06. Second Night on Grindaltan

222 52 3
                                    

CHAPTER 06
BLANCHED DIMENSION
© NAYLTAE
2023

.

.

.

HARI INI, tak seperti perkiraan Aaron, cuaca masih tetap cerah bahkan hingga matahari mulai berpamitan kepada langit Grindaltan. Di depan rumah Aaron, Lyra duduk di atas salju sambil memandangi langit jingga rasanya tiba terlalu cepat. Padahal, baru satu jam yang lalu mereka kembali dari perjalanan, sekarang sudah hampir malam saja.

Dalam senyap, Lyra mengira-ngira apa yang mungkin tengah dilakukan oleh keluarganya saat ini, dan bagaimana keadaan tubuhnya di rumah. Apakah saat ini dia tengah hidup di dua tempatㅡrumah dan Grindaltan, atau justru dia menghilang dari rumahnya dan datang ke tempat ini. Kemungkinan-kemungkinan itu terus membuat Lyra penasaran.

"Kalau aku benar-benar hilang di rumah, apa Mama dan Papa sedang mencariku sekarang?"

Lyra tak pernah tahu apakah waktu yang dia habiskan di tempat ini sama dengan waktu yang berlalu di dunia asalnya. Dua hari di tempat ini bisa saja satu minggu di dunianya, atau mungkin lebih cepat.

"Masih memikirkan kalimat Edgar tadi?"

Ketika sebuah kain mendarat di atas bahunya, Lyra lekas mengangkat kepala. Presensi Aaron yang kini hanya berbalut kaus panjang berwarna cokelat tua menyusul duduk di sebelahnya. Turut memandang ke arah hamparan langit yang mulai menggelap.

"Maaf menyebutmu sebagai adikku."

Lyra berkedip lalu menggeleng. "Tidak apa-apa. Aku tahu kau bingung."

"Kau harus menghindar kalau Edgar mendekat. Dia itu orang aneh."

Ada pertanyaan yang hendak Lyra tanyakan kepada Aaron mengenai Edgar, namun demi menjaga agar suasana sore ini tetap terasa damai, Lyra menahan lidahnya agar tak bicara. Perangai yang Edgar tunjukkan di tengah hutan tadi memang memberi kesan buruk pada Lyra. Namun, entah mengapa Lyra merasa bahwa Edgar pasti memiliki sisi yang lain. Sisi ramah yang pernah pria itu tunjukkan di pertemuan pertama mereka.

"Lyra, aku serius soal kalimatku sebelumnya. Aku benar-benar akan mengusirmu kalau kau ketahuan dekat dengan Edgar. Lebih baik kau sekalian pergi saja dengan anak itu. Mengikutinya berkeliling di pasar dan menyebar dongeng bodoh."

Lyra tertawa sekilas. "Iya, aku mengerti. Kenapa kau ini sering sekali terlihat seperti seorang bangsawan, sih?"

"Itu karena aku sedang tidak main-main sekarang." Aaron menghela, beralih menatap Lyra dengan wajah serius. "Kau bisa ikutan gila kalau dekat-dekat dengan orang gila seperti dia."

Lyra menumpu dagunya pada kedua tangan yang dia tumpuk di atas lipatan lutut. Memandang Aaron penuh antusias. "Oh, ya? Memangnya dia kenapa?"

"Sudah kukatakan sebelumnya, bukan? Dia itu kerjanya cuma mengelilingi pasar sambil menyebarkan dongeng bodoh. Mengatakan kalau negeri ini dikutuk, dan berkata pada semua orang kalau satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk membebaskan negeri ini hanyalah dengan menghabisi raja dan seluruh keturunannya. Apa menurutmu itu masuk akal?"

Lyra tak mengerti kenapa ada amarah yang terpancar dari dua bola mata Aaron ketika pria itu bicara. Yang jelas, apa yang baru Aaron katakan begitu persis dengan dongeng yang sering nenek ceritakan. Kini, dia penasaran. Apakah Edgar termasuk ke dalam golongan tokoh yang setuju dengan klaim tersebut?

"Lalu, kau sendiri? Bagaimana pandanganmu tentang apa yang tengah menimpa negeri ini?"

Aaron menghela terang-terangan, pandangannya kembali terarah ke depan. "Aku percaya negeri ini mengalami kutukan, tapi aku sama sekali tidak setuju jika menghabisi keturunan raja adalah satu-satunya jalan keluar."

Blanched DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang