Bab 23 Oh... Ternyata Dia Masalahnya

27 5 0
                                    

Rocky menghadang Angga dan Indah yang sedang berjalan di koridor. "Indah, urusan kita belom selesai!"
"Urusan apa? Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi� stop ganggu gue!" tegas Indah.
Rocky pun tak terima penolakan Indah, lalu mencoba menarik tangan Indah. "Ikut gue!"
Angga pun langsung menangkis tangan Rocky. "Lo nggak sadar diri ya? Indah itu udah nggak mau sama lo!"
Rocky pun geram. "Lo jangan ikut campur ya!" bentak Rocky.
"Ya jelas gue ikut campur. Indah pacar gue sekarang!" tegas Angga.
Mata Indah terbelalak mendengar apa yang barusan Angga katakan.
"Ayo, kita pergi," ajak Angga seraya merangkul Indah dan melangkah pergi.
Rocky yang tak terima pun berteriak, "PECUNDANG! Kalo berani lawan gue, baru lo bisa ambil Indah dari gue!" geram Rocky.
Indah berbalik. "ROCKY STOP!!"
Angga seketika menahan Indah. Angga lalu menghampiri Rocky, mendekatkan bibirnya ke telinga Rocky, kemudian berbisik, "Lo jangan macem-macem sama gue. Lo nggak tau siapa bokap gue, kan?" Perlahan Angga merenggangkan tubuhnya seraya menatap tajam mata Rocky.
Rocky hanya terpaku. Seketika nyalinya ciut, tak berani melawan. Rocky memang tak banyak tahu tentang siapa Angga. Yang ia tahu hanyalah, Angga dekat dengan pemilik SMA Langit Biru. Angga dan Indah pun kemudian pergi.

