09. A Pair of Red Bracelets

212 51 9
                                    

CHAPTER 9
BLANCHED DIMENSION
© NAYLTAE
2023

.

.

.

KETIKA pagi menyingsing, kawasan danau Mora jadi terasa dua kali lebih beku dari malam kemarin. Lyra langsung disambut dengan gumpalan kabut ketika membuka mata, sekeliling tampak tak jernih, dan Aaron serta Edgar sudah tak berada di sisinya. Memeluk tubuhnya yang menggigil, Lyra perlahan turun dari atas kereta.

Matahari belum sepenuhnya menerangi bumi Grindaltan, perpaduan sempurna yang membuat Lyra sulit melihat sekeliling karena kebut dan matanya yang mengantuk. Namun selagi melangkah, Lyra tetap bisa menemukan presensi Aaron dan Edgar tengah sibuk mengisi jerigen-jerigen mereka dengan air jernih dari danau Mora. Lyra berjongkok di sisi tepi yang lain, menjulurkan tangannya untuk menyentuh air.

"Oh? Ini hangat." Lyra berucap. Jauh dari dugaannya, air danau Mora terasa begitu hangat.

"Lyra, kau sudah bangun?" Edgar menyambut, namun kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Danau Mora benar-benar keajaiban di tempat ini, tak heran kenapa para warga rela mempersembahkan para gadis ke tempat ini setiap tahunnya. Setelah berhari-hari tak menyentuh air, Lyra begitu antusias saat membasuh wajah dan lengannya dengan air itu. Bahkan kalau Aaron tidak mendadak menahan pergerakan tangannya, Lyra berniat menenggak sedikit air.

"Kau ini kenapa?" Aaron menarik Lyra mundur. "Nanti kau kedinginan."

Lyra melepas tangannya dengan sedikit kasar, mengundang raut penuh tanda tanya pada wajah Aaron. "Airnya hangat, kenapa aku harus kedinginan?"

Aaron tak mengerti kenapa Lyra terlihat begitu marah hanya karena peringatan kecilnya. Mulutnya terkunci, tak mampu mengatakan apapun saat Lyra kembali sibuk bermain dengan air danau seolah benda itu memang terasa hangat. Nyaris seumur hidup datang kemari, tak sekalipun Aaron pernah merasakan air Mora terasa hangat. Kelebihan air ini hanya tak bisa membeku, berbeda dengan sumber air lainnya.

"Lyra, sudah cukup. Ayo kita pulang."

"Sebentar lagi." Lyra acuh.

Aaron menghela. "Lyraㅡ"

"Kita harus segera membawanya pergi." Dari arah belakang, Edgar muncul. "Tidakkah kau merasa kalau dia seperti tengah dirasuki arwah dari danau ini sekarang? Kau tidak salah, kok. Air ini memang dingin. Lyra yang aneh..."

Semua yang keluar dari mulut Edgar memang selalu terdengar gila, namun ini adalah kali pertama Aaron setuju dengan ucapan pria itu. Meski tak percaya hantu atau semacamnya, bukan tidak mungkin kalau kelakuan aneh Lyra sekarang memang disebabkan oleh hal tersebut. Menghindari hal buruk terjadi, Aaron segera menarik Lyra untuk bangkit, tak peduli dengan penolakan yang gadis itu lakukan.

"Lepaskan! Kau ini kenapa, sih?!"

"Diam! Kau yang kenapa!" Aaron membentak, Lyra spontan membatu. "Katakan, siapa namaku?"

"Kau Aaron! Kau pikir aku gila, hah?"

Aaron masih menyaksikan wajah yang sama, juga mata biru yang masih sama indahnya. Namun Lyra di hadapannya saat ini seolah bukan Lyra yang dia tahu. Meski kerap meninggikan suara, Lyra bukanlah gadis yang akan mengatakan hal kasar. Lantas, sebenarnya apa yang tengah terjadi pada Lyra saat ini?

"Kita pulang sekarang." Kini, Lyra tak lagi menolak. Dia membiarkan Aaron menarik tangannya menuju kereta, sedangkan di belakang sana Edgar mengangkut semua jerigen sendirian.

Blanched DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang