"Apa?" tanya Rendy dengan nada yang cukup tinggi.
"Assalamualaikum, Ren. Bisa belikan nasi kebuli? Adhisti ngidam ingin nasi kebuli, tetapi harus kamu yang membelikannya." Raka di sebrang sana menjelaskan.
"Keknya bini lo demen ama gue, sampe ngidam aja pengen dibeliinnya sama gue." Kelakar Rendy.
"Ren!" Raka memperingati.
"Iya, iya. Satu jam lagi gue sampe sono, gue bersih-bersih dulu."
Sambungan pun terputus, Rendy langsung menatap seseorang yang tengah memasak di dapur apartemennya. Setelah melewati perdebatan panjang akhirnya Rendy membawa gadis itu ke apartemennya, tentunya dengan perjanjian yang Rendy buat.
"Lo masak buat sendiri aja, gue harus pergi," ucap Rendy dan berlalu pergi.
Masak? ya, dalam perjalanan ke apartemennya Rendy menawarkan untuk mampir ke salah satu tempat makan. Namun, gadis itu menolak dan lebih memilih mengajak Rendy berbelanja bahan makanan di salah satu supermarket yang ada di pusat kota Jakarta.
Kendaraan Rendy langsung membelah malam ibukota, lebih tepatnya kendaraan milik salah satu bengkel kepercayaannya. Ketika sudah sampai di kedai nasi kebuli langganan Abi Faruq, ia langsung memesan permintaan Adhisti.
Bintang terlihat bersinar berdampingan dengan sang rembulan, semua tampak indah tak ada firasat buruk apapun yang akan Rendy alami.
Sampai Rendy tiba di kediaman keluarga Nararya dan yang menyambutnya adalah nyonya Caraka Nararya. Disusul sahabatnya dengan wajah yang siap menerkam Rendy kapan saja, serta Delia dan Umi Dahlia yang ikut penasaran.
"Maaf ya, Nak, mengganggu waktu istirahatmu." Umi Dahlia merasa tidak enak sudah merepotkan Rendy.
"Nggak papa, Umi, cuma beli ginian doang. Asal jangan sampe nyuruh aku nyolong mangga tetangga aja," Rendy mencoba mencairkan suasana.
"Ish masa iya anak seorang Caraka Nararya minta orang nyolong, Mas," Delia mencibir.
"Siapa tau aja, Dek. Ini udah beres kan, Ka? Kalo udah beres gue balik yak." Rendy tak tenang ketika ada orang asing di apartemennya, gadis itu juga belum membuka suaranya saat Rendy mempertanyakan asal usulnya.
"Tunggu dulu," Adhisti menahan langkah Rendy.
"By, mau apa lagi nahan Rendy? Kan ada aku. Biarin aja Rendy pulang, kasian dia harus istirahat." Ada rasa tak rela jika Adhisti atau anaknya malah lebih membutuhkan Rendy dari pada dirinya.
"Cih si bucin cemburu," ejek Rendy.
Adhisti meminta Rendy ke ruang makan, dan langsung menyuruhnya duduk di kursi. Adhisti membuka nasi kebuli yang Rendy belikan dan menyodorkannya di hadapan Rendy.
"Makan, Pak," ujar Adhisti.
"What? Maksudnya apaan nih nyuruh gue makan ini?" tanya Rendy.
"Aku pengen liat Pak Rendy makan nasi kebuli," cicit Adhisti dengan polosnya yang langsung di sambut ledakan tawa Raka. Umi Dahlia hanya bisa menggelengkan kepalanya, sedangkan Delia meringis membayangkan Rendy memakan nasi kebuli.
"Mbak, Mas Rendy gak bisa makan nasi kebuli, bisa muntah-muntah nanti, Mbak." Delia berbisik yang masih terdengar oleh semua orang.
"Ini bukan kemauanku, Dek, tapi kemauan ponakan kamu." Rendy mendengar ucapan Adhisti hanya bisa menelan ludah.
"Kenapa gue yang jadi korban? Kenapa gak bapakmu aja yang disiksa. Gak anak gak bapak, doyan banget nyiksa idup gue." Rendy menatap nasi kebuli yang masih mengepulkan asap di hadapannya.
Menghirup aromanya saja sudah membuat perut Rendy macam di aduk-aduk apalagi sampai harus memakannya, ia tatap wanita berhijab mocca di sampingnya meminta bantuan.
Delia hanya bisa menggeleng, menggerakkan bibir tanpa suara mengisyaratkan bahwa ia tak bisa membantu.
Rendy alihkan tatapannya ke arah sang sahabat yang masih menahan tawanya, Rendy sangat ingin menghajar wajah Raka saat ini. "Ka, anak lo gitu amat sama gue."
"Udah makan aja. Demi ponakanmu, Ongkel," ucap Raka.
"Tapi, Ka. Lo gak liat muka gue ini bule, mana ada bule doyan makanan khas timur tengah, yang ada bule tuh makannya spaghetti, pasta. Lah ini nasi kebuli ya Allah," Rendy frustasi.
"Nasi uduk aja kamu doyan, Ren. Ayo makan, Ongkel, sesuap aja." Raka teringat ketika dulu Rendy bahkan sampai minta tambah ketika Umi Dahlia membuat nasi uduk permintaan Delia.
"Masih dalam perut aja udah bikin gue susah, awas aja kalo udah lahir masih nyusahin gue," gerutu Rendy.
Pemuda itu mulai memasukan sesuap nasi kebuli ke dalam mulutnya. "Udah, puas kalian?"
Adhisti dan Raka mengangguk, Rendy langsung berlari secepat kilat ke arah wastafel dan memuntahkan nasi kebuli beserta isi perutnya yang lain.
"Maaf, Pak, dan terima kasih," cicit Adhisti.
❄️❄️❄️
Kepulan asap dari gelas yang berisi teh manis sama sekali tak membuat Rendy berpikir dua kali untuk meneguknya, aroma rempah-rempah serasa masih menempel pada lidah dan tenggorokannya meski ia sudah menyesap air teh sebanyak tiga gelas.
Raka baru bisa menemui Rendy saat Adhisti sudah terlelap. "Maaf, Ren, gara-gara anakku kamu jadi begini."
"Santai saja, Ka. Gue yang harus berterima kasih sama anak lo, gara-gara ulah dia Delia jadi khawatir dan perhatian sama gue. Sampe di bikinin teh manis sebanyak ini." Raka hanya bisa mencibir.
Rendy kembali menyesap teh buatan Delia, ia sengaja tak langsung pulang karena ingin berbicara dengan sang sahabat.
"Keluarga gue nyuruh gue balik, Ka."
"Belanda?"
Rendy mengangguk, "Gue harus gimana?"
"Pulanglah, mungkin kedua orang tuamu sangat merindukan anaknya, Ren."
"Gila, apa lo lupa gue hampir mati gara-gara bokap gue?"
"Tapi kamu gak mati kan?"
"Ya kagak, lo sama paman gue keburu dateng."
"Bagaimana pun mereka tetap kedua orang tua yang melahirkan dan membesarkanmu, Ren. Jika tidak ada mereka, kamu tidak akan pernah ada,"
"Tapi, Ka, lo tau sendiri mereka seperti apa."
"Kamu sendiri yang selalu bilang hadapi, sekarang kamu juga harus hadapi masalahmu."
"Buktikan kalau Danique Xander yang sekarang jauh lebih baik dari sebelumnya." Raka menepuk bahu sahabatnya.
"Apa gue bisa, Ka? Trauma gue masih ada,"
"I will come running when you call my name, apa kamu masih ragu ketika Allah sudah berkata begitu pada salah satu ayat-Nya?"
"Terus sebut nama-Nya, Allah akan buktikan jika pertolongan-Nya sangat dekat dengan hamba-hamba-Nya yang beriman dan taat pada-Nya."
"Danique Xander yang ada di hadapanku sekarang sudah banyak berubah, ia jauh lebih baik dari pada Danique Xander yang ku kenal dulu."
"Gue Rendy, Ka. Rendy Abimanyu. Gue pengen semua orang hanya mengenal gue sebagai sosok Rendy, bukan sosok Dani. Danique Xander udah lama mati."
"Meski dia udah mati kenangannya masih tetap ada kan? dan biarkan semua orang mengenang sosok Danique Xander itu sebagai sosok laki-laki baik. Bukan laki-laki pengecut yang membenarkan semua kesalahannya dengan alibi sebuah trauma."
❄️❄️❄️
KAMU SEDANG MEMBACA
Tisyabina Adhisti || Kim Jisoo - Kim Mingyu || TERBIT
Romance"Apa aku bisa menjadi seperti Sayyidah Fatimah untuk seseorang?" "Kamu tidak perlu menjadi Sayyidah Fatimah hanya untuk mendapatkan seseorang, karena di jaman sekarang tidak ada orang yang seperti Sayidina Ali bin Abi Thalib. Cukup menjadi dirimu se...