❄️❄️❄️
"Mas harus cerita sekarang juga, Delia gak mau tau." Kalimat itu yang keluar dari mulut Delia, saat mereka baru saja memasuki rumah. Pemuda itu tadinya akan menginap di rumah sakit, tetapi kedua orang tua Adhisti menyuruhnya pulang karena tak tega melihat gadis manis itu harus ikut tidur di rumah sakit.
"Gak bisa besok aja, Dek? Mas cape banget ini." Raka mencoba tawar-menawar dengan sang adik.
"Gak bisa, Mas." Delia tak mau mendengar alasan.
" Oke, sini!" Raka duduk di sofa dan menepuk-nepuk sisinya agar Delia duduk di sana. Gadis itu menurut saja, ikut mendaratkan tubuhnya di samping masnya.
"Apa yang kamu ingin tau, hm? Jangan sampai rasa penasaran kamu itu melenyapkan nyawamu dengan perlahan, Dek."
"Astaghfirullah, Mas. Gitu amat, aku cuma kepo sama Mas doang kok."
"Yakin?" Raka mengangkat alisnya.
"Udah ah, ayo jawab siapa mbak-mbak tadi? Kenapa Mas nyuruh dia masuk ke ruangan abi? Kenapa Mas keliatan khawatir banget sama dia?" Delia menyerbu sang kakak dengan banyak pertanyaan. "Jangan-jangan dia pacar Mas? ayo ngaku, Mas!"
Raka menarik napas, ia bingung harus menjawab apa. Jika Raka jujur adiknya pasti akan langsung bercerita kepada sang umi, jika berbohong itu bukan pilihan karena uminya tidak pernah mengajarkan hal itu. Dan ia selalu menuruti ucapan umi nya. Catat itu, Raka tidak pernah membatah sang umi.
"Dia mahasiswi, Mas. Dia sedang magang di kantor abi, dan kamu liat sendiri dia sakit. Mas diberi amanah oleh ayahnya untuk menjaganya." Raka mencoba bersikap biasa dan tidak banyak bicara, sedikit lagi dia bicara adiknya pasti akan memiliki celah untuk mengorek lebih dalam.
"Oooh ...." Delia ber-oh, Raka berdiri ingin segera membaringkan tubuhnya ketika Adelia menarik bahunya.
"Eh tapi bukannya di kantor abi nggak boleh ada yang magang ya, Mas? Mas sendiri kan yang bilang ke abi, Mas gak mau kantor jadi ribet gara-gara mahasiswa yang magang, hayo ... hayo." Pupil mata Delia menyipit, Dia mulai mencium bau tidak beres.
"Ah sudahlah, Mas mau tidur cape." Hanya itu yang bisa Raka ucapkan, langkah selanjutnya adalah berlari pergi menjauh dari adiknya, mengabaikan panggilan adiknya yang semakin lama semakin melengking. Ia sudah kehabisan kata-kata, Bodohnya dia melupakan aturan di kantor yang dia buat sendiri hanya demi seorang Tisyabina Adhisti Rahandika.
❄️❄️❄️
Di rumah sakit Adhisti mulai membuka matanya ketika sang dosen sudah pulang, badannya sungguh sangat lemas bagai tidak memiliki tulang.
Ia hanya bisa menggerakkan kepalanya untuk melihat sekitar, tampak ruangan yang sangat asing baginya. Namun, aroma yang ia cium sudah bersahabat baik dengannya, aroma rumah sakit dan obat-obatan memiliki cirikhas tersendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tisyabina Adhisti || Kim Jisoo - Kim Mingyu || TERBIT
Romance"Apa aku bisa menjadi seperti Sayyidah Fatimah untuk seseorang?" "Kamu tidak perlu menjadi Sayyidah Fatimah hanya untuk mendapatkan seseorang, karena di jaman sekarang tidak ada orang yang seperti Sayidina Ali bin Abi Thalib. Cukup menjadi dirimu se...