23

2.6K 246 25
                                    

23

Jarum pendek pada jam dinding menunjukkan angka delapan dan jarum panjangnya di angka dua. Avery berdiri di balkon kamar. Ada bulan sabit dan beberapa bintang yang bersinar terang menghiasi langit malam. Angin malam bertiup sepoi-sepoi.

Suara pintu kamar yang dibuka membuat Avery menoleh. Ia sudah menunggu Gabriel lebih kurang dua puluh menit lamanya.

Avery meninggalkan balkon, ketika memasuki kamar, ia melihat Gabriel sedang berjalan menuju sofa, kemudian duduk di sana. Pria itu meraih remote televisi.

Sesaat kemudian terdengar suara televisi. Gabriel tampak menekan tombol pada remote, sedang mengalih-alihkan saluran.

Avery melangkah menuju suaminya itu. Ia berhenti saat akan mencapai Gabriel. "Gab ...." Avery tertegun. Ia belum pernah benar-benar memanggil Gabriel sebelumnya, kecuali .... tadi malam. Avery ingat ia merintih dan mendesahkan nama pria itu.

Denyut itu kembali menyapa pusat diri Avery. Ia mengertakkan gigi, kesal dengan serbuan hasrat yang tiba-tiba tersebut.

Gabriel menoleh, tapi tidak menyahut.

Avery mengembus napas kesal. Bukan terhadap respons Gabriel yang pelit bicara—kecuali tadi malam saat tubuh mereka berhimpitan. Ada banyak bahasa yang baru Avery kenal, bahasa-bahasa mesum, terucap dari bibir seksi nan jantan pria itu.

Tanpa sadar mata Avery terpaku pada bibir Gabriel. Gelenyar hasrat menerjangnya dengan dahsyat. Avery ingat ketika bibir itu melumatnya dalam-dalam, atau saat menjelajahi sekujur tubuhnya, bahkan tempat terintim, dengan liar dan nakal.

Avery mengumpat pelan.

Gabriel mengangkat alis, bertanya tanpa kata.

"Kita tidak bisa pergi, kau harus mengarang alasan kalau kau sangat sibuk."

"Apa kau tidak dengar aku sudah memberi alasan itu tadi, dan Papa bilang akan mengambil alih pekerjaannku?"

Ah, benar juga. Avery memijit kepalanya yang mulai berdenyut.

"Jadi bagaimana?"

"Ya, kita harus pergi. Sebaiknya kau berkemas sekarang. Pesawatnya besok siang."

"Ta..pi ...."

"Kau yang memulai semua ini, Avery. Jadi terima saja semua konseksuensinya."

***

Tadinya Gabriel tidak ingin pergi berbulan madu. Selain karena sibuk akan pekerjaan, ia juga tidak yakin kuat berduaan saja dengan Avery dari pagi hingga malam, di daerah yang sejuk pula.

Gabriel yakin Avery wanita yang menyenangkan, tapi masalahnya wanita itu membakar api hasratnya. Gabriel tak yakin mampu menahan diri, sama tak yakinnya Avery akan menyambutnya untuk kali kedua.

Namun keinginan untuk kembali mengarungi samudra kenikmatan bersama Avery dengan kuat menguasai Gabriel, yang akhirnya membuatnya memutuskan untuk pergi berbulan madu dengan wanita itu.

***

Malam semakin larut. Dalam dingin kamar yang temaram, Avery belum berhasil memicingkan mata. Ia menarik selimut hingga sedada. Membalikkan badan ke kiri, lalu ke kanan. Sangat berbeda dari malam-malam sebelumnya yang dengan mudah terlelap.

Pikiran Avery tertuju ke ranjang, pada Gabriel yang juga terlihat gelisah. Sesekali pria itu membalikkan badan ke kiri, di kali lain ke kanan.

Apakah Gabriel memikirkan tentang keberangkatan mereka ke Bandung esok hari? Atau memikirkan kejadian panas tadi malam?

Avery menahan erangan kesal. Kenapa pikirannya tak bisa dijauhkan dari Gabriel dan percintaan panas mereka?

Avery mencoba memejam. Berharap kantuk segera menyapa dan melelapkannya.

***

Gabriel membalikkan tubuh hingga kini terlentang. Matanya menatap langit-kangit kamar.

Malam semakin larut, tapi anehnya ia tak mampu memicingkan mata. Pikirannya sepenuhnya tertuju pada wanita yang sedang berbaring gelisah di sofa.

Apakah Avery seperti dirinya? Sama tak bisa tidurnya? Apakah Avery teringat percintaan panas mereka tadi malam?

Suhu kamar terasa dingin menusuk. Gabriel bangkit dan duduk. Ia tak punya selimut. Sejak malam pertama Avery tidur di kamarnya—yang kini resmi bukan miliknya sendiri lagi, Gabriel tidur tidak menggunakan selimut. Satu-satunya selimut yang ada di kamarnya dipakai oleh Avery.

Gabriel tentu saja bisa mengambil selimut dari kamar tamu, tapi melakukan itu sama saja mencari masalah.

Loyalitas Bi Imah tentu saja tak perlu diragukan. Namun Gabriel tak mau memberi pengurus rumah yang ia hormati itu kesempatan untuk mengetahui ketidaknormalan hubungan pernikahannya dengan Avery. Ketika membersihkan kamar dan mendapati dua selimut di ranjang, Bi Imah akan bertanya-tanya apa yang terjadi.

Gabriel meraih remote AC dari nakas dan menaikkan suhu kamar, lalu berbaring dan memejam. Berharap kantuk cepat datang menyerang.

***

bersambung ...

Evathink
Instagram/Youtube: evathink

500 vote, 70 komen, langsung update next part

BACA DULUAN PART 24, sudah tersedia di KARYA KARSA (GRATIS), FOLLOW EVATHINK DI KARYA KARSA (unduh apk di playstore)

BTW, cerita ini tersedia versi PDF, silakan order pada Evathink, WA 08125517788 (dikirim ke Gmail)

PDF versi TAMAT Rp. 50.000

PDF part 25-30 Rp. 10.000


Avery and Her Ice HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang