Hari ketiga liburan sekolah, kelompok tanggung jawab Mashiho sudah punya agenda masing-masing. Misalnya empat sekawan Jaehyuk, Asahi, Doyoung, dan Yejun. Mereka pergi ke salah satu spot foto warna warni di dekat hotel mereka.
Jaehyuk memutuskan untuk parkir tidak jauh dari tujuan mereka agar bisa menikmati sambil jalan santai. Mungkin saja ada spot foto lain yang bisa mereka temukan.
"Eh ada piano nganggur" Yejun melihat sebuah piano kayu tua yang teronggok di dekat persimpangan jalan. Suaranya masih terdengar ketika Yejun menekan salah satu tuts piano tersebut.
Yejun terlihat asik menekan beberapa tuts piano lain bergantian. Tidak ada lagu pasti yang ingin dia mainkan, Yejun hanya menikmati nada dari tuts yang dia tekan. Aktivitas Yejun disadari oleh Doyoung yang sudah berada agak jauh darinya. Ketiga temannya itu terus berjalan tanpa tahu Yejun sedang asik dengan dunianya sendiri.
Sepasang tangan meraih jari-jari Yejun, diajaknya jari-jari Yejun untuk memainkan sebuah nada yang lembut. Doyoung meletakkan kepalanya tepat di samping kanan kepala Yejun. Melihat tidak ada tanda risih dari sosok yang digenggam, Doyoung terus membawa jari Yejun untuk memainkan musik dengan piano tua itu.
"Kamu bisa main piano, Doy?" Pertanyaan Yejun keluar setelah merasa Doyoung sudah selesai memainkan musiknya.
"Sedikit, cuma belajar musik yang mudah aja kok" Balas Doyoung.
"Maaf ya, tadi Yejun risih ngga?" Doyoung ingin memastikan bahwa Yejun tidak merasa tidak nyaman ketika Doyoung melakukan hal tersebut. Gelengan kepala Yejun cukup melegakan bagi Doyoung, tangannya secara tidak sadar mengelus pelan kepala Yejun.
Ada semu di wajah Yejun, beruntung matahari cukup cerah untuk dijadikan alasan semu itu muncul. Keduanya menyusul Jaehyuk dan Asahi yang masih asik dengan kamera polaroid kesayangan Asahi.
Asahi terlihat sangat menikmati sesi foto di sana, dia berlari kecil kesana kemari sambil meminta Jaehyuk untuk memfotonya. Ada banyak foto yang diabadikan di sana, baik dengan polaroid maupun ponsel masing-masing pemiliknya.
Di ujung jalan, mereka menemukan sebuah pondok dengan plang 'Peramal'. Rasa penasaran mereka cukup untuk membuat mereka berempat masuk kesana dan mengadu nasib.
"Yang sembunyi jangan hilang, yang buta jangan tuli" Mereka berempat terkesiap disambut dengan perkataan seperti itu. Sosok perempuan paruh baya di hadapan mereka hanya tersenyum hangat.
Sesi ramalan mereka berempat berlalu begitu saja. Telapak tangan mereka rata-rata memberikan kabar baik, jadi tidak ada yang perlu dirisaukan. Empat sekawan itu akhirnya memutuskan untuk kembali ke hotel tempat mereka menginap.
---
Malam menjelang, Seokmin mengadakan pesta pantai di sekitar penginapan. Ada barbeque, api unggun, dan lain sebagainya. Banyak siswa yang turut hadir di sana bersama para guru dan komite sekolah.
Junkyu menghampiri Mashiho yang duduk memeluk lutut dekat bibir pantai, tepat sebelum pasir pantai yang basah. Tidak ada yang membuka pembicaraan, keduanya hanya duduk dalam diam.
"Yoshi hyung" Mashiho menoleh ke arah suara, terlihat Mahiro yang sedikit berlari sambil membawa dua jagung bakar di tangannya. Mahiro berlari ke arah Yoshi, sosok yang selama ini Mashiho hindari keduanya berdekatan.
"Jangan dipisahin lagi" Junkyu buka suara.
"Coba lihat gimana Mahiro bersikap ke Yoshi. Kamu pikir Yoshi merasa terancam jika diperlakukan seperti itu?" Lanjut Junkyu, mata Mashiho masih berfokus pada Mahiro dan Yoshi yang asik makan jagung bakar.
"Tapi Mahiro itu suka main fisik. Aku ngga mau Yoshi hyung kenapa napa" Kini Mashiho menatap lurus ke arah laut, entah apa yang menjadi bahan pikirannya saat itu.
"Kamu pernah lihat Mahiro main fisik ke temen-temen yang lain?" Tanya Junkyu.
"Engga. Mahiro cuma suka ngomong ketus sama natap sinis aja hyung" Mashiho menyadari bahwa Mahiro belum pernah terlapor melakukan kekerasan di sekolahnya.
"Berarti Mahiro udah bukan tukang bully lagi kan? Jadi ngga ada yang perlu dicemasin lagi"
"Tapi minggu lalu kan Mahiro hampir mau ngelecehin Yoshi hyung" Memori Mashiho berputar ke waktu di mana mereka berempat bertemu secara tidak sengaja.
"Dengan memori hampir dilecehin, kamu pikir Yoshi bakal sesantai itu di samping Mahiro? Kamu yakin itu pelecehan?"
Mata Mashiho sedikit terbelalak, ada semu yang samar di wajahnya. Pikiran Mashiho hanya terarah pada satu kesimpulan. Jika itu bukan pelecehan, maka mereka berdua saling suka dan hampir melakukan sesuatu di sana. Junkyu terkekeh melihat reaksi bisu yang diberikan oleh Mashiho.
"Jadi sekarang mereka boleh kan buat sekamar? Tenang aja, kasurnya misah kok haha" Sebelum pikiran kotor menghantui Mashiho, Junkyu lebih dulu memberikan penawarnya. Mashiho menyetujui pertanyaan Junkyu.
"Oii Mahiro!" Teriak Junkyu, Mahiro dan Yoshi bersamaan melihat ke arah mereka. Reaksi mereka sedikit tegang ketika menyadari ada sosok Mashiho di samping Junkyu.
"Abis ini tukeran kamar sama gue. Udah di-approve PJ nya kok haha"
"Makasih mas Ajunn, kalo gini kan gue jadi love sama lo" Teriak Mahiro dari jauh, dia pukulan pelan di kepala oleh Yoshi.
"Cio, liat sendiri kan yang mukul siapa?" Mahiro mengadu ke arah teman sekelasnya itu.
"Sangar lo ilang kalo ngebucin" Canda Mashiho, mereka berdua tidak lagi setegang dulu. Mashiho melihat ada sisi lain dari Mahiro yang selama ini dia abaikan.
"Kalian semua terlihat udah deket dari lama ya? Padahal sama-sama murid pindahan. Mahiro sama Yoshi bahkan selengket itu" Pernyataan Mashiho sukses membungkam Junkyu. Mahiro dan Yoshi sudah pergi mengambil menu barbeque yang lain.
Di sisi pantai yang lain terlihat Hyunsuk sedang menikmati angin malam di sebuah pondok pinggir pantai. Suasananya sangat menenangkan hingga membuat Hyunsuk bersenandung pelan hampir terkantuk.
"Nikmati liburanmu di sini" Sebuah suara dari belakang Hyunsuk memecah keheningan.
"Aku benci orang kaya" Pernyataan tiba-tiba dari Hyunsuk membuat Jihoon terdiam sambil menoleh ke arahnya. Jihoon menunggu lanjutan dari kalimat Hyunsuk.
"Aku benci orang kaya yang seenaknya menghabiskan uang untuk sesuatu yang ga ada maknanya, contohnya sekarang"
"Apa itu alasan kamu ngga mau ikut acara kemah?" Tanya Jihoon.
"Tidak, aku harus bekerja"
"Asa kenal kamu sebagai orang yang gila kerja. Kamu sadar kalo Asa dan Cio suka sedih tiap kamu nolak ajakan jalan mereka karena kerja? Apa yang kamu cari dari kerja terus, Suk?"
"Uang, Ji. Aku bukan orang kaya, jadi aku harus banting tulang buat hidupku sendiri"
"Kenyataannya prioritas utamaku adalah bertahan hidup, Ji. Bukan mendapatkan teman dekat" Sambung Hyunsuk.
"Kamu ngga pernah nganggep Asa sama Cio temen deket kamu? Setahun lebih lho, mereka kenal kamu"
"Ngga ada yang kenal aku, Ji. Mereka berdua gak tau aku orang yang kaya gimana"
"Sejauh apa aku boleh kenal kamu?"
"Jangan jauh-jauh. Aku udah ngga mau tenggelam dengan masa lalu pahit"
"Ayo" Hyunsuk menoleh dengan penuh tanda tanya.
"Ayo mulai kenalan lagi, sejauh aku bisa masuk ke masa lalu kamu" Sambung Jihoon.
"Bagaimana kalau kita mulai dari kamu aja, Lee Jihoon? Atau haruskah aku panggil kamu Park Jihoon?" Hening. Keduanya bertemu tatap. Menyembunyikan rahasia pikiran mereka masing-masing.
Pikiran yang mereka pendam rapat sampai tidak bersuara sedikitpun. Hingga Seokmin memanggil mereka untuk ikut makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Identity || Treasure Multiship
FanfictionSering mendengar istilah populasi 1%? Bagaimana dengan populasi 0,1% di mana hanya sesama alumni dan tenaga pengajar di sana yang tahu latar belakang pasti dari siswanya? Diceritakan tentang dua kehidupan sekolah yang dialami oleh anak-anak remaja...