"Assalamualaikum, Ren, bisa tolong ke rumah sekarang?" ucap Raka saat panggilannya tersambung.
"Waalaikumsalam, firasat gue langsung gak enak ini. Mau apaan emang? Kalo soal ngidam Adhisti ogah dah gue, runyam. Lagian gue baru balik, masih jetlag gue, Ka." Sebulan yang lalu Rendy memang berangkat ke tanah kelahirannya dan baru kembali tadi siang.
Raka sebenernya tidak tega, akan tetapi Adhisti dan Delia terus memaksa agar Rendy bisa datang ke rumah.
"Dek, Rendy bilang gak bisa ke sini. Gak papa kan?" Raka berteriak kencang hingga Rendy harus menjauhkan ponselnya.
"Lo kek di hutan teriak-teriak bae, iya gue ke sana sekarang."
"Wassalamu'alaikum, Ren." Raka tersenyum pancingannya berhasil, Rendy tidak akan pernah bisa menolak apapun tentang Adelia Nararya.
Sekitar ba'da Asyar Rendy sampai di rumah Abi Faruq, rintik hujan menyambut kedatangan pria yang berusia 26 tahun itu.
Saat Rendy datang tatapan Adhisti dan Delia langsung membuat Rendy menelan ludah, ia menarik lengan sahabatnya. "Gue bilang juga apa, firasat gue gak pernah salah, Ka. Itu Delia ngapain ikut-ikutan? Dia ngidam juga?"
"Sembarangan kamu." Raka tak terima dengan ucapan terakhir Rendy, akan tetapi firasatnya pun sudah tak enak sejak tadi pagi, Adhisti melarangnya pergi mengajar dengan alasan anaknya tak ingin Raka pergi karena takut ada mahasiswi baru yang tertarik oleh pesona Raka.
Umi Dahlia dan Abi Faruq hanya menyuruh Raka untuk menuruti keinginan istrinya, akan tetapi setelah ba'da Dzuhur tadi Adhisti berkomplot entah merencanakan apa dengan orang yang selalu ia panggil guru dan tak lain adalah Delia.
"Mas, aku mau mangga muda boleh?" rayu Adhisti.
Raka menatap Rendy yang langsung memberi kode gelengan kepala, pria berkaos putih itu hanya bisa menghela napas. "Boleh, asal jangan yang aneh-aneh ya, By. Kasian Rendy masih jetlag, lambung dia juga udah agak kronis gak mungkin dia makan mangga muda."
"Yes!" terdengar suara Delia bersorak.
"Gak aneh-aneh kok, Mas. Cuma aku minta Mas sama Pak Rendy petikin mangganya. Biar aku sama Delia yang makan mangganya."
Raka dan Rendy saling tatap, pasalnya tak ada pohon mangga di belakang rumah Abi Faruq. "By, di sini gak ada pohon mangga."
Adhisti tersenyum sangat manis, ia ulurkan tangannya menuju ke sisi kanan terlihat dahan pohon mangga yang berbuah melewati tembok pembatas. Raka langsung lemas, Rendy membelalak matanya sedangkan Abi Faruq hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"By, aku beliin ke pasar aja ya, Sayang. Itu punya orang," bujuk Raka.
"Iya, Sayang. Ongkel beliin aja, ya. Jangan bikin Ongkel jadi maling ya, Sayang. Masa Ongkel ganteng gini maling mangga orang. Astagfirullah, Ka, anak lo."
Adhisti tetap menggeleng. "Aku maunya itu. Cuma ambilin aja kok, Mas,"
"Bukan masalah cumanya, By, tapi itu punya orang, jangan aneh-aneh." Raka terus melarang hingga Air mata Adhisti menggenang.
"Ya udah gak usah." Adhisti menghentakkan kakinya, ia melangkah pergi dengan air mata yang memenuhi matanya.
"Waahh lo mah, cuma perkara ngambil mangga doang. Nangis kan tuh bini lo, ileran entar anak lo baru tau rasa," ucap Rendy memperkeruh keadaan.
"Berisik! kalau kamu takut anakku ileran, ambilin sana," sewot Raka.
"Idih ogah. Cocok tanamnya aja gak diwakilin ke gue, sekarang tinggal susahnya minta gue wakilin," cibir Rendy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tisyabina Adhisti || Kim Jisoo - Kim Mingyu || TERBIT
Romansa"Apa aku bisa menjadi seperti Sayyidah Fatimah untuk seseorang?" "Kamu tidak perlu menjadi Sayyidah Fatimah hanya untuk mendapatkan seseorang, karena di jaman sekarang tidak ada orang yang seperti Sayidina Ali bin Abi Thalib. Cukup menjadi dirimu se...