********
Riska tiba-tiba menelepon Angga. "Angga, lo lagi dimana?" tanya Riska dalam panggilan teleponnya.
"Di perpus, kenapa?"
"Pinjem duit. Dompet gue ketinggalan, gue utang makan di kantin," bisik Riska pada ponselnya.
"Kenapa nggak pinjem Winda dulu?"
"Malu gue," jawab Riska dengan nada ditekan.
"Ya udah, sini aja ke perpus, gue tungguin," titah Angga.
Riska pun menutup teleponnya dan bergegas menuju perpustakaan.
Angga dan Indah tengah mengobrol di perpustakan, di samping rak buku.
"Kenapa lo tadi bilang sama Rocky, kalo gue pacar lo?" tanya Indah bingung.
"Ya... biar lo nggak diganggu Rocky lagi," jawab Angga santai.
"Lo nggak perlu segitunya kali." Indah tertawa kecil.
Angga kemudian memepetkan tubuhnya ke arah Indah. Telapak tangannya menyender di bagian rak.
"Lo itu seperti angin.�
"Hah!? Angin?" Indah menatap Angga bingung.
Rico datang ke perpustakaan, lalu melihat Angga sedang berduaan dengan Indah, yang ia pikir itu adalah Riska. Karena Rico hanya melihat bagian belakang tubuh Indah. Ia pun bersembunyi.
"Iya angin. Dia bisa dirasa keberadaannya, tapi nggak bisa disentuh,� lanjut Angga.
Indah menatap Angga seraya tersenyum sinis. "Keberadaan angin nggak seperti yang lo pikir, lo bisa ngerasain dia ada, tapi angin nggak akan pernah bisa tau ke mana arah dia akan menepi,� jawab Indah menanggapi ucapan Angga.
Rico masih berdiri di tempat persembunyiannya, berusaha menguping pembicaraan mereka.
"Tapi gue mau ngerasain angin itu setiap hari,� ujar Angga lagi.
Indah masih bergeming mendengarkan apapun ocehan Angga seraya terus menatap Angga.
"Jadi pacar gue sekarang! Iya atau nggak. Hmm� tapi gue nggak peduli sih, lo mau bilang iya atau nggak," sambung Angga tersenyum miring. "gue lawan apapun yang akan menghadang gue, kayak sekarang!" Angga kemudian mengecup kening Indah.
Mata Rico terbelalak melihat Angga mengecup kening Indah, yang ia pikir itu adalah Riska. Tangannya mengepal, menahan amarah kecemburuan. Ingin rasanya ia memukul Angga. Namun karena tidak ingin membuat kesalahan seperti dulu, karena ucapan Andini padanya. Ia pun segera pergi dari perpustakaan.
Riska yang ingin menemui Angga di perpustakaan melihat Rico buru-buru keluar dari perpustakaan dengan raut wajah memerah. "Ri-Rico!?"
Riska pun mengurungkan niatnya pergi menemui Angga di perpustakaan. Ia malah pergi menyusul Rico. "Rico mau ke mana sih, kayak orang marah gitu?" tanyanya.
Rico pun sampai di kelas kesenian yang kebetulan kosong. Ia ingin melampiaskan amarahnya dengan memukul meja. Saat tangannya hampir memukul meja.
Tap!! Seketika tangan Rico ditangkap oleh Riska. "Rico! Apa sih yang lo lakuin? Lo mau ngelukain tangan lo lagi?" bentak Riska.
Dengan cepat Rico melepaskan genggaman tangan Riska seraya berkata, "Ngapain lo ke sini?"
"Untung gue ke sini! Kalo nggak lo pasti udah mukul meja. Dan tangan lo pasti luka!" bentak Riska lagi.
"Udah! Lo pergi aja sana? Lanjutin urusan lo sama Angga!"
Raut wajah Riska seketika berubah. Ia terkejut. "Angga!? Urusan apa maksud lo?" tanya Riska bingung. "Kok dia tau kalo gue mau ketemu sama Angga?" batin Riska.
"Lo seneng kan, dicium sama Angga? Udah sana, lanjutin aja!" usir Rico.
Riska melamun. "Dicium Angga?" batin Riska. Riska mengerutkan dahi. "Apa jangan-jangan Angga lagi sama Indah, dan ngira Indah itu gue,� batin Riska, �Angga sama Indah ciuman!?" Mata Riska terbelalak. Lalu tersenyum licik. "Kalo gue ciuman sama Angga, emang apa peduli lo!? Lo juga nggak suka kan, sama gue!" ceplos Riska.
Rico akhirnya terpancing oleh ucapan Riska. "Gue suka lo, tapi...," Tapi tiba-tiba ucapan Rico itu terhenti. Ia tidak bisa melanjutkan ucapannya itu.
"Tapi Apa!?" desak Riska yang segera ingin mendengar lanjutan dari kata-kata Rico.
"Arrgghh!! Gue benci sama lo!" Rico pergi begitu saja meninggalkan Riska dengan pernyataan yang menggantung.
"Tuh anak kenapa sih?" tanya Riska kesal seraya memandang ke arah Rico yang berlalu pergi. Lalu ia menyentuh dagunya. "jadi... sikap Rico selama ini, emang dia cemburu sama Angga. Dan Rico barusan bilang kalo dia suka juga sama gue," sambung Riska. Ia kemudian keluar dari ruang kesenian menuju kelas.
Saat Riska masuk ke dalam kelas, mata Riska dan Rico saling memandang, namun Rico dengan cepat memalingkan wajahnya. Seraya duduk, Riska memikirkan apa yang membuat Rico menghindar darinya, jika Rico memang menyukai dirinya? "Gue harus cari tau," batin Riska.
*********
Riska pergi ke mall bersama Henny untuk berbelanja. Ia pun mencoba baju yang ia pilih di dalam ruang ganti. sementara Henny masih sibuk memilih-milih baju. Setelah Riska keluar dari ruang ganti, ia pun tak sengaja bertabrakan dengan Qeena, yang juga akan memakai ruang ganti tersebut.
"So-sorry,� ujar Riska.
Qeena pun menatap Riska, seolah mengenalnya. "Lo Riska, kan?"
Riska pun menoleh. "Iya. Lo kenal gue?" tanya Riska penasaran.
"Iyalah. Siapa sih yang nggak kenal seorang Riska, cewek yang disukain sama Demian, di sekolah barunya," jawab Qeena sombong.
Riska megerutkan dahinya. "Demian!?" gumam Riska. "Maksud lo Demian El-Rico Andara?" tegas Riska.
"Siapa lagi," sahut Qeena, "gimana pacaran sama seorang Demian?"
Riska mengerutkan dahinya lagi, sungguh ia tidak mengerti apa yang ditanyakan oleh seorang gadis dihadapannya itu.
Qeena melanjutkan pertanyaannya lagi, "Terkekang kah? Merasa terpenjara kah? Atau lo nyesel udah jadi pacar Demian?" Qeena berbicara seolah mengetahui segalanya tentang hubungannya dengan cowok yang ia maksud.
Riska yang tak tahan dengan banyak pertanyaan yang ditujukan padanya, ia pun mulai merespon. "Maaf ya, gue nggak tau siapa lo. Gue juga nggak kenal sama lo. Tapi kenapa, kesannya seperti lo tau segalanya tentang Demian?"
Qeena lalu menyentuh keningnya. "Oh iya, gue lupa. Gue Qeena. Dan asal lo tau, gue adalah pacar Demian sebelum lo," ungkap Qeena.
Deg!! Suara hati Riska mendengar Qeena yang dulu adalah pacar Rico.
"Tapi, gue sekarang udah putus kok sama Demian. Karena gue nggak suka sama cowok posesif dan overprotective kayak Demian. Baru pacaran aja dia udah berani ngatur-ngatur gue, hidup gue terkekang, kayak terpenjara," tutur Qeena.
Riska pun melamun. "Ohh... jadi ini masalahnya," batin Riska. Mulai mengerti, kenapa Rico berusaha menghindari dirinya, padahal ia suka.
Riska mengehela napas panjang sebelum melakukan serangan secara halus. "Begini ya Qeena, untuk hubungan gue sama Demian, kalo bisa lo nggak perlu ikut campur. Gue suka sama Demian, dan gue nggak peduli apapun yang lo omongin tentang Demian," ujar Riska. Kemudian tersenyum. "Gue permisi ya," pamit Riska.
Qeena memandang Riska yang berlalu pergi. "Ck, belagu amat tuh cewek!" ujar Qeena kesal.

Gue suka lo, tapi... [TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang