Mengenaskan. Begitulah kondisi ketiga anggota keluarga Nakamoto. Ryu bahkan sudah tidak mampu membuka matanya lagi meskipun ia terbangun. Rie hanya dapat menatap suaminya dari jauh tanpa bisa berbuat apapun.
Mashiho pucat pasi, luka-luka di wajahnya menyisakan darah yang mengering. Hampir seminggu lamanya dia tidak mendapatkan makanan dengan layak. Air pun hanya dapat diminum yang terlempar ke arah mulutnya.
Rie dan Ryu bukanlah anggota yang mendapatkan pelatihan fisik sekeras para assassin, melawan 3 orang assassin sekaligus melindungi anak semata wayangnya tentu jadi tugas yang sangat melelahkan. Tidak perlu heran mengapa mereka bisa bertahan hampir seminggu tapi tidak mati. Perintah dari tuan Kim adalah menyiksa tanpa membunuh mereka.
Decit pintu besi terbuka sangat terdengar jelas di ruangan yang hening ini. Suara tapak sepatu pantofel mahal menggema ke seisi ruangan.
"Berapa umur anak kalian?" Tanya tuan Kim. Kedua pasangan Nakamoto memilih sama-sama diam.
"Hei bocah, berapa umurmu?" Kali ini tuan Kim bertanya pada Mashiho. Mashiho menjawab lirih, tenaganya hampir habis.
"Wow, belasan tahun disembunyikan" Tuan Kim berkata takjub sekaligus meremehkan. Mashiho yang merasa hidupnya selama ini normal kecuali di hari hyung nya terbunuh, tentu tidak memahami maksud lelaki tua itu.
"Badannya mungil, masih cocok untuk meneruskan karirmu Rie" Nyonya Nakamoto menggeleng heboh.
"Aku sudah berbaik hati membiarkan dirimu tidak langsung mati. Tapi sikap keras kepala ibumu sepertinya jadi belati untuk anaknya sendiri" Tuan Kim berbisik tepat di telinga Mashiho.
"Kita mulai dari ayahmu dulu" Tuan Kim berujar santai, hanya selang beberapa detik bunyi tembakan menggema di sekitar Mashiho. Ayahnya berhenti bernapas dan bersimbah darah.
Mashiho sangat ingin berteriak, namun tenaganya benar-benar terkuras bahkan hanya untuk bersuara. Ibunya sudah menangis tersedu-sedu, sedih dan takut di waktu yang bersamaan. Hanya tinggal menunggu giliran untuk mereka berdua.
"Sudah ku bilang, ide ganti ketua sebelum ketua sebelumnya mati itu merepotkan" Junkyu berdiri di depan pintu masuk.
"Heh, ketua kalian siapa? Mundur" Tiga orang assassin yang datang bersama tuan Kim melangkah mundur menjauhi keluarga Nakamoto.
"Kau mau mengambil posisi ketuamu lagi, pak tua?" Tanya Junkyu pada ayahnya.
Tuan Kim hanya berdecih kecil. Ia tahu bahwa anaknya sudah lebih dulu tahu keberadaan anak kedua yang disembunyikan oleh pasangan Nakamoto. Fakta bahwa Junkyu bahkan tidak melakukan gerakan apapun membuatnya kesal.
"Kuanggap jawabannya iya. Kita lakukan dengan caramu lagi ya? Antara kebebasannya dan posisi ketuaku" Entah datang dari mana, tangan kanan Junkyu sudah memegang revolver dengan slot enam peluru. Pistol tersebut ia gunakan untuk menunjuk dirinya sendiri dan Mashiho.
Peluru yang ada di dalam revolver dikeluarkan oleh Junkyu hingga menyisakan satu peluru saja di dalamnya. Slot tersebut diputar secara acak dan dikembalikan pada posisi semulanya.
"Duduk. Atau perlu kuikat seperti ibu?" Tuan Kim dengan santai duduk di salah satu kursi kosong yang tersedia. Kakinya menyilang, tangannya terayun pelan di samping tubuhnya.
Junkyu mengokang senapannya, tangannya diposisikan untuk membidik tepat di sebelah kiri dada. Tembakan pertamanya diperuntukkan kepada sang ayah.
Tiga assassin menyadari sengitnya tatapan ayah dan anak itu meskipun dalam jarak 3 meter jauhnya. Ini bukan kali pertama mereka melihat petinggi klan yang jadi sasaran permainan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Identity || Treasure Multiship
FanfictionSering mendengar istilah populasi 1%? Bagaimana dengan populasi 0,1% di mana hanya sesama alumni dan tenaga pengajar di sana yang tahu latar belakang pasti dari siswanya? Diceritakan tentang dua kehidupan sekolah yang dialami oleh anak-anak remaja...