Bab 6 Menghindar

98 83 6
                                    

Riska yang sedang asyik mengayuh sepeda gunungnya, berjalan-jalan di area taman komplek. Ia kemudian melihat sosok cowok blasteran bule yang dikenalnya sedang duduk di rerumputan hijau sembari memegang botol minuman di tangannya.
Riska tiba-tiba menghentikan laju sepedanya. Ciiitt...! "Kayak Rico?" Riska memicingkan matanya melihat lebih detail ke arah sosok yang dikenalnya itu. "Beneran itu Rico!" Riska terkejut setelah melihat lebih jelas wajah yang tak asing tersebut.


"Aduh! Gimana ini, gue nggak mau ketemu dia, malah muncul di sini. Emang rumah dia deket sini apa?" ujar Riska resah sambil menggaruk kepalanya dengan wajah kebingungan, berfikir bagaimana cara menghindar dari Rico. Ia tak mau dikenali oleh siapapun saat di luar sekolah.


Rico salah satu jajaran cowok terganteng apalagi saat baru masuk di SMA Langit Biru. Wajah gantengnya yang terlampau sempurna dimata cewek-cewek tak terkecuali kakak kelas. Membuat Rico semakin dipuja-puja oleh kaum hawa di sekolah. Namun sikap cueknya saat banyak murid perempuan yang mengagumi kegantengannya, Rico justru tak ingin ambil pusing. Tak sedikit pula yang menyatakan cinta padanya. Namun Rico menolak. Rico memang tidak ingin menjalin hubungan cinta dengan siapapun di sekolah barunya. Pengalaman yang buruk soal percintaaan, membuatnya vakum dari dunia yang membuatnya patah hati dimasalalu.


Riska hendak pulang ke rumah. Lalu, agar Rico tidak mengenalinya, ia menutupi wajahnya dengan topi miliknya. Ia pun melajukan sepedanya dengan kencang agar tidak ketahuan oleh Rico. Namun tiba-tiba bola basket menyambar ke arah Riska. Riska seketika mengerem cakram sepedanya. Ciiitt....! Bruuuaakk! Riska terjatuh dari sepeda. Lengan dan lutut kirinya terbentur aspal. Para pemuda yang sedang bermain basket menghampiri tempat kejadian Riska terjatuh.


"Sorry, nggak sengaja. Lo nggak papa?" tanya seorang pemuda pemain basket seraya membantu Riska berdiri dan pemuda lainnya membenahi sepeda Riska.


"Gu-gue nggak papa kok," jawab Riska berbohong.


"Beneran nggak papa?" tanya pemuda itu lagi khawatir.


"Iya, beneran. Cuma kaget aja ada bola nyamber," tepis Riska padahal ia menahan kesakitan dibagian lengan dan lutut kirinya.


"Ya udah, kalo lo beneran nggak papa. Sekali lagi sorry ya," ujar pemuda tersebut memohon maaf pada Riska, kemudian pergi dengan teman-temannya dan melanjutkan bermain basket.


Rico pun menghampiri gadis yang terjatuh itu. Ia seperti mengenal gadis tersebut. "Riska!?" ujar Rico meyakinkan diri bahwa itu benar sosok yang dikenalnya.


"Aduh... Rico malah nyamperin ke sini lagi," gumam Riska seraya menghindari pandangan kea rah Rico, menutupi wajah dengan telapak tangan yang di taruh di keningnya. Lalu berpura-pura membenahi rambutnya dan kembali memakai topi miliknya. Riska kemudian menengok ke arah sosok cowok yang memanggilnya. "Eh ... Rico," jawab Riska dengan malu-malu.


"Lo beneran nggak papa? Gue liat tadi pas lo jatoh," ujar Rico menyiratkan kekhawatiran.


"Emm... nggak papa kok," jawab Riska sambil tangannya memegang lehernya sambil menahan rasa sakit. "udah, pergi aja sana! Gue udah nggak papa kok," ujar Riska seolah mengusir.


"Ya udah, gue pergi." Rico melangkahkan kakinya dengan ragu.


"Huft... akhirnya Rico pergi juga," batin Riska lega.


Tiba-tiba langkah Rico lalu berbalik menghampiri Riska lagi.


"Lo mau gue anterin pulang?" tawar Rico yang khawatir jika Riska pulang sendiri, apalagi dengan keadaan seperti ini.


Riska memalingkan wajahnya. "Duh, kenapa Rico balik lagi?" batin Riska. Wajah Riska menoleh ke arah Rico lagi. "Nggak usah. Nggak papa kok, beneran?" jawab Riska seraya melambaikan kedua tangannya mengisyaratkan bahwa ia tidak apa-apa. "Kalo Rico sampe nganterin gue pulang, dia bakalan tau alamat rumah gue," batin Riska lagi. "Gue pesen tukang ojek, tenang aja." Riska kemudian mengambil ponselnya, lalu menekan nomor telepon milik Pak Oleng.


"Ya udah, terserah lo aja," jawab Rico. Akhirnya Rico menemani Riska sampai Pak Oleng datang.


"Sepedanya!?" Riska kemudian menghampiri sepedanya yang terletak tak jauh di depannya. "Aduh... sepedanya rusak nggak ya?" Riska pura-pura memeriksa sepedanya. "ini kan sepeda dapet minjem dari temen, semoga aja nggak rusak," ujar Riska dengan nada memelas, berpura-pura agar Rico tidak berfikir bahwa Riska punya sepeda mahal.


Rico pun beranjak dari tempat duduknya menghampiri Riska. Kemudian memeriksa sepeda Riska tersebut. "Sepedanya nggak ada yang rusak kok," ujar Rico seraya memeriksa.


"Huft! Bagus deh kalo gitu," Riska pura-pura lega, kemudian kembali duduk.


Setelah Pak Oleng sampai, Rico pun kemudian pamit pergi.


Riska pun sampai di rumah. Ia langsung pergi ke kamarnya untuk beristirahat. Setelah mendapat telepon dari Henny, Bagus pun langsung meninggalkan pekerjaannya dan pulang ke rumah. Bagus kemudian datang ke kamar Riska, menghampiri Riska yang sedang berbaring di tempat tidurnya.


"Riska Sayang, kata mama kamu jatuh dari sepeda?" tanya Bagus khawatir.


"Nggak papa kok, Pa, cuma sakit sedikit," ujar Riska menenangkan Bagus agar tidak khawatir.


"Lain kali hati-hati dong, Sayang," ujar bagus seraya mengelus rambut putrinya itu.


"Iya Pa, lain kali Riska bakal hati-hati.�


"Kalo gitu besok kamu izin nggak masuk sekolah dulu ya,� titah Bagus


"Iya Pa, nanti Riska buat surat izin.�


"Ya udah, Riska istirahat ya," Bagus lalu mengecup kening Riska. Kemudian keluar dari kamar.


Keesokan harinya, saat pelajaran berlangsung Rico memandangi bangku Riska yang kosong. "Dia nggak masuk, apa gara-gara kemaren?" batin Rico.


*********


Setelah sembuh Riska pun kembali ke sekolah. Ia langsung menghampiri bangku Rico dan meletakkan sebuah cokelat di hadapan Rico. "Tanda terima kasih dari gue, soal kemaren." Riska kemudian menaruh tasnya, lalu pergi ke luar kelas. Joko yang baru datang, melihat Rico sedang memegang sebuah cokelat di tangannya.


"Wiihh... coklat dari mana tuh? Mau dong gue?" pinta Joko.


"Jangan! Enak aja," Rico kemudian beranjak pergi membawa cokelat tersebut.


"Ah... pelit amat lo, Co!" teriak Joko kecewa.


Guru matematika menyuruh Riska dan Rico untuk pergi ke perpustakaan mengambil beberapa buku. Sesampainya di perpustakaan Riska langsung pergi ke rak buku tempat di mana deretan buku mata pelajaran matematika itu diletakkan. Namun buku tersebut terletak di bagian atas yang tidak terjangkau oleh Riska. Riska pun menjinjitkan kakinya untuk meraih buku tersebut. Saat Riska hendak mengambil buku tersebut, tak sengaja ia menyenggol buku lainnya dan hampir jatuh ke arahnya. Dengan sigap Rico langsung menarik lengan Riska untuk berpindah tempat menghindari buku tersebut jatuh ke arah Riska. Namun buku tersebut malah menimpa ke kepala Rico. Plakk!!


"Aww...!!" Rico menunduk kesakitan sembari memegang kepalanya.


Riska yang berdiri dengan sedikit membungkukkan badan ke arah Rico mencoba bertanya, "Rico! Lo nggak papa?" tanya Riska khawatir.


Rico kemudian mendongak. "Bisa hati-hati nggak! nyusahin aja," jawab Rico ketus.


Riska tampak merasa bersalah. "Ya sorry... gue kan nggak sengaja," jawab Riska.


Rico kemudian berdiri. "Udah terjadi juga, ya mau gimana," ujar Rico.


Setelah mendapatkan buku yang diminta oleh Guru Matematika mereka, Riska dan Rico kembali ke kelas. Pelajaran matematika pun berlangsung.


Rico tak sengaja melihat ke arah Riska, kemudian teringat kejadian saat di perpustakaan tadi. "Tuh cewek bikin gue sial mulu," batinnya.


Joko melihat Rico tengah menatap ke arah seorang murid perempuan. "Liatin siapa? Leora ya?" terka Joko.


Rico seketika memalingkan wajah ke arah Joko. "Ah, nggak kok," elak Rico.


"Kalo iya juga nggak papa kale, Leora kan emang cantik,� goda Joko.


"Nih anak seenaknya aja kalo nyeplos,� batin Rico sembari melirik ke arah Joko. Joko berpikir kalau Rico sedang memperhatikan Leora. Karena Leora memang cantik di mata para cowok.


Gue suka lo, tapi... [TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang