🕶 All About Dave 🕶

142 16 0
                                    

Dave melihat deretan nomor yang tertera di layar ponselnya. Berulang kali dilihat, berulang kali juga dia urung untuk menekan tombol panggilan di pojok kanan. Dave merasa dirinya telah berubah jadi seorang pengecut.

Haruskah ia ambil kesempatannya? Lagipula sudah tidak ada lagi aturan bahwa yang telah keluar harus menghentikan kontak juga. Dave bertekad untuk mengubah banyak hal di kelompoknya.

Dua jam berlalu, Dave masih tetap pada posisinya di ruang kerja peninggalan sang ayah. Hanya dia sendiri dan pikirannya yang melayang entah kemana. Hatinya yang telah melunak itu berimbas menumbuhkan kebimbangan di dalam seorang pemimpin yang pandai mengatur strategi.

"Halo, siapa?" Dave memutuskan untuk menekan tombol panggilan. Begitulah sapaan pertama yang ia dapatkan dari si pemilik nomor.

"Padahal baru sebulan. Kamu lupa aku siapa?" Dave menjawabnya dengan pertanyaan lagi.

"Bukannya hyung sendiri yang bilang, kalau tidak akan menggangguku lagi?" Intonasi yang berbeda, tidak lagi ramah bahkan cenderung dingin tidak suka. Dave hanya terkekeh pelan.

"Jadi, menurutmu siapa yang palsu? Aku yang ceria atau pendiam?" Ah, pertanyaan itu pernah ditanyakan oleh Dave saat mereka jalan berdua. Hari di mana Dave tahu kalau Mashiho adalah anak dari bawahannya.

"Yang palsu itu, hyung yang baik" Balasan dari Mashiho membuat Dave tertawa cukup kencang. Alasannya bukan karena lucu.

Dave mengakui kalau dirinya bukan orang yang baik. Dia terlalu menikmati perannya sebagai anak yang polos dan periang. Sejenak melupakan fakta bahwa dia bisa saja membunuh seseorang di malam sebelumnya ketika kembali ke sekolah.

"Aku dengar Hiro dan Yoshi menemuimu kemarin. Bolehkah aku tau apa yang kalian bicarakan?" Dave mengubah arah pembicaraan mereka. Dave dapat kabar dari Lucy kalau kemarin Ruby menyusul Jaden yang mendapatkan jadwal kosong selama dua hari di Jepang.

"Kalaupun aku bilang tidak, hyung tetap bisa menanyakan itu pada mereka"

"Tidak. Aku menghargai privasimu. Kalau kamu tidak ingin aku tau, maka aku tidak akan bertanya apapun tentangmu" Mashiho memutar matanya malas saat mendengar jawaban dari Dave.

"Boleh aku berkata jujur?" Dave meminta izin lagi. Kali ini Mashiho membalasnya dengan berdeham singkat.

"Aku menyukaimu"

"Aku tahu. Itulah alasannya aku masih hidup dan ayahmu tidak. Tapi sayangnya, aku membenci mu" Peluru yang seharusnya ditujukan pada Mashiho justru bersarang di ayah Dave. Dia tidak salah tentang hal itu.

"Baguslah, itu akan mempermudah hubungan kita berdua. Teruslah membenciku, Cio. Turunkan rasa benci itu pada orang yang ada di sekitarmu sekarang dan nanti. Kamu juga bisa menceritakan semua yang kamu alami ke Asahi dan Hyunsuk, aku tidak masalah kalau mereka tahu siapa aku sebenarnya"

Jeda sesaat, Dave tengah menunggu balasan dari Mashiho yang tidak dia dapatkan. Di ujung yang lain, Mashiho terus merapatkan dirinya di sudut dinding kamar barunya.

"Aku akan minta tolong pada seseorang untuk menjagamu. Sebisa mungkin, setelah ini aku tidak akan menghubungi dan menemuimu lagi. Teruslah membenciku yang tidak bisa minta maaf atas matinya Ryu di hadapanmu dan mencoba turut serta membunuhmu. Hiduplah bahagia dengan rasa bencimu itu, Mashiho"

Dave masih tidak mendapatkan balasan apapun. Hanya terdengar suara sengguk yang samar, tanda ponsel sudah berada jauh dari pemiliknya. Dave yakin, ponsel Mashiho kini berada dalam mode keras agar Mashiho tetap bisa mendengarnya dengan baik.

"Menangislah sampai puas, Cio yaa. Tapi kamu harus berjanji padaku, setelah panggilan ini selesai, kamu juga menyelesaikan tangismu" Suara tangis makin terdengar jelas dari seberang sana. Ah, Dave lupa kalau hatinya sudah melunak. Tangis Mashiho juga melukainya dari dalam.

Identity || Treasure MultishipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang