15. Deja Vu

237 53 17
                                        

CHAPTER 15
BLANCHED DIMENSION
© NAYLTAE
2023

.

.

.

SAYUP-SAYUP Lyra membuka mata, pemandangan yang menyambut membuatnya sukses bertanya-tanya. Ini bukan gubuk kumuh Aaron, tak ada udara dingin, yang ada hanya hangat yang berbaur dengan aroma lavender. Lyra berusaha membawa tubuhnya bangkit guna memastikan bahwa saat ini dia memang berada di tengah dinding luas dan langit-langit yang tinggi, bukan rumah Aaron.

Di jarak yang begitu jauh dengan ranjang tempatnya terduduk, terdapat jendela besar yang membentang dan terbuka lebar menuju langit biru yang dihiasi kokohnya pilar-pilar. Tempat ini adalah kamar. Kamar yang dipenuhi dengan kemewahan. Lalu pertanyaannya,

"Kenapa aku bisa di sini?"

Sambil membawa kakinya turun menyentuh lantai marmer, Lyra mencoba mengingat-ingat apa yang dilakukannya terakhir kali hingga bisa terbangun di tempat asing ini. Di samping itu, dia melangkah menyusuri seluruh ruanganㅡmenuju lukisan dan ukiran yang terpajang di dinding, hingga berakhir berdiri di depan cermin yang mampu membingkai keseluruhan tubuhnya.

Pada detik yang sama, tanda tanya yang terlalu penuh bertumpuk di kepala membuatnya tak bisa memikirkan apa-apa lagi. Matanya besarnya menatap pantulan dirinya yang berbalut gaun di depan sana. "Apa yang terjadi? Kenapa akuㅡ"

"Lyra? Sudah bangun?" Pintu terbuka. Atensi Lyra langsung tertuju pada pria yang kini tengah melangkah ke arahnya dengan senyum manis yang terbingkai di bibir. Senyuman itu, Lyra mengenalnya.

"Kau tidur lama sekali sampai melewatkan makan malam. Kau lapar? Mau kusiapkan makanan untukmu?"

"Sebentar." Lyra menelan ludah, kemudian berjalan maju ke arah Ethan. "Kau menculikku? Kau yang membawaku ke sini?"

Kerutan bertandang di dahi Ethan. "Apa maksudmu?"

Saat rasa panik dan takut perlahan mulai menggerayangi, Lyra memejamkan mata dan meraup udara perlahan-lahan guna menetralkan kegelisahannya. Tempat apa ini dan alasan keberadaannya di sini adalah dua pertanyaan yang menggantung lebar di bagian depan kepalanya saat ini. Di saat-saat begini, Ethan justru bertingkah seolah pria itu tak mengetahui apapun.

"Terakhir kita berada di rumah Aaron berdua, 'kan? Kau pasti menculikku! Kalau tidak, mana mungkin aku bisa berada di sini."

"Siapa Aaron?" Pertanyaan tersebut tergambar jelas di raut Ethan.

"Kau seharusnya tidak boleh begini!"

"Sayangㅡ" Ethan mendekat. Tanpa mendapat persetujuan, dia mendekap tubuh Lyra yang mulai gemetar. Gadis itu tak berontak, hanya menangis dan membiarkan bahunya mendapat usapan-usapan pelan. "Kau mimpi buruk, hm? Apa karena kau terlalu lelah? Tidak ada yang namanya Aaron. Jangan takut, hanya ada aku."

"Kau yang membuatku takut!" Lyra mendorong kasar tubuh Ethan untuk menjauh darinya. Dengan air mata berderai, dia menatap Ethan penuh permohonan. "Bawa aku pulang, hm? Bawa aku kembali ke rumah Aaron. Aku mohon, aku ingin pulang."

"Lyraㅡ" Ethan maju selangkah, namun bersamaan dengan itu, Lyra membawa tubuhnya mundur dua langkah. Ethan mematung karena situasi ini. "Aku sama sekali tidak mengenal Aaron dan aku tidak menculikmu. Kau mimpi buruk, 'kan?"

Sekali lagi, Lyra mengedarkan pandangnya ke sekeliling. "Di mana aku?"

"Tentu saja rumah kita. Istana kita."

Jawaban itu sukses membuat seluruh persendian Lyra terasa begitu kaku. Jawaban yang justru menghadirkan pertanyaan lainㅡpertanyaan yang tak kalah besar di kepalanya. Dia menoleh kaku, memandang Ethan dengan kaku pula. "Maksudmu? Bagaimana bisa tempat ini adalah istana? Apa maksudmu dengan istana kita?"

Blanched DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang