❄️❄️❄️
"Semua judul skripsi kamu ini sudah umum, sudah sering di pakai. Cari judul yang spesifik dan menarik," ucap Raka dengan wajah yang serius ketika ia selesai melihat 3 judul skripsi milik Adhisti."Hah? Coba Bapak baca sekali lagi. Masa dari 3 judul itu gak ada yang diterima, Pak. Dari salah satu judul itu bahkan saya udah bikin sampai bab 3, Pak," keluh Adhisti.
"Nggak, itu terlalu biasa dan gak menarik. Kamu jadi mahasiswa harus lebih kreatif, kalau masih mau lulus tahun ini. Saya tunggu judul barunya besok pagi di kantor jam 8." Raka masih bersikukuh menolak judul skripsi Adhisti.
Adhisti langsung lemas, ia sandarkan kepalanya pada meja. Tanpa si gadis ketahui Raka tersenyum samar melihat kelakuan Adhisti, sudah hampir satu bulan mereka tidak bertemu dan tanpa Raka duga Adhisti yang berinisiatif mendatanginya.
"Minum dulu," Raka menyodorkan sekotak susu dengan varian rasa coklat.
"Saya bukan bayi, Pak," omel Adhisti.
"Kata orang coklat bisa mengubah suasana hati seseorang," celetuk Raka.
"Kata siapa?"
"Delia."
"Dan harus kamu ketahui juga. Bukan hanya bayi yang membutuhkan susu," lanjut Raka dengan ambigu. Ia langsung berdiri.
"Maksudnya, Pak?" Adhisti mendongak menatap sang dosen.
"Lain kali saya jelaskan. Saya harus segera kembali, sudah terlalu lama saya meninggalkan umi saya. Apa kamu ingin ikut bersama umi?"
Adhisti langsung menggeleng, ia tidak mau menjadi nyamuk di antara Raka dan calon istrinya."Nggak, Pak. Saya masih ada urusan lain."
"Ok. Hati-hati. Ingat revisi judul skripsimu. Assalamualaikum, Adhisti."
"Iya. Waalaikumsalam, Pak Raka."
Raka pergi dengan seulas senyum hatinya sungguh senang bisa bertemu dan mengobrol bersama Adhisti meski hanya sebentar. Meninggalkan Adhisti yang masih termenung, ia amat sangat menyesali rasa kekhawatirannya terhadap Raka. Konyol sekali Adhisti sampai merasa bersalah dan merasa takut kehilangan, untuk apa ia membuang-buang air matanya percuma hanya untuk seorang Caraka Nararya yang ternyata dalam keadaan baik-baik saja bahkan tengah bersama calon istrinya.
Hatinya sakit sungguh-sungguh sakit entah karena kebohongan Rendy, atau karena Raka yang telah memiliki penggantinya. Bulir bening tak terasa keluar begitu saja dari pelupuk netra indahnya tanpa bisa Adhisti cegah, membayangkan senyuman manis Umi Dahlia dan perhatian yang selama ini diberikan wanita paruh baya itu kepadanya tak akan ia rasakan lagi. Bahkan yang lebih sakit lagi adalah ketika ia melihat Raka bersanding di pelaminan dengan wanita bernikab itu. "apa ini rasanya patah hati, Tuhan?" gumamnya.
❄️❄️❄️
Mobil milik Abi Faruq yang dikemudikan Raka tengah membelah sebuah jalan di pusat kota Jakarta menuju pinggiran kota, di sampingnya tampak sang umi tengah asyik mengobrol dengan dua penumpang yang berada di kursi belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tisyabina Adhisti || Kim Jisoo - Kim Mingyu || TERBIT
Romance"Apa aku bisa menjadi seperti Sayyidah Fatimah untuk seseorang?" "Kamu tidak perlu menjadi Sayyidah Fatimah hanya untuk mendapatkan seseorang, karena di jaman sekarang tidak ada orang yang seperti Sayidina Ali bin Abi Thalib. Cukup menjadi dirimu se...