14

2.3K 272 12
                                    

maafkan saya lama tidak update teman2

entah kenapa, setiap buka work di wp, loadingnya lama sekali, sampe sering, saat mau update, nungguin loading, saya tinggal, lalu lupa. saya pikir krn hp saya yang kurang bagus, tp ternyata buka apk ungu, lancar aja. ketika membaca review di ps, sepertinya temen2 penulis ada yg ngalami seperti saya. ini juga saya update pake laptop. saya bnr2 minta maaf ya, teman2.

btw met baca ya, moga suka.

part 15 & 16 sudah tersedia di karya karsa ya. silakan unduh app karya karsa, login, lalu cari nama evathink. mohon dukungannya ya teman2, agar saya terus semangat berkarya. makasih.

met baca


14

Avery merenggangkan otot-otot tubuh sembari melenguh kecil, lalu membuka mata.

Langit-langit kamar berwarna putih menyambut penglihatannya. Ia mengerut kening bingung karena asing dengan desainnya.

Avery membalikkan badan menatap ke samping kiri, lalu kanan. Kerut di dahinya semakin dalam. Sedang berada di mana dirinya? Kenapa ia tidur di sofa dan di kamar yang asing, bukan kamarnya sendiri?

Dengan perasaan heran yang kental menyelimuti benak, Avery duduk sembari menyibak selimut. Ia berpikir keras, mencoba mengembalikan kesadaran dan ingatan. Ketika mengedarkan pandangan ke seantero kamar, saat itulah kesadaran Avery yang mengendap ketika tidur, kembali sepenuhnya.

Ini kamar Gabriel.

Ia menikah dengan pria itu kemarin.

Avery terduduk kaku menyadari kenyataan itu. Ia menoleh, memandang ranjang yang tampak kosong, tapi berantakan, menandakan sang penghuni yang tidur di sana tadi malam, sudah bangun.

Pukul berapa sekarang?

Avery mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia menemukannya. Jam dinding elegan berwarna putih kombinasi hitam tersebut menempel di salah satu sisi dinding kamar.

Mata Avery membeliak ketika melihat angka yang menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit.

Dengan gerakan secepat kilat, Avery bangun dan berjalan setengah berlari menuju kamar mandi.

Beberapa menit kemudian ia keluar dari ruang tersebut dengan tubuh berlilit handuk dari dada hingga setengah paha. Tergesa-gesa Avery memilih pakaian di koper. Tadi malam ia belum sempat menggantung pakaian-pakaiannya ke lemari.

Setelah mengenakan celana longgar sebetis yang tampak modis dipadu dengan blus sifon, Avery berdandan sekadarnya. Kemudian keluar dari kamar.

Avery melangkah cepat menuruni anak tangga. Bukan tanpa alasan sedari tadi segala sesuatu ia lakukan serba terburu-buru, tapi Avery sadar, ia perlu menampilkan sosok menantu yang sopan, tidak lucu ia bangun siang sementara sang ayah mertua tinggal di bawah atap yang sama dengannya. Apa kata dunia??

Ketika tiba di ruang makan, Avery tak menjumpai Gabriel maupun ayahnya. Penyebabnya jelas, waktu sarapan telah lama berlalu.

Seorang wanita paruh baya menoleh saat merasakan kehadiran orang lain di ruangan itu. Senyum hangat terbit di wajahnya yang menampakkan kerut-kerut penuaan.

"Nak Avery," sapanya ramah. "Kenalkan saya Bi Imah, istri Pak Hasto."

Siapa Hasto? Kening Avery berkerut.

"Ah," Bi Imah tertawa maklum. "Maafkan bibi, Nak. Kau pasti belum kenal dengan Pak Hasto. Dia tukang kebung merangkap sopir sekaligus asisten pribadi Pak Gunawan."

"Oh ...," Avery mengangguk-angguk pelan.

"Ayo, Nak, duduk. Bibi buatkan sarapan. Nak Avery mau minum teh, susu, atau kopi?"

Avery lega mendapat layanan baik, tapi bukan itu yang utama saat ini. "Papa di mana, Bi?" Avery akan bertanya tentang Gabriel nanti, yang terpenting saat ini adalah menemui sang ayah mertua.

"Oh,Pak Gun di taman belakang."

"Oh, oke. Terima kasih, Bi." Avery siap berlalu.

"Eh, jadi Nak Avery mau minum apa?" tanya perempuan bertubuh sedikit gemuk itu.

"Tak usah, Bi. Nanti saja. Terima kasih." Avery pun berlalu. Ia keluar dari pintu belakang dan disajikan pemandangan halaman luas dengan pohon-pohon perindang serta bunga-bunga. Ada kolam renang yang cukup besar di antaranya.

Di bagian ujung halaman, tampak berdiri sebuah rumah mungil. Dahi Avery berkerut, rumah siapa itu? Mungkinkah itu tempat tinggal Bi Imah dan suaminya? Hmmm, sepertinya demikian.

Terdengar suara tawa kecil dari halaman sebelah kanan. Avery menoleh dan melihat ayah mertuanya sedang bercakap-cakap dengan seorang pria paruh baya bertubuh kurus.

Avery berjalan ke arah keduanya. Semakin dekat ia bisa melihat sang ayah mertua sedang membantu si pria kurus mencabut rumput.Mungkin pria itu Hasto yang dimaksud Bi Imah.

"Papa," sapa Avery ketika tiba di dekat kedua lelaki tersebut.

Keduanya mendongak. Hasto mengangguk sopan, sementara Gunawan tersenyum.

"Avery, selamat pagi, Nak."

"Selamat pagi, Papa," balas Avery dengan wajah merona samar. Saat ini sudah menjelang siang.

"Papa sedang apa? Apakah papa sudah sarapan?"

Gunawan berdiri dan tersenyum semringah. "Papa membantu Hasto mencabut rumput, Avery. Sungguh bosan di hari tua tanpa kesibukan. Omong-omong papa sudah sarapan, apakah kau juga sudah?"

Avery menggeleng pelan. "Maaf, aku bangun kesiangan, Pa."

Gunawan tertawa. "Tidak apa-apa, Nak. Papa maklum. Papa juga pernah muda."

Rona merah kembali menghiasi pipi Avery. Ia tahu maksud ayah mertuanya yang mengarah ke aktivitas di malam pengantin.

"Kenapa kau tidak sarapan? Ada Bi Imah di dapur. Mintalah dia buatkan susu, teh, atau apa pun yang kau inginkan, Nak."

Avery mengangguk. "Papa tidak marah?" tanyanya sebelum beranjak.

Alis Gunawan terangkat. "Tentang apa?"

"Aku bangun kesiangan."

Gunawan kembali tertawa. "Tentu saja tidak, Nak. Kau bebas bangun jam berapa pun kau mau. Sekarang rumah ini adalah rumahmu juga."

Avery menatap sang ayah mertua dengan terharu. "Terima kasih, Papa."

"Sama-sama, Nak."

"Kalau begitu aku sarapan dulu, Pa."

Gunawan mengangguk, Avery pun berbalik dan berlalu dengan lega.

***

love,

evathink

jangan lupa vote dan komen ya.

makasih

btw, saya aktif di instagram. follow yuk, id: evathink

Avery and Her Ice HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang