15

2.4K 268 8
                                    

yuhu, i am back, skr aku update lewat laptop, lol. semoga bs rutin update.

btw part 16 sudah hadir di karya karsa ya. mohon dukungannya teman2 agar aku semakin semangat update dan berkarya. makasih buat yang udah dukung.

unduh app karya karsa, lalu cari nama evathink, jangan lupa follow ya.

met baca


15

Gabriel bangun menjelang pukul delapan pagi, lalu sarapan bersama sang ayah. Setelahnya ia berolahraga di ruangan khusus olahraga yang ada di rumah.

Tiga puluh menit kemudian Gabriel menyudahi olahraganya, sembari menunggu keringat kering agar bisa mandi, ia masuk ke ruang kerjanya yang terdapat di lantai satu. Ia pun larut dalam pekerjaannya. Saat keluar dari ruangan tersebut, Gabriel mendengar suara obrolan dari ruang makan.

Avery sudah bangun. Tanpa merasa perlu menyapa wanita yang kini telah menjadi istrinya itu, Gabriel naik ke lantai dua.

Saat membuka pintu kamar, mulutnya ternganga. Ia disuguhi pemandangan yang tidak biasa. Kamarnya yang biasanya rapi, kini berantakan.

Tampak koper Avery terbuka di tengah ruangan. Beberapa pakaian bertebaran di sekeliling koper, pertanda wanita itu memilah baju dengan sembrono.

Gabriel menghela napas panjang dan mengeleng pelan. Apa Avery di rumahnya juga seberantakan ini? Atau ini hanya kebetulan?

Sembari mengomel kecil di dalam hati, Gabriel melangkah ke kamar mandi. Berharap saat ia selesai mandi nanti, Avery sudah merapikan pakaian-pakaiannya, entah memasukkan kembali ke dalam koper, atau menggantungkannya ke lemari.

***

"Terima kasih, Bi. Teh susunya enak," kata Avery saat meletak cangkir kosong bekas teh susu yang dibuat oleh Bi Imah untuknya ke bak cuci piring.

Senyum Bi Imah mengembang. "Untuk makan siang, Nak Avery ingin apa? Biar bibi masakkan."

Avery tersenyum samar dan menggeleng. "Tak usah reoot-repot, Bi. Saya makan apa yang Bibi masakkan nanti. Saya tidak pemilih soal makanan."

"Oh, syukurlah."

Avery pun berlalu dan pergi ke kamar. Ia belum membereskan kekacauan yang dibuatnya. Tadi Avery melihat Gabriel naik ke lantai atas, entah dari mana suaminya itu. Semoga saja Gabriel tidak marah melihat kamar yang berantakan.

Ketika membuka pintu kamar, Avery tidak mendapati sosok Gabriel. Sebagai gantinya, ia mendengar bunyi pancuran dari kamar mandi yang menyatakan kalau Gabriel sedang mandi.

Seketika wajah Avery memanas teringat melihat bokong kencang Gabriel kemarin malam.

Ah, pemandangan itu sangat merusak kinerja akal sehat.

Sembari menggeleng untuk mengusir bayangan tubuh polos Gabriel dari benaknya, Avery menghampiri lemari, memeriksa bagian yang kosong agar bisa menempatkan pakaian-pakaiannya.

Lima menit kemudian Avery sibuk menggantung pakaian-pakainnya ke lemari.

Suara pintu kamar mandi yang terbuka tepat saat Avery menyimpan pakaian dalamnya ke laci, membuatnya tersentak.

Seketika jantungnya berdegup kencang. Avery memejam untuk meredakan degup jantungnya yang menggila. Apa yang harus ia lakukan? Ia tak berani menoleh dan memandang Gabriel, takut disuguhi pemandangan yang sama seperti tadi malam.

Derap langkah kaki yang nyaris tak menimbulkan bunyi menghampirinya. Avery memejamkan mata kian rapat.

Ia bisa merasakan panas mengalir di seluruh tubuhnya saat Gabriel berdiri di sisinya dan dengan santai mengambil pakaian dari lemari.

Sejenak kemudian terdengar langkah kaki menjauh. Avery membuka sebelah mata. Tampak Gabriel melangkah menuju kamar mandi sembari membawa pakaian. Avery membuka mata sepenuhnya dan menghela napas lega. Syukurlah Gabriel tahu diri.

Tanpa menunda-nunda lagi, dengan gerak cepat Avery menutup koper dan mendorongnya ke sisi lemari, lalu berjalan ke ranjang, menyambar ponsel yang ada di atas nakas, kemudian meninggalkan kamar dengan gerak gesit, bak dikejar hantu.

***

Gabriel mengerut kening ketika melihat menu yang tersaji di atas meja makan. Tiram, kerang, udang, ikan salmon dan sayur. Teko berisi teh hijau terhidang di bagian lain meja.

Sinyal yang Gabriel terima dari menu hari ini adalah untuk memicu gairah seks. Apa sang ayah benar-benar tak sabar ingin menimang cucu?

Gabriel merasa bersalah memikirkan itu. Jelas keinginan ayahnya itu tak akan terkabul. Setidaknya tidak dalam waktu dekat. Gabriel tidak tahu akankah kelak itu terjadi. Yang jelas sampai saat ini, meski telah resmi menikah dengan Avery dan tentu saja mereka tidak bisa bercerai mengingat hubungan dekat kedua orangtua, tapi belum pernah terbersit di benak Gabriel untuk memiliki anak bersama wanita itu.

Gabriel makan dalam diam. Sang ayah dan Avery sesekali bercerita di sela makan.

"Jadi kapan kalian akan pergi berbulan madu?" Pertanyaan itu ditujukan kepada Gabriel dan Avery. Gunawan menyesap teh hijau hangat, kemudian memandang anak dan menantunya silih berganti.

Terdengar suara Avery tersedak. Gabriel mengangkat wajah. Pandangannya bertemu dengan iris kecokelatan Avery. Wanita itu tampak panik.

Gabriel meraih cangkir kecil berisi teh hijau dan menyesapnya pelan-pelan, kemudian berdeham. "Mungkin tidak dalam waktu dekat, Pa. Aku masih banyak pekerjaan," kata Gabriel tenang. Ia sudah jauh-jauh hari menyiapkan jawaban tersebut.

"Pergilah berbulan madu barang seminggu, Gab. Serahkan semua pekerjaan pada Jerry, papa yakin dia cakap mengurus semuanya."

Jerry adalah pria awal empat puluh yang sudah bertahun-tahun menjadi manajer di perusahaan mereka.

Gabriel melirik Avery yang tampak menunduk tegang sembari menyesap teh hijau, seolah-olah sangat menikmati cita rasa minuman dalam cangkir mungil itu. "Akan kucoba aturkan waktu, Pa."

Avery mengangkat wajah.

Mata Avery dan Gabriel beradu. Ada protes di mata itu, tapi Gabriel mengabaikannya.

Gunawan tertawa mendengar jawaban Gabriel. "Bagus, Nak. Lebih cepat lebih baik. Papa sudah tidak sabar menimang cucu."

***

love,

evathink

jangan lupa vote dan komen ya.

makasih

btw, saya aktif di instagram. follow yuk, id: evathink

Avery and Her Ice HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang