di kelas XI IPS 2 pun heboh.
"Ciyuuusann..!?" sahut Luise tak percaya.
"Ciyuuus," sahut Leora membenarkan.
"Asyik, sekalian jalan-jalan.� Joko semringah.
Lusa, hari ulang tahun Leora pun tiba. Anak-anak kelas XI IPS siap pergi ke pantai tempat di mana ulang tahun Leora diadakan. Suasana pun meriah, sambil menikmati senja, ulang tahun Leora semakin seru.

Riska tengah duduk mengobrol dengan Winda, Lidya, Leora, dan Luise. Pandangan Riska kesana-kemari mencari dimana Rico berada. Ia pun kemudian berbisik pada Winda. �Gue ambil minuman lagi ya,� pamit Riska.
Winda pun mengangguk. Ia pun melanjutkan mengobrol dengan Lidya, Leora, dan Luise.
Riska lalu menghampiri Joko. "Joko! Liat Rico nggak?" tanya Riska yang sedari tadi tidak melihat Rico.
"Loh, tadi di samping gue, kok udah nggak ada," jawab Joko bingung.
Riska pun akhirnya pergi untuk mencari Rico. Lalu Riska melihat Rico duduk sendirian di pinggir pantai. Riska pun kemudian menghampiri Rico.
"Lo ternyata disini, dari tadi gue cariin?" Riska kemudian duduk di samping Rico.
"Ngapain lo nyariin gue?" tanya Rico tanpa menoleh.
"Ada yang mau gue omongin sama lo.�
"Soal apa? Kayaknya nggak ada yang perlu kita bahas." Rico pun beranjak. Namun Riska menahan tangan Rico.
"Jadi karena Qeena?" tanya Riska.
Rico seketika menoleh. "Da-dari mana lo tau tentang Qeena!?" tanya Rico syok.
"Kenapa? Kok kayaknya lo kaget gitu?"
"Ng-nggak," sanggah Rico seraya memalingkan wajahnya.
"Katanya suka sama gue, tapi kenapa lo selalu menghindar dari gue?"
Rico menoleh. "Gue suka lo, tapi....,"
"Tapi apa?" potong Riska.
Rico pun terdiam, tak bisa menjawab.
"Lo nggak bisa jawab?" tanya Riska lagi.
Entah malu atau takut, Rico hanya bisa diam seribu bahasa. Membuat Riska akhirnya angkat bicara.
"Kalo lo nggak bisa jawab, biar gue yang jawab," ujar Riska, "lo takut. Takut gue akan ninggalin lo sama seperti apa yang Qeena lakuin sama lo," jelas Riska.
Deg! Rico langsung menoleh. Tercengang dengan apa yang Riska katakan barusan. Tepat. Jawaban yang sangat tepat.
Riska menatap Rico serius. "Rico, kalo lo terus terusan bersikap kayak gini, itu artinya lo nyakitin gue, dan nyakitin perasaan lo sendiri,� ujar Riska.
Rico pun berdiri. �Lupain gue. Lupain perasaan lo ke gue,� titah Rico. Lalu beranjak pergi.
�Rico, berhenti!� titah Riska.
Langkah Rico pun terhenti.
�Kalo lo nyakitin gue lebih dalam, maka lo juga akan terperosok di dalamnya. Gue mempertahankan apa yang pantes gue pertahanin. Bukan prihal gue nggak bisa ngelupain perasaan gue ke lo. Karena itu hak gue. Hak gue untuk mencintai lo. Lo inget itu!� ujar riska.
Setelah mendengarkan ucapan Riska. Rico pun pergi.
Sakit. Sakit terasa di hati Riska. Rico memperlakukannya seperti itu. Entah bagaimana lagi ia harus meyakinkan Rico bahwa ia tidak akan meninggalkan Rico sama seperti Qeena dulu. Bukan. Bukan karena sifat posesif atau overprotective Rico yang salah. Karena memang Qeena yang tidak bisa mencintai Rico dengan tulus.
Di dalam kamar mandi Rico menangis. Ia sebenarnya tidak tega memperlakukan Riska seperti tadi. Ia sangat ingin Riska berada di sisinya. Namun ketakutan akan masalalu yang selalu menghantuinya saat berpacaran dengan Qeena, membuat ia selalu ingin menghindar dari Riska.
********
Riska tak sengaja bertemu dengan seseorang yang tak asing saat di minimarket. Ia ragu, namun memberanikan diri untuk menyapa wanita tersebut.
"Tante! Tante Andini, Kan? Yang waktu itu di restoran Twin Brother?" tanya Riska.
Wanita itu pun menoleh. "Iya," jawab Andini. Sambil mengingat-ingat siapa gadis yang baru saja menyapanya, ia kemudian ingat. �Kamu Riska anaknya Bagus Atmojo, kan?"
"Iya, Tante. Tante kirain lupa sama Riska," jawab Riska seraya tertawa kecil.
"Kalo Riska yang nggak nyapa Tante duluan, mungkin Tante nggak sadar kalo Riska di sebelah Tante," ujar Andini. "Riska abis dari sini mau kemana? Main ke rumah Tante yuk!" ajak Andini.
"Nggak ngerepotin nih, Tante?" Riska sungkan.
"Nggak dong. Yuk!" Dengan senang hati, Riska pun ikut bersama Andini.
Rico tengah asyik menonton televisi. Ponselnya kemudian berdering. Ia pun langsung melihat siapa yang menghubunginya. "Leon? Tumben amat dia nelpon gue?" tanyanya heran. Ia pun langsung mengangkat panggilan tersebut. "Halo."
"Halo, Demian. Lo sibuk nggak? Ada sesuatu yang mau gue omongin sama lo. Lo dateng sekarang ke camp!" titah Leon dari sebrang sana.
"Ngomong aja ditelpon. Kenapa gue harus dateng ke camp?"
"Gue mau ngomong langsung sama lo. Lo dateng ke camp ya. Gue tunggu." Leon pun langsung menutup panggilan teleponnya. Rico yang penasaran dengan apa yang akan Leon bicarakan, ia pun langsung berangkat menuju camp Leonizm Community.
Riska dan Andini pun sampai di rumah.
"Riska duduk dulu ya, Tante ambilin kamu minum," titah Andini. Ia pun pergi ke dapur untuk mengambil air minum untuk Riska.
Riska pun duduk. Mata Riska melihat ke sekeliling ruang tamu yang cukup besar. "Rumah Tante Andini bagus banget," decak kagum Riska.
Andini kembali ke ruang tamu dengan membawa segelas jus jeruk. Lalu memberikannya pada Riska. "Makasih, Tante," ujar Riska. "Sepi banget Tante, orang rumah pada kemana?" tanya Riska.
"Anak Tante tadi ada di rumah. Mungkin lagi keluar," jawab Andini seraya duduk di samping Riska, "Oh, iya. Tante punya anak cowok seumuran kamu. Kemarin belum sempet bilang ya waktu di restoran," sambung Andini.
"Tente punya anak cowok seumuran aku? Kelas berapa? Sekolah di mana, Tante?" tanya Riska penasaran.
"Dia sekolah di SMA Langit Biru, belum lama sih dia pindah ke sekolah itu," jawab Andini.
"Loh, Riska juga kan sekolah di sana, Tante. Nama anak tante siapa? Kelas berapa? Mungkin Riska kenal?"
"Namanya Demian, dia kelas XI IPS 2," jawab Andini.
"Demian!? Demian El-Rico Andara maksud Tante!?" Riska syok.
"Iya. Riska kenal Demian?"
Riska pun langsung menjawab terbata-bata," Ke-kenal dong, Tante. Ri... maksud Riska Demian, dia kan, satu kelas sama Riska," jawab Riska kikuk seraya menepuk-nepuk bagian pahanya. Ia benar-benar terkejut bahwa seseorang yang ada di sampingnya sekarang adalah mamanya Rico.
"Oh, bagus dong kalo gitu. Pasti kamu tau dong kegiatan Demian sewaktu di sekolah?" tanya Andini dengan antusias.
"Gue harus jawab gimana ya?" batin Riska. "Emmm... biasa aja sih, Tante. Cuma....," kata-kata Riska pun terhenti. Ia ingin menceritakan sikap Rico suka melukai diri sendiri.
"Cuma gimana Riska? Apa Demian buat masalah di sekolah? Demian nggak ngelakuin hal-hal aneh kan, di sekolah?" tanya Andini khawatir.
"Tante Andini kayaknya khawatir banget sama Rico. Sebaiknya gue nggak bilang aneh-aneh soal Rico," batin Riska.
"Nggak kok Tante. Tante jangan parno gitu ah! Dulu Demian itu, juteeek banget di sekolah, keras kepala juga," ujar Riska, "tapi sekarang udah nggak kok, Tante. Demian udah nggak jutek lagi dan mau berbaur sama temen-temen yang lain. Kita juga sering kerjain tugas bareng," sambung Riska.
"Syukur deh kalo gitu. Tante jadi tenang," sahut Andini lega. "Riska, tante minta tolong dong, kamu awasin Demian, siapa cewek yang lagi deket sama Demian, kasih tau Tante," pinta Andini.
"What! Gue disuruh awasin siapa cewek yang lagi deket sama Rico. Seandainya Tante Andini tau siapa gue... tapi Tante Andini jangan tau dulu deh," batin Riska..
"Tante tenang aja, Riska bakal selalu awasin Demian," jawab Riska.
"Tante ke kamar dulu ya, Riska," ujar Andini.
"Iya, Tante."
Andini pun beranjak. Sementara menunggu Andini, Riska melihat foto album yang terletak di bawah meja. Ia pun penasaran dan langsung mengambilnya.
"Pasti ada foto Rico di album ini," gumam Riska. Ia pun membuka Foto album tersebut. Melihat beberapa foto Rico di dalamnya.
"Rico lucu banget pose begini," ujar Riska kemudian tertawa. Saat ia hampir membuka lembaran selanjutnya, Andini pun kembali.
"Riska, sini deh," panggil Andini.
Riska pun langsung menutup foto album tersebut. "I-iya, Tante." Riska beranjak seraya meletakkan album foto itu kembali ke tempat semula. Ia pun segera menghampiri Andini. Namun Riska tak sengaja menjatuhkan selembar foto dari album tersebut saat meletakkannya kembali ke bawah meja.
"Ini buat kamu." Andini menyodorkan sebuah baju dress pada Riska.
"Ini buat Riska, Tante?"
"Iya. Tante itu kan nggak punya anak perempuan tapi iseng aja beli. Pas liat kamu jadi inget beli baju ini. Tante kasih ke Riska aja deh," jawab Andini.
"Makasih, Tante." Riska dan Andini saling berpelukan.
Foto yang terjatuh tadi adalah foto bocah laki-laki kembar. Devian El-Chico Andara dan Demian El-Rico Andara saat berumur 10 tahun.
Setelah itu, Riska pun di antar pulang oleh Andini.
Saat sampai Camp Leonizm Community. Ia pun langsung menghampiri Leon yang sudah menunggunya di sana.
"Apa yang mau lo omongin sama gue, Leon?" Rico langsung to the point.
"Zean!" panggil Leon. Zean pun langsung menghampiri Rico dan Leon.
"Ze-zean!? Rico terkejut. "Maksudnya apa ini Leon?" tanya Rico.
"Lo sama Zean, tolong selesaikan masalah kalian berdua. Gue nggak mau ada hubungan antar anggota Leonizm Community yang retak. Apalagi cuma masalah cewek. Please ya," mohon Leon.
Leon kemudian pergi, membiarkan Rico dan Zean mengobrol berdua.
Zean pun mulai berbicara. "Demian, gue minta maaf ya, gue tau, gue salah. Nggak seharusnya gue berkhianat di belakang lo, tapi Qeena...,"
"Nggak perlu lagi bahas soal mak lampir itu. Gue udah maafin lo. Gue juga nggak mau ngebebanin Leon dan anggota Leonizm Community dengan masalah kita," potong Rico.
Setelah hari itu hubungan Rico dan Zean pun kembali membaik.

Gue suka lo, tapi... [TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang