18

2.3K 273 13
                                    

maaf teman2, baru sempat update, kemarin2 sibuk banget, kebetulan aku keluar kota dan ada acara keluarga.

btw, part 19 & 20 sudah hadir di karya karsa ya. mohon dukungannya teman2 agar aku semakin semangat update dan berkarya. makasih buat yang udah dukung.

unduh app karya karsa, lalu cari nama evathink, jangan lupa follow ya.

met baca


18

Gabriel menyesap kopi tanpa kata. Rasanya sudah bermenit-menit berlalu, tapi wangi feminin parfum Avery masih menguar di sekitarnya.

"Kopi buatan Avery enak sekali, bukan?" kata Gunawan.

Gabriel menoleh pada sang ayah, kemudian mengangguk. Harus diakui, kopi buatan Avery terasa nikmat. Tak pernah kopi buatan Bi Imah terasa senikmat ini.

Sepuluh menit kemudian, Gabriel berdiri dan berpamitan kepada sang ayah. Ia meraih tas dan siap berlalu.

Avery tampak masih duduk di tempatnya. Entah karena sadar akan tatapan sang ayah mertua yang tertuju padanya, wanita itu spontan berdiri dan menghampiri Gabriel dan meraih tas kerjanya, bersikap layaknya seorang istri.

Gabriel ingin mengatakan tak perlu melakukan itu, sama tak perlunya dengan panggilan "Sayang"nya tadi, tapi sadar sang ayah sedang menatap mereka. Bagaimana pun Avery sudah bertindak benar, bukan? Terlepas dari bagaimana mereka bisa bersatu dalam pernikahan, sikap mereka harus benar-benar terlihat layaknya suami istri yang saling mencintai.

Gabriel melangkah meninggalkan meja makan diikuti Avery. Ketika tiba di teras, keduanya berdiri kaku.

Tanpa sepatah kata pun Avery menyerahkan tas kerja Gabriel.

Gabriel menerimanya dan menggumam terima kasih dengan pelan. Ia sudah siap pergi saat lewat ujung matanya ia menangkap bayangan sang ayah yang berjalan mendekat ke arah mereka.

Mau tidak mau Gabriel menyentuh pelan pinggang Avery lalu menunduk mengecup kening wanita itu

Avery berjengit.

Gabriel mencengkeram pinggang Avery ketika wanita itu menunjukkan tanda hendak mundur dan melepaskan diri.

Derap langkah kaki yang kian mendekat memberi informasi ke Avery bahwa ada yang menghampri mereka. Wanita itu pun tak lagi berontak.

"Aku pergi dulu," kata Gabriel pelan.

Avery mengangguk bak boneka yang telah dirancang untuk bergerak seperti itu.

Gabriel berbalik dan melangkah pergi tanpa menoleh lagi.

***

"Avery, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Karmila terkejut ketika Avery melenggang masuk ke rumah orangtuanya. Sang ibu yang sedang di dapur bersama Bi Intan, sang pengurus rumah, terkejut dengan kehadiran sang putri.

Avery cemberut mendapat sambutan yang tak diharapkan itu. "Apa setelah menikah aku tak boleh pulang ke rumah orangtuaku lagi?" Avery duduk di salah satu kursi yang ada di balik meja makan.

Karmila tersenyum dan menghampiri Avery, kemudian mengacak lembut rambut putrinya itu, "Maksud mama, ini masa bulan madu kalian, bukankah seharusnya kau di rumah bersama suamimu?"

"Gabriel sudah ke kantor, Ma, dia banyak perkerjaan, aku ke sini untuk mengambil mobil kemudian pergi ke toko bukuku."

Alis sang ibu terangkat, "Baru menikah dan kalian berdua sibuk bekerja. Kalian tak ingin segera punya anak? Papa dan mama sudah tak sabar ingin menimang cucu."

Avery and Her Ice HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang