21

2.5K 277 25
                                    

hai, teman2

maaf baru sempat update karena sangat sibuk

btw, semua novel2 karya aku (termasuk AVERY AND HER ICE HUSBAND) kini tersedia versi PDF (tamat), yang minat silakan order di WA aku 08125517788

met baca moga suka

21

Gabriel menggerak-gerakkan badan yang terasa lenguh. Anehnya ada kepuasan tak terhingga mengalir di setiap helaan napasnya.

Saat membuka mata, cahaya dari gorden yang tidak tertutup sempurna, menyambut Gabriel.

Senyum samar melengkung di bibir Gabriel. Ia menggeleng samar teringat mimpi liarnya tadi malam.

Gairah yang menyerang tiba-tiba membuatnya pergi tidur sembari berkhayal bercumbu dengan Avery. Beruntungnya, saat lelap, ia justru bermimpi bercinta dengan wanita itu.

Gabriel bangkit mengakibatkan selimut yang menutupi tubuhnya merosot ke perut.

Kening Gabriel berkerut ketika mendapati ia tidak mengenakan baju. Seingat Gabriel, ia hampir tak pernah tidur tanpa mengenakan baju.

Mungkin tadi malam setelah mandi air dingin untuk memadamkan api gairahnya yang berkobar, ia lupa memakai baju, pikirnya.

Gabriel pun mengangkat bahu samar tanda tak ingin memikirkannya lebih jauh.

Ketika menyibak selimut sepenuhnya dan bersiap turun dari ranjang, kening Gabriel berkerut. Ia polos. Tanpa selembar benang pun. Apa yang terjadi? Apakah Avery mengerjainya dengan diam-dian menelanjanginya ketika ia tidur?

Gabriel melirik sofa tempat biasa Avery tidur. Kosong. Kemudian mata Gabriel menangkap pakaiannya yang berserakan di lantai.

Kedua alis Gabriel nyaris bertemu ketika mencoba mencerna apa yang telah terjadi.

Pemikiran bahwa tadi malam bukanlah mimpi membuat seluruh tubuh Gabriel seperti dijalari es. Ia dengan cepat menoleh ke samping. Di sana, di tempat tidur berseperai putih dengan corak kotak-kotak hitam, tampak noda darah dan cairan yang mulai mengering.

"Sialan!" Gabriel mengumpat pelan ketika sadar bahwa tadi malam ia benar-benar bercinta dengan Avery, bukan berkhayal apalagi bermimpi.

Bagaimana bisa ia meniduri Avery? Apakah ia memaksa wanita itu? Gabriel memeras ingatannya.

Avery jelas sangat cantik dan memiliki bentuk tubuh menggiurkan, yang dengan mudah menggoda hasrat pria manapun, tak terkecuali Gabriel. Pertanyaannya adalah bagaimana bisa mereka bercinta? Mereka jelas tidak dalam siatuasi yang cukup dekat untuk bercinta gila-gilaan seperti tadi malam.

Namun itulah yang terjadi.

Gabriel ingat ia masuk ke kamar, kemudian menghampiri Avery dan meraih wanita itu ke dalam pelukan.

Ia mencium wanita itu.

Avery menyambut panas ciumannya, dan mereka pun berakhir di tempat tidur. Mereka mendaki puncak-puncak kenikmatan, bukan hanya sekali, tapi berkali-kali.

Gabriel mengembus napas panjang dan mengusap wajah dengan kedua tangan.

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Perlukah ia meminta maaf pada Avery?

Hati Gabriel menolak melakukan itu. Permintaan maaf akan terkesan menghina seolah-olah ia menyesali apa yang sudah terjadi, padahal, sedikit pun Gabriel tak menyesal.

"Kau suami sahnya. Tak ada salahnya kalian bercinta," sebuah suara berbisik di benak Gabriel.

Seketika Gabriel merasa lega.

***

Avery sedang duduk di balik meja makan ketika Gabriel melangkah memasuki ruang makan dalam balutan setelan jas lengkap.

Dengan tangan yang mencengkeram kuat gelas, Avery menyesap pelan teh susunya, berusaha terlihat santai, padahal jantungnya berdegup sangat cepat, seakan siap mematahkan tulang rusuknya. Bukan hanya itu, seluruh tubuhnya memanas, dan sialnya ada danyut di pusat dirinya. Percintaan panas mereka tadi malam memberi efek luar biasa pada dirinya.

Gabriel duduk di meja tepat di hadapan Avery. Pria itu berdeham pelan. Avery enggan mengangkat wajah, takut menatap mata Gabriel.

Dalam waktu sekejap, dengan cekatan Bi Imah menyeduh kopi dan menghidangkannya untuk Gabriel. Syurkurlah, Avery tidak yakin ia bisa berdiri dari tempat duduknya saat ini. Ia tegang, gugup dan bingung harus bersikap bagaimana.

Detik demi detik, menit demi menit, keduanya sama sekali tidak berbicara satu sama lain. Hanya sesekali terdengar suara cangkir dan tatakan yang beradu. Selebihnya, sunyi. Avery bahkan bisa mendengar degup jantung yang menggila. Entah degup jantungnya atau pria yang duduk di seberangnya itu. Bi Imah bahkan tidak terdengar suaranya. Di ruangan tersebut semaunya seolah-olah menghilang. Hanya ada mereka berdua.

Avery merasakan lehernya mulai pegal karena terlalu lama menunduk.

Sembari menggigit bibir dan menguatkan tekad, ia mengangkat wajah. Seketika Avery menyesal melakukan itu, seharusnya ia biarkan saja lehernya pegal sepegal-pegalnya, karena saat mengangkat wajah, Avery justru memergoki Gabriel sedang menatapnya intens. Mata mereka beradu. Sialnya, Avery seketika menjelma menjadi remaja polos yang baru pertama kali bertatapan dengan pria. Wajahnya memanas. Avery yakin ada rona merah di tulang pipinya.

Gabriel sama sekali tak berusaha mengalihkan tatapan.

Sesaat yang terasa sangat lama. Akhirnya Avery menyerah. Ia mengalihkan tatapan pada teh susu di dalam gelas di depannya.

Derit kursi membuat Avery kembali mendongak. Tampak Gabriel berdiri lalu meraih tas kerjanya dan berlalu.

Jadi begitu saja? Tak ada sepatah kata pun setelah percintaan panas mereka?

Avery menyeringai masam. Apa yang ia harapkan? Gabriel meminta maaf dan mengatakan tadi malam adalah kekhilafan semata? Bukankah jika Gabriel melakukan itu, Avery akan merasa terhina?

Atau Gabriel harus memuji betapa luar biasa percintaan mereka?

Avery tak yakin bagaimana akan bersikap jika Gabriel melakukan itu. Entah merona atau justru menyembunyikan kepala di bawah meja.

Kebungkaman Gabriel adalah tindakan yang tepat. Jadi Avery pun berusaha membuang jauh-jauh rasa kesalnya.

***

bersambung ...

500 vote dan 100 komen, langsung update next part ya.

jangan lupa follow instagram aku ya, id evathink

Avery and Her Ice HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